Jumat, 20 September 2024

Korban Meninggal Insiden Mei 10 Orang

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap fakta baru terkait peristiwa kerusuhan 21-23 Mei. Salah satunya jumlah korban meninggal sebanyak 10 orang dari sebelumnya hanya sembilan orang versi kepolisian. Korban tewas itu sembilan di antaranya karena terjangan peluru tajam. Sementara satu korban meninggal akibat pukulan benda tumpul.

 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara memaparkan korban meninggal itu tidak hanya buntut aksi demonstrasi 21-23 Mei di depan gedung Bawaslu Jakarta, tapi juga di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Kala itu, gelaran aksi massa berkaitan dengan hasil pemilihan presiden (pilpres) 2019. "Korban meninggal empat di antaranya anak-anak," kata Beka, kemarin (28/10).

Sampai saat ini polisi belum berhasil mengungkap siapa pelaku penembakan dan pemukulan terhadap 10 korban meninggal tersebut. Itu lah yang menjadi dasar Komnas HAM menerjunkan tim pencari fakta (TPF) untuk mengumpulkan data terkait insiden nahas tersebut. "Penembakan terhadap 9 warga sipil itu diduga dilakukan oleh orang terlatih," ungkapnya.

- Advertisement -

Anehnya, Komnas HAM tidak mengungkap siapa orang terlatih yang diduga melakukan penembakan. Beka hanya menyebut kesimpulan itu diperoleh dari hasil rekonstruksi yang menunjukkan adanya kesamaan pola penembakan. Yakni dari samping. Sementara posisi polisi ada di depan kelompok massa. "Itu saya kira membuktikan mereka terorganisir," jelasnya.

Baca Juga:  IPhone 13 Berselancar di Jaringan 5G, Ini Cara Pengaturannya

Beka menyebut pihaknya masih menerima informasi lain tentang hasil temuan tersebut. Termasuk indikasi bahwa kelompok terlatih itu terafiliasi dengan aparat keamanan yang tidak berada di barisan polisi saat aksi massa berlangsung. Indikasi itu merujuk pada pengetahuan umum bahwa pelatihan menembak selama ini kerap kali melibatkan aparat.

- Advertisement -

"Kalau ada indikasi lain kami masih terbuka lebar untuk kemudian menerima data dan fakta tambahan yang bisa memperkuat temuan Komnas HAM," ujarnya. Beka menyebut insiden penembakan itu disinyalir telah direncanakan jauh-jauh hari dengan memanfaatkan situasi chaos pada 22 Mei. "Dalam situasi penuh kerumunan massa akan sangat sulit mengidentifikasi pelaku," imbuhnya.

Selain korban meninggal, TPF Komnas HAM menemukan fakta terkait 32 orang yang dilaporkan hilang setelah kerusuhan 21-23 Mei. Penelusuran TPF, 32 orang itu telah ditemukan keberadaannya. Yakni ada yang ditangkap dan ditahan polisi, dilakukan diversi ke panti sosial anak, dan dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana.

TPF juga menemukan fakta terkait kekerasan oleh oknum anggota polisi. Di antaranya terjadi di Jalan Kota Bambu Utara I Jakarta Barat pada 23 Mei dan di Kampung Bali. Menurut Komnas HAM, tindakan brutal itu terjadi karena anggota Polri yang bertugas tidak mampu mengendalikan emosi akibat kelelahan berlebih dalam menangani aksi massa selama dua malam berturut-turut.

Baca Juga:  FPI Menolak Pemindahan Ibu Kota, Ini Alasannya

"Prosedur lintas ganti untuk memastikan kondisi psikis dan jasmani pasukan Polri tidak berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan pasukan pengganti," terangnya. Beka menegaskan tindakan represif dengan alasan tersebut sejatinya tidak bisa dibenarkan. "Karena itu pimpinan Polri harus mengambil tindakan hukum atas semua peristiwa kekerasan tersebut," imbuhnya.

Beka menambahkan, kerusuhan pada Mei tersebut diduga dipengaruhi oleh informasi di media sosial (medsos). Informasi itu ditengarai sengaja didesain secara sistematis sebelum, pada saat, dan setelah insiden 21-23 Mei. "Anak-anak yang terlibat dalam kekerasan dan menjadi korban dalam peristiwa itu merupakan pengguna aktif media sosial," paparnya.

Komnas HAM pun meminta Presiden Joko Widodo mengambil langkah strategis untuk mencegah terulangnya peristiwa itu. Presiden harus memastikan Polri menindaklanjuti proses hukum terhadap semua pelaku yang telah mendorong terjadinya kekerasan. "Kepala kepolisian harus mengungkap pelaku utama yang merancang dan bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan itu," tuturnya.(tyo/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap fakta baru terkait peristiwa kerusuhan 21-23 Mei. Salah satunya jumlah korban meninggal sebanyak 10 orang dari sebelumnya hanya sembilan orang versi kepolisian. Korban tewas itu sembilan di antaranya karena terjangan peluru tajam. Sementara satu korban meninggal akibat pukulan benda tumpul.

 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara memaparkan korban meninggal itu tidak hanya buntut aksi demonstrasi 21-23 Mei di depan gedung Bawaslu Jakarta, tapi juga di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Kala itu, gelaran aksi massa berkaitan dengan hasil pemilihan presiden (pilpres) 2019. "Korban meninggal empat di antaranya anak-anak," kata Beka, kemarin (28/10).

Sampai saat ini polisi belum berhasil mengungkap siapa pelaku penembakan dan pemukulan terhadap 10 korban meninggal tersebut. Itu lah yang menjadi dasar Komnas HAM menerjunkan tim pencari fakta (TPF) untuk mengumpulkan data terkait insiden nahas tersebut. "Penembakan terhadap 9 warga sipil itu diduga dilakukan oleh orang terlatih," ungkapnya.

Anehnya, Komnas HAM tidak mengungkap siapa orang terlatih yang diduga melakukan penembakan. Beka hanya menyebut kesimpulan itu diperoleh dari hasil rekonstruksi yang menunjukkan adanya kesamaan pola penembakan. Yakni dari samping. Sementara posisi polisi ada di depan kelompok massa. "Itu saya kira membuktikan mereka terorganisir," jelasnya.

Baca Juga:  Koalisi Save KPK Siap Tarung di MK

Beka menyebut pihaknya masih menerima informasi lain tentang hasil temuan tersebut. Termasuk indikasi bahwa kelompok terlatih itu terafiliasi dengan aparat keamanan yang tidak berada di barisan polisi saat aksi massa berlangsung. Indikasi itu merujuk pada pengetahuan umum bahwa pelatihan menembak selama ini kerap kali melibatkan aparat.

"Kalau ada indikasi lain kami masih terbuka lebar untuk kemudian menerima data dan fakta tambahan yang bisa memperkuat temuan Komnas HAM," ujarnya. Beka menyebut insiden penembakan itu disinyalir telah direncanakan jauh-jauh hari dengan memanfaatkan situasi chaos pada 22 Mei. "Dalam situasi penuh kerumunan massa akan sangat sulit mengidentifikasi pelaku," imbuhnya.

Selain korban meninggal, TPF Komnas HAM menemukan fakta terkait 32 orang yang dilaporkan hilang setelah kerusuhan 21-23 Mei. Penelusuran TPF, 32 orang itu telah ditemukan keberadaannya. Yakni ada yang ditangkap dan ditahan polisi, dilakukan diversi ke panti sosial anak, dan dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana.

TPF juga menemukan fakta terkait kekerasan oleh oknum anggota polisi. Di antaranya terjadi di Jalan Kota Bambu Utara I Jakarta Barat pada 23 Mei dan di Kampung Bali. Menurut Komnas HAM, tindakan brutal itu terjadi karena anggota Polri yang bertugas tidak mampu mengendalikan emosi akibat kelelahan berlebih dalam menangani aksi massa selama dua malam berturut-turut.

Baca Juga:  Mitsubishi Outlander PHEV Mampu Suplai Listrik saat Bencana

"Prosedur lintas ganti untuk memastikan kondisi psikis dan jasmani pasukan Polri tidak berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan pasukan pengganti," terangnya. Beka menegaskan tindakan represif dengan alasan tersebut sejatinya tidak bisa dibenarkan. "Karena itu pimpinan Polri harus mengambil tindakan hukum atas semua peristiwa kekerasan tersebut," imbuhnya.

Beka menambahkan, kerusuhan pada Mei tersebut diduga dipengaruhi oleh informasi di media sosial (medsos). Informasi itu ditengarai sengaja didesain secara sistematis sebelum, pada saat, dan setelah insiden 21-23 Mei. "Anak-anak yang terlibat dalam kekerasan dan menjadi korban dalam peristiwa itu merupakan pengguna aktif media sosial," paparnya.

Komnas HAM pun meminta Presiden Joko Widodo mengambil langkah strategis untuk mencegah terulangnya peristiwa itu. Presiden harus memastikan Polri menindaklanjuti proses hukum terhadap semua pelaku yang telah mendorong terjadinya kekerasan. "Kepala kepolisian harus mengungkap pelaku utama yang merancang dan bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan itu," tuturnya.(tyo/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari