Sabtu, 26 April 2025
spot_img

DPR: Perlu Langkah Konkret  ASEAN Terkait Kudeta Myanmar

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai perlu langkah konkret para pemimpin ASEAN untuk mendesak elite di Myanmar menahan diri dan membuka dialog dengan kelompok demonstran guna mencegah jatuhnya korban jiwa semakin banyak di negara tersebut.

"Krisis politik di Myanmar yang berawal dari kudeta militer terhadap pemerintahan dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk, jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elite militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog," kata Sukamta dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (13/3/2021).

Dia menilai situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elite politik yang berkuasa di Myanmar.

Baca Juga:  Hasto Tolak Rezim Sekarang Disamakan dengan Orde Baru

Kondisi itu, menurut dia, bisa menyulitkan adanya kompromi antarpihak di Myanmar, dan penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan pihak militer, karena itu perlu langkah konkret pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu memberikan apresiasi positif terhadap langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.

"Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN, saya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar," ujarnya pula.

Sukamta menjelaskan, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.

Baca Juga:  Apartemen Nyoman Dhamantra di Permata Hijau Digeladah KPK

"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar elite berkuasa di Myanmar," katanya lagi.

Namun, dia juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myanmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.

Dia menilai, tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan, meskipun ada prinsip "non-interfere" dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM.

Menurut dia, Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan demokrasi menjadi agenda utama ASEAN.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai perlu langkah konkret para pemimpin ASEAN untuk mendesak elite di Myanmar menahan diri dan membuka dialog dengan kelompok demonstran guna mencegah jatuhnya korban jiwa semakin banyak di negara tersebut.

"Krisis politik di Myanmar yang berawal dari kudeta militer terhadap pemerintahan dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk, jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elite militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog," kata Sukamta dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (13/3/2021).

Dia menilai situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elite politik yang berkuasa di Myanmar.

Baca Juga:  Nama Tetty Ternyata Ada di Kasus Suap Bowo Golkar

Kondisi itu, menurut dia, bisa menyulitkan adanya kompromi antarpihak di Myanmar, dan penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan pihak militer, karena itu perlu langkah konkret pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu memberikan apresiasi positif terhadap langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.

"Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN, saya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar," ujarnya pula.

Sukamta menjelaskan, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.

Baca Juga:  Bertarung 2020, PDIP Sudah Siapkan Sejumlah Nama

"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar elite berkuasa di Myanmar," katanya lagi.

Namun, dia juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myanmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.

Dia menilai, tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan, meskipun ada prinsip "non-interfere" dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM.

Menurut dia, Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan demokrasi menjadi agenda utama ASEAN.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

DPR: Perlu Langkah Konkret  ASEAN Terkait Kudeta Myanmar

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai perlu langkah konkret para pemimpin ASEAN untuk mendesak elite di Myanmar menahan diri dan membuka dialog dengan kelompok demonstran guna mencegah jatuhnya korban jiwa semakin banyak di negara tersebut.

"Krisis politik di Myanmar yang berawal dari kudeta militer terhadap pemerintahan dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk, jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elite militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog," kata Sukamta dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (13/3/2021).

Dia menilai situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elite politik yang berkuasa di Myanmar.

Baca Juga:  KSP Bantah Pencopotan Refly dari Komut Pelindo karena Unsur Politik

Kondisi itu, menurut dia, bisa menyulitkan adanya kompromi antarpihak di Myanmar, dan penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan pihak militer, karena itu perlu langkah konkret pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu memberikan apresiasi positif terhadap langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.

"Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN, saya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar," ujarnya pula.

Sukamta menjelaskan, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.

Baca Juga:  Prabowo Jumpa Jokowi, Amien Rais: Kok Tiba-tiba Nyelonong

"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar elite berkuasa di Myanmar," katanya lagi.

Namun, dia juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myanmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.

Dia menilai, tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan, meskipun ada prinsip "non-interfere" dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM.

Menurut dia, Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan demokrasi menjadi agenda utama ASEAN.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai perlu langkah konkret para pemimpin ASEAN untuk mendesak elite di Myanmar menahan diri dan membuka dialog dengan kelompok demonstran guna mencegah jatuhnya korban jiwa semakin banyak di negara tersebut.

"Krisis politik di Myanmar yang berawal dari kudeta militer terhadap pemerintahan dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk, jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elite militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog," kata Sukamta dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (13/3/2021).

Dia menilai situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elite politik yang berkuasa di Myanmar.

Baca Juga:  Apartemen Nyoman Dhamantra di Permata Hijau Digeladah KPK

Kondisi itu, menurut dia, bisa menyulitkan adanya kompromi antarpihak di Myanmar, dan penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan pihak militer, karena itu perlu langkah konkret pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu memberikan apresiasi positif terhadap langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.

"Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN, saya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar," ujarnya pula.

Sukamta menjelaskan, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.

Baca Juga:  Ini Kata TKN, Saat Posisi Maruf Amin Di Dua Bank Diserang

"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar elite berkuasa di Myanmar," katanya lagi.

Namun, dia juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myanmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.

Dia menilai, tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan, meskipun ada prinsip "non-interfere" dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM.

Menurut dia, Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan demokrasi menjadi agenda utama ASEAN.

Sumber: JPNN/Antara/JPG
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari