Kamis, 9 Mei 2024

Kepemimpinan Abnormal dan Dinasti Kekuasaan

RIAUPOS.CO – Menjadi pemimpin yang sukses adalah pilihan, bukan kebetulan dan bukan sesuatu yang diperoleh tanpa perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh. Pemimpin pun selalu dihadapkan dengan “sindrom pengorbanan”, yang mengarah pada tekanan atas kekuasaan yang dipegangnya. Karena itu Ia harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: sikap seperti apa yang dituntut dan harus dikembangkan pada dirinya, bagaimana ia harus memperlakukan bawahannya agar mereka tidak tertekan dalam menjalankan tugas rutinnya.

Bagaimana menentukan dan menempatkan staf pada posisi yang sesuai, membagi tugas secara merata serta mengarahkan mereka dalam menjalankan tugasnya. Ia juga harus mampu melakukan komunikasi secara efektif, mengambil keputusan secara tepat dan cepat, memotivasi seluruh staf, mengelola konflik dan berbagai kemampuan lain yang mendukung tugas kepemimpinannya. Karena itu para pemimpin harus selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta membangun karakter. Hanya dengan itulah seorang pemimpin dapat menjadi “orangtua” yang baik bagi timnya untuk mencapai berbagai tujuan yang di cita-citakan.

Yamaha

Idealnya seorang pemimpin tidaklah sering mengeluh, baik tentang pekerjaannya maupun tentang perilaku karyawannya. hadapi pekerjaan dan jalankan semua prosedur pekerjaan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Untuk menjawab berbagai tantangan dan tekanan dalam pekerjaan, pemimpin harus memiliki modal kuat yakni mau dan mampu menjalankan wewenang kepemimpinannya dengan mendasarkan diri pada prinsip 3 N (Nalar, Naluri dan Nurani)

Setiap tindakan dan perilakunya hendaknya lebih mengedepankan asas obyektifitas, keadilan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bermoral dan bermartabat, serta mampu melakukan adaptasi diri dengan kondisi lingkungannya. Proses mencapai kepemimpinan tersebut tentu tidaklah mudah, lakukan potret diri, jangan pernah beranggapan seolah-olah dirinya yang paling benar dan paling mengetahui; yang lainnya dianggap salah.

Ingatlah bahwa diri kita sekarang ini berstatus sebagai pemimpin yang menjadi teladan dan panutan. Keputusannya berdampak besar, suaranya selalu didengar, dan semua orang akan menyoroti apa yang diputuskannya. Tahta kekuasaan sifatnya sementara tidak kekal dan abadi, sehingga janganlah berkonspirasi dan merekayasa untuk ingin terus mempertahankan kekuasananya dan membangun dinasti kekuasaan.

- Advertisement -

Mengapa mereka ingin mempertahankan dinasti kekuasaan? Pertama, sedari awal keinginan menjadi pemimpin tidak mempunyai niat untuk melakukan pengabdian pada negeri ini. Yang ia targetkan adalah bisa duduk sebagai pemimpin, meskipun ia harus berjuang dengan segala pengorbanan demi meraih cita-cita.

Baca Juga:  Pilkada 2020: Saling Klaim Dukungan

Kedua, ia merasakan bahwa menjadi pemimpin rupanya enak dan mengenakkan. Semua orang menghargainya, semua kebutuhan hidupnya telah dipenuhi, Kemanapun pergi telah ada yang mengatur dan menemaninya. Imbalan secara financialpun sangat memadai dan bahkan bisa mengantarkan yang bersangkutan menjadi kaya raya.

- Advertisement -

Ketiga, naluri rasa takut masih tetap melekat pada dirinya, sehingga jika kekuasaan jatuh pada orang lain atau kelompok lain, perilaku mal praktek yang diperbuat selama memegang kekuasaan akan terbongkar oleh pihak lain yang bukan kelompoknya. Karena itu yang bersangkutan berusaha mati-matian untuk mempertahankan dinasti kekuasaannya.

