TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) – Babak akhir kasus penganiayaan terhadap ZR, balita berusia 2 tahun di Desa Beringin Taluk, Kecamatan Kuantan Tengah, akhirnya tuntas di meja hijau. Pengadilan Negeri Telukkuantan menjatuhkan vonis 19 tahun penjara serta denda Rp1 miliar kepada Alpino Yoki Saputra, terdakwa utama dalam kasus kekerasan yang menewaskan anak asuhnya tersebut.
Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar Kamis (11/12), dipimpin Hakim Ketua Subiar Teguh Wijaya bersama dua hakim anggota, Widya Helniha dan Riri Lastiar Situmorang. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riva Cahya Limba yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman 18 tahun penjara.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp1 miliar kepada Alpino Yoki Saputra dengan subsider tiga bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan terdakwa tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan tindakan tidak bermoral dan tidak manusiawi terhadap anak yang seharusnya dilindungi.
Sementara itu, istri terdakwa, Yogi Pratiwi, yang disidangkan dalam berkas terpisah, divonis lima tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti melakukan pembiaran atas rangkaian kekerasan yang dilakukan suaminya terhadap balita tersebut, meskipun tidak secara langsung melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian korban.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Telukkuantan, Aulia Rifqi Hidayat SH, menjelaskan bahwa dalam persidangan terungkap korban dititipkan oleh ibu kandungnya kepada pasangan suami istri tersebut sejak 25 Mei 2025 untuk diasuh. Namun selama masa pengasuhan, korban kerap mengalami kekerasan fisik dan psikis akibat emosi para terdakwa.
Puncak kekerasan terjadi pada 10 Juni 2025 dini hari, ketika korban terbangun dan menangis. Rangkaian kekerasan yang dilakukan terdakwa Alpino menyebabkan korban mengalami cedera kepala berat hingga koma. Korban sempat dibawa ke fasilitas kesehatan dengan keterangan palsu sebelum akhirnya meninggal dunia pada 11 Juni 2025.
Hasil autopsi mengungkap adanya cedera kepala berat disertai pendarahan otak, serta temuan kekerasan seksual dan luka-luka lain yang menandakan korban mengalami kekerasan berulang. Fakta persidangan juga mengungkap bahwa terdakwa Alpino sebelumnya mengonsumsi narkotika jenis sabu, yang menjadi faktor pemberat hukuman.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa menyatakan menerima dan tidak mengajukan upaya hukum. Penuntut umum menerima putusan terhadap Alpino, namun menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada Yogi Pratiwi. (DAC)



