PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Harga cabai merah di sejumlah daerah Riau terus meroket. Memasuki pekan kedua September 2025, harga cabai di pasar tradisional Pekanbaru tembus Rp90 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram. Kondisi ini diperparah dengan stok cabai yang mulai langka di tingkat distributor.
Hendra, pedagang cabai di Pasar Dupa Pekanbaru, mengaku hanya bisa menjual cabai Bukittinggi dengan harga Rp100 ribu per kilogram. Ia menyebut, stok yang sulit diperoleh membuat harga dari distributor ikut terkerek. “Dua pekan terakhir harga naik terus. Stok cabai Jawa tipis, cabai Medan malah kosong,” katanya, Senin (15/9).
Dampak lonjakan harga terasa langsung di pasar. Pembeli berkurang hingga 40 persen karena masyarakat menahan belanja. Kondisi serupa juga terjadi di Pasar Pagi Arengka, di mana harga cabai Jawa Rp95 ribu dan cabai Bukittinggi Rp100 ribu per kilogram.
Menurut pedagang, kenaikan harga dipicu cuaca buruk yang memengaruhi panen cabai di sentra produksi. Pemerintah daerah pun turun tangan. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru melalui Kabid Distribusi Dinal Husna menjelaskan, pasokan cabai dari Jawa berkurang sehingga harga cabai Sumbar dan Medan ikut terdongkrak.
Tak hanya di Pekanbaru, harga cabai juga naik di Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Kuantan Singingi, hingga Kampar. Di Inhu, cabai merah Sumbar naik dari Rp80 ribu menjadi Rp90 ribu per kilogram. Di Rohul, cabai Sumbar tembus Rp100 ribu per kilogram akibat gagal panen dan serangan hama.
Kondisi ini mendorong pemerintah daerah menyiapkan langkah stabilisasi. Di Kuansing, Disdagrin menyarankan perluasan kelompok tani cabai. Sementara di Kampar, Disdagkop UKM segera menggelar operasi pasar dan gerakan pangan murah agar masyarakat tetap bisa membeli kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
“Memang harga cabai sangat fluktuatif. Saat panen raya turun, tapi begitu pasokan menipis langsung melonjak. Karena itu pemerintah hadir lewat operasi pasar agar masyarakat tidak terbebani,” ujar Kepala Disdagkop UKM Kampar, Dendi Zulhairi.
Lonjakan harga cabai merah kini menjadi perhatian serius, bukan hanya karena berdampak pada pedagang dan konsumen, tetapi juga berpotensi memengaruhi inflasi daerah jika berlangsung lama.(ayi/kas/epp/kom)