Secara pragmatis, penelitian
yang wajib dilakukan para dosen adalah perpaduan antara pengumpulan fakta
lapangan, ketajaman analisis dan kemampuan tulis-menulis. Salah satu output-nya berupa jurnal. Namun
sayangnya budaya menulis hasil penelitian di jurnal para dosen Indonesia masih
sangat rendah (Radar Jogja, 2017)
SELAIN pendidikan dan pengabdian masyarakat, penelitian sebagai pondasi
utama penyusunan jurnal menjadi bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hanya
sedikit dosen yang bisa memanfaatkan sumber pembiayaan di luar kampus untuk
mendanai penelitian mereka.
Banyak proposal penelitian para dosen cemerlang di ide, tapi jadi jatuh
di mata reviewer karena nilai-nilai
yang diprasyaratkan tidak dilengkapi dengan baik. Sehingga harus kalah dengan
ide proposal yang biasa saja, tapi disusun dengan sempurna.
Melakukan penelitian dan menulis di jurnal akan menjadi berat bagi dosen
yang tidak memfungsikan dirinya sebagai peneliti dan penulis. Bagaimana memulai
jadi peneliti? Mulailah dari sering-sering menulis tentang keilmuwannya di
kolom-kolom media lokal, regional, nasional, maupun internasional.
Lalu kapan harus mulai belajar menulis di kolom media? Sekarang juga!
Sesering mungkin. Sembari memahami pedoman penelitian yang telah disusun per
edisi (saat ini edisi XII).
Penelitian yang dilakukan para dosen memiliki multifungsi. Pertama
fungsi akademik, yaitu untuk mengajar mahasiswa keilmuwan, soft skill, dan lainnya. Sedangkan fungsi kedua adalah social responsibility, yaitu untuk
menyelesaikan problem-problem sosial di masyarakat.
Penyelesaian sosial di masyarakat harus direspon dengan cepat. Respon
yang diberikan harus berisikan kebenaran. Aktualisasinya dalam bentuk kebijakan
berbasis pendekatan ilmu pengetahuan (scientific
approach).
Ini menjadi sangat penting karena sekarang sudah tidak bisa lagi para
akademisi hanya berasumsi atau bermain teori saja, melainkan harus mampu
mengimplementasikan hasil penelitian, mewarnai atau bahkan mengintervensi para
pengambil kebijakan guna menyelesaikan persoalan sosial masyarakat, dengan
pendekatan ilmiah (scientific approach).
Di situasi yang serba banyak berubah, dipengaruhi banyak stakeholders, beragam dinamika dan
kompleksnya tantangan di masyarakat, maka rekomendasi berbasis ilmiah (scientific based) yang jujur memiliki
posisi sangat penting, karena pendekatan ini juga lebih dapat diterima
masyarakat daripada rekomendasi berbasis selera (taste based).
Untuk itu bagi dosen yang ingin mengajukan proposal penelitian dan
mendapatkan bantuan pembiayaan dari lembaga yang relevan, harus memahami dan
menguasai terlebih dulu skim penelitian dasar dan skim penelitian terapan.
Penelitian skim dasar adalah menemukan jawaban teoritik terhadap
persoalan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan mahasiswa S1,S2, dan S3, dapat
dikategorikan penelitian dasar, yakni penelitian untuk mengembangkan
nilai-nilai akademik, melanjutkan nilai-nilai teori, melanjutkan
metodologi/membangun metodologi baru, dan mengembangkan policy option (ini agak mirip dengan terapan). Sedangkan penelitian
terapan adalah penelitian untuk menjalankan tanggung jawab sosial. Risetnya
bisa dikatakan sudah hampir ke ujung.
banyak peneliti sering salah sasaran saat pengajuan proposal penelitian.
Sehingga saat di-review oleh reviewer, nilainya langsung jatuh karena
si peneliti salah menerjemahkan pengelompokan jenis penelitiannya di dalam
pengajuan proposal.
Antara dimensi akademik penelitian dasar ke dimensi akademik terapan, sangat
berbeda. Jika tidak bisa memahami perbedaan keduanya, maka proposal para dosen
bisa ditolak reviewer. Akibatnya kita
gagal mendapatkan dukungan pembiayaan.
Perbedaan kedua skim penelitian inilah yang harus dipahami,
didiskusikan, disempurnakan secara bersama-sama. Sehingga jangan sampai ide
proposal penelitiannya sudah bagus, tapi nilainya jadi kalah dengan penelitian
yang biasa-biasa saja.
Karena proposal yang masuk ke suatu lembaga, baik pemerintah maupun
swasta, bisa berjumlah ribuan, sementara dana yang tersedia sangat terbatas.
Agar dapat diterima, maka susunlah proposal yang benar-benar akan dilirik reviewer.
Banyak peneliti sosial, bisa menyelesaikan penelitian dasar (TRL-3),
tapi setelah selesai di penelitian dasar, mengalami kebingungan saat lanjut ke
penelitian terapan (TRL 7-9). Ketika peneliti tidak berhasil menerjemahkan
penelitian dasar ke penelitian terapan, hal ini tentu sangat disayangkan.
Perlu diingat bahwa skim penelitian dasar, output-nya adalah teori. Adapun skim penelitian terapan, output-nya adalah kebijakan, rekayasa,
pemeranan, melanjutkan pemodelan agar sesuatu masalah bisa teratasi, baik
sosial, bisnis, pendidikan, dan lainnya.
Saat mengajukan proposal skim terapan,maka kita sudah bicara soal
tindak lanjut, tidak ada lagi bicara sekedar teori di sana. Orientasinya harus infuction, sebelum inovasi.
“Salah kamar†mengajukan proposal penelitian, terjadi karena dosen di universitas
terbiasa direcoki dengan penelitian dasar. Sementara peluang sumber pendanaan
banyak mengakomodir penelitian terapan. Dana yang tersedia banyak, sayang
sekali jika tidak dimanfaatkan.
Di perguruan tinggi, peneliti selama ini sering “dimanja†dengan pola
pikir teoritik. Hanya berteori saja tidak selamanya baik, karena yang
dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah hasil dari penelitian terapan dapat
kiranya menyelesaikan persoalan-persoalan mereka yang pelik.
Dosen sebaiknya tidak hanya mengajar, tapi juga harus menjadi solusi
bagi menyelesaikan masalah sosial di sekitar.Contoh sederhana, pada kasus Covid-19.
Sudah bukan waktunya para dosen hanya berteori saja, tapi mulai dipikirkan
bagaimana penerapan hasil penelitian bisa memecahkan persoalan di masyarakat
selama masa pandemi corona. Ini lebih
konkrit.
Agar penelitian bisa mendapatkan pembiayaan, harus memenuhi dua syarat,
yakni syarat administrasi dan substansi proposal. Keduanya harus sejalan. Jika
seorang peneliti secara administrasi belum bisa mengajukan penelitian, untuk
sementara ia bisa bergabung dengan rekannya yang memenuhi syarat administratif.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas juga
bisa melakukan berbagai strategi pendukung. Misal, sudah saatnya semua karya dosen
didigitalisasi ke dalam satu web. Sehingga saat diminta reviewer, link yang berisikan karya dosen sudah bisa dilihat. Dengan
begitu proposal bisa semakin mudah lolos administrasi. Akan semakin mudah lagi
bila sudah ada buku, jurnal, dll.
Untuk memulai menyusun proposal penelitian terapan, mulailah dari
memastikan penelitian dasar sudah benar. Lalu kembangkan problem yang belum
terjawab di penelitian dasar ke penelitian terapan.
Adapun kunci menulis jurnal, bisa dimulai dari alinea pertama. Jangan
membuka tulisan jurnal dengan kalimat yang bertele-tele, harus bisa dibikin
langsung menohok ke jantung hati para reviewer.
Alinea awal adalah bahan penilaian utama (highlight),
dan harus bisa menampilkan dasar rencana penelitian secara keseluruhan.
Mulailah dari sekarang menyusun road
map penelitian. Kumpulkan semangat. Bahkan jika itu artinya harus memulai
dari titik nol lagi, maka harus tetap semangat. Susun road map bukan berarti menyusun peta penelitian individual, tapi
peta penelitian institut (riset center
base).
Karenanya LPPM Universitas sangat disarankan memiliki riset center atau pusat studi. Road
map riset center berisikan sampai dimana penelitian para dosen yang sudah
ada (ujicoba atau kelayakan instrumen, dll).
Berikut 10 syarat proposal penelitian berbasis scientific:
1. Mulailah dengan problem yang jelas. Cari yang unik.
2. Awas terlanjur sesat. Harus punya problem statments dan pemecahan masalah. Saat membuka proposal,
langsung saja hantam dengan kalimat sumber masalah, teori yang dipakai, dan
permasalahan terdahulu. Fokuslah ke tema-tema yang berkaitan dengan prioritas
nasional.
3. Punya tujuan operasional. Tujuan adalah kondisi yang ingin dicapai
di ujung penelitian. Maka saat merumuskan tujuan, sesuaikan dengan penelitian
dasarnya.
4. Punya review literatur.
Wajib ada peta riset, ada peta teori. Alangkah baiknya kalau ada penelitian
dasar. Tidak perlu dijelaskan panjang lebar saat menyusun penelitian terapan,
yang penting ada literatur yang relevan dan menguatkan.
Di sini nilai komponennya paling tinggi. Maka lengkapilah dengan literatur
termutakhir dan layak dikutip. Rangkum dalam satu tabel. Tidak perlu detil,
tapi overall bisa dipahami reviewer.
Lakukan diskusi literatur, meliputi diskusi teori, diskusi penerapan
teori dan konflik hasil, membahas perbedaan-perbedaan metodologi. Inilah nanti
yang akan menjadi dasar penting saat menyusun metode penelitian.
5. Punya metode yang terpilih dengan argumentasi yang jelas. Apa yang
baru? mengapa model itu yang kita gunakan? Bagaimana merumuskannnya? Usahakan
modelnya jangan terlalu rumit, yang penting bisa memecahkan masalah. Komponen
metode ini nilainya bisa sampai 25 %. Yang dinilai biasanya bagaimana mengubah
konsep menjadi variabel.
6. Perlu pengujian. Bisa kuantitatif, bisa juga kualitatif, tergantung
dari apa yang akan diselesaikan dalam tahapan riset, meliputi: pengujian
indikator awal, pengujian setelah aktivitas “intervensiâ€, dan pengujian “penilaian
outcomes†dari dampak aktivitas.
7. Metode intervensi dalam penelitian. Jangan hanya mengutip saja,
apalagi cuma tulis definisi-definisi, tapi harus bikin rencana praktik
metodenya seperti apa, kenapa itu harus dilakukan, bagaimana penerapannya dalam
penelitian dan di lapangan.
Menarasikan metode yang digunakan dengan jelas jauh lebih penting
daripada menulis atau membahas definisi-definisi. Lebih baik jelaskan bagaimana
cara peneliti sampai ke tujuan penelitian. Karena biasanya yang terjadi saat
diuji reviewer, peneliti tidak bisa
menjawab substansi penelitian. Kebanyakan ceramah. Sehingga tidak fokus.
model dalam riset. Ajaklah orang yang bisa mengisi kelemahan dan melengkapi
kekurangan. Jangan hanya ngajak teman karena faktor kedekatan. Apakah boleh
ngajak orang pemerintahan? Sangat boleh. Justru nilai personalnya jadi tinggi.
Bisa 5-10%.
Selain itu ikuti penyusunan curiculum
vitae (CV) yang konsisten. Tak jarang lolosnya usulan penelitian karena reviewer melihat kegigihan atau profil
CV tim peneliti.
9.Pelaksanaan dengan record
dan proses yang benar. Peneliti harus menyusun dengan rasionalitas yang tinggi.
10. Setelah penelitian mendapatkan pembiayaan, maka susunlah report yang scientific, yang bisa dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sosial
di masyarakat.
Sekali lagi diingatkan, menyusun proposal penelitian jangan arahnya ke sana-sini,
tidak jelas ke mana. Harus fokus! Harus benar-benar bisa menunjukkan bahwa dosen
akan melakukan penelitian yang benar-benar membumi.
Karena sesungguhnya dalam hidup kita tidak perlu berlomba-lomba menjadi
orang hebat, tapi hendaklah berlomba-lomba menjadi orang yang bermanfaat.
“Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.†(HR Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh
al-Albani di dalam Shahihul Jami, no:3289). Ketika kita berbuat baik kepada
orang lain, manfaatnya akan kembali kepada diri kita sendiri.
Sudah saatnya para dosen “turun gunungâ€, menjadi periset. Tidak lagi
hanya melahap teori berputar di ruang diskusi, melainkan terjun langsung ke
dalam masalah, dan mengurai masalah melalui berbagai alternatif solusi.
Hidup memberi solusi jauh lebih bermanfaat bagi kehidupan sosial
masyarakat. Profesi dosen yang makin “membumi†berpeluang menambah sumber
pahala, selain hanya (misalnya) zikir dan puasa saja.
Bagi rekan-rekan dosen, mari meneliti, mari membumi, dan mari memberi
manfaat untuk negeri!***
Dr Afni Zulkifli MSi adalah Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Lancang Kuning (FIA Unilak) Pekanbaru, Riau.