JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meningkatnya jumlah sarjana yang menganggur tidak terlepas dari sistem pendidikan yang hanya fokus mengejar nilai kognisi. Melupakan pengembangan karakter yang meliputi akhlak, kecakapan, kreativitas, kemandirian, dan sikap bertanggung jawab. Pernyataan itu disampaikan oleh Dekan Psikologi Universitas Mercu Buana Muhammad Iqbal dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, kemarin (14/12).
Iqbal menunjukkan data Badan Pusat Statisk (BPS) tentang jumlah penganggur per Februari 2019 yang memang menurun jika dibandingkan dengan dua tahun lalu. Namun, dari sisi pendidikan, jumlah lulusan diploma dan universitas ternyata bertambah. Ujian yang dilakukan dianggap hanya menilai seberapa jauh seorang anak menangkap kurikulum, tapi tidak mampu menilai kecerdasan secara umum.
Menurut survei Indonesia Career Center Network (ICCN) pada 2017, 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah jurusan. Mengapa demikian? Iqbal menuturkan, para lulusan SMA tersebut lebih memikirkan gengsi masuk ke perguruan tinggi ternama. ”Jurusannya entah apa aja. Terserah,” imbuhnya.
Karena itu, ketika menjalani perkuliahan, mereka kelimpungan. Merasa tidak sesuai keinginan. Akhirnya, berpikir praktis. Yang penting lulus. Iqbal membenarkan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa sarjana belum tentu punya kompetensi.
”Kami sepakat, untuk menjadi orang sukses, tidak cukup dengan kompetensi. Tapi harus dengan akhlak dan sikap (karakter, Red). Itu yang saat ini harus disatukan dan dipadukan,” tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meningkatnya jumlah sarjana yang menganggur tidak terlepas dari sistem pendidikan yang hanya fokus mengejar nilai kognisi. Melupakan pengembangan karakter yang meliputi akhlak, kecakapan, kreativitas, kemandirian, dan sikap bertanggung jawab. Pernyataan itu disampaikan oleh Dekan Psikologi Universitas Mercu Buana Muhammad Iqbal dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, kemarin (14/12).
Iqbal menunjukkan data Badan Pusat Statisk (BPS) tentang jumlah penganggur per Februari 2019 yang memang menurun jika dibandingkan dengan dua tahun lalu. Namun, dari sisi pendidikan, jumlah lulusan diploma dan universitas ternyata bertambah. Ujian yang dilakukan dianggap hanya menilai seberapa jauh seorang anak menangkap kurikulum, tapi tidak mampu menilai kecerdasan secara umum.
- Advertisement -
Menurut survei Indonesia Career Center Network (ICCN) pada 2017, 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah jurusan. Mengapa demikian? Iqbal menuturkan, para lulusan SMA tersebut lebih memikirkan gengsi masuk ke perguruan tinggi ternama. ”Jurusannya entah apa aja. Terserah,” imbuhnya.
Karena itu, ketika menjalani perkuliahan, mereka kelimpungan. Merasa tidak sesuai keinginan. Akhirnya, berpikir praktis. Yang penting lulus. Iqbal membenarkan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa sarjana belum tentu punya kompetensi.
- Advertisement -
”Kami sepakat, untuk menjadi orang sukses, tidak cukup dengan kompetensi. Tapi harus dengan akhlak dan sikap (karakter, Red). Itu yang saat ini harus disatukan dan dipadukan,” tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman