PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), Rahman, akhirnya dijemput paksa oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Ia diamankan saat turun di Pelabuhan Dumai, Ahad (14/9), setelah beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Senin (15/9) petang, Rahman resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) senilai Rp551 miliar.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Marlambson Carel Williams, menjelaskan Rahman langsung dibawa ke Pekanbaru untuk menjalani pemeriksaan. Setelah dua hari diperiksa intensif bersama Plt Kepala Kejati Riau Dedie Tri Hariyadi, status Rahman ditetapkan sebagai tersangka.
“Yang bersangkutan sudah ditahan 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Pekanbaru berdasarkan surat perintah penahanan,” ujar Carel.
Rahman dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, Rahman berulang kali tidak memenuhi panggilan penyidik. Ia sempat beralasan sakit, lalu mengaku ada kegiatan luar kota di Jakarta dan Medan. Meski begitu, pihak Kejati menegaskan belum menemukan indikasi ia mencoba kabur.
Dalam penyidikan, sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk mantan Bupati Rohil Afrizal Sintong serta jajaran direksi SPRH. Kejati juga melakukan penggeledahan di kantor PT SPRH dan beberapa rumah mantan direksi. Dari hasil itu, ditemukan serta disita sejumlah dokumen penting terkait kasus.
Kasus dugaan korupsi dana PI ini mulai diselidiki sejak Juni 2025. Berdasarkan temuan awal, dana ratusan miliar rupiah tersebut diduga kuat tidak dikelola sesuai peruntukan.