Keempat, pemimpin terlalu banyak menerima bisikan orang-orang dekat yang merasa berjasa. Banyaknya orang-orang disekitar mereka yang menanam budi baik atas suksenya ia menjadi pemimpin. Mau tidak mau sang pemimpin berupaya untuk membagi-bagi jabatan dengan orang-orang yang telah berjasa kepadanya sehingga muncullah pemikiran melakukan regenerasi kepemimpinan yang mengarah pada lahirnya dinasiti kekuasaan. Ia terpaksa demi keamanan dirinya harus mengangkat anggota timnya yang berjasa mengantarkan ke tampuk pimpinan.

Kelima, sang pemimpin sendiri enggan membangun sebuah sistem yang kondusif yang bisa mendorong orang di seputarnya untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya. Ia dihadapkan dengan persoalan politis, sehingga cenderung menjalankan praktik-praktik diskriminasi yang tidak profesional.

Keenam, Sang pemimpin memiliki agenda pribadi yang bersembunyi sehingga dalam menjalankan kepemimpinan menabrak aturan yang berlaku. Agenda pribadi sering bertabrakan dengan nilai-nilai idealism, dan melahirkan keputusan yang kontroversial. Masih banyak alasan lain yang mengarah pada lahirnya politik dinasi kekuasaan.

Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Tuhan yang nantinya harus dipertanggungjawabkan. Karena itu, siapa pun anda, di mana pun berada dan apa pun jabatan anda, kiranya harus menyadari tentang prinsip kepemimpinan. Kepemimpinan bukan semata persoalan memimpin Negara atau partai politik.

Kesuksesan memimpin diri sendiri merupakan persyaratan utama sebelum memimpin orang lain. Pada struktur masyarakat modern seperti sekarang ini ada satu indikasi penonjolan sifat individualisme, adanya ambisi yang besar untuk menjadi pemimpin demi kesenangan dan kepentingan diri sendiri. Mengutip istilah Bambang Tri cahyo jiwa seperti ini merupakan pencerminan dari apa yang dinamakan dengan kepemimpinan abnormal. Mereka memunculkan diri dan sangat ambisius, memungkinkan munculnya individu-individu ingin cepat meraih karir menduduki jabatan strategis, merasa senang menguasai orang lain dan memaksakan kehendaknya pada orang lain. Semakin banyak tipologi pemimpin seperti ini maka akan merusak iklim psikis organisasi, menurunkan produktivitas, menimbulkan frustasi karyawan, keresahan social dan konflik berkepanjangan.

Baca Juga:  Mata Lebah dan Mata Lalat

Salah satu bahaya terbesar yang dihadapi oleh para pemimpin adalah saat yang bersangkutan memegang kekuasaan, ada kecenderungan mereka merasa dirinya hebat dan merasa puas dengan pencapaiannya saat ini. Sebagai seorang pemimpin, Anda tidak akan mampu mencapai keberhasilan dengan tanpa orang lain, karena itu keberhasilan anda sangat ditentukan oleh kekompakan tim. Bangunlah tim secara professional dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Karena itu seorang pemimpin harus mencari dan memilih tim yang jujur, bertanggungjawab, memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi, semangat yang tinggi, tidak suka mengeluh, dan siap menerima perubahan kearah yang lebih baik. Pemimpin yang baik mendorong para pengikutnya untuk memberitahu apa yang perlu ia ketahui, bukannya apa yang ingin didengarkannya.

Unsur terpenting dalam meraih sukses dari seorang pemimpin yakni mengetahui bagaimana menjalin hubungan baik dengan orang lain. mampu melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, mampu melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan mampu melihat sebelum yang lainnya melihat.

ada akhirnya berhasil atau tidaknya seorang pemimpin dapat diukur dari seberapa berhasilnya dia dalam melakukan proses regenerasi. John C Maxwell mengatakan “nilai seorang pemimpin yang langgeng akan diukur oleh suksesi”. Regenerasi tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi memerlukan proses. Pemimpin perlu mengawal proses tersebut sehingga mampu menciptakan pemimpin baru yang siap untuk menggantikan dirinya untuk masa depan secara ideal dan professional.***

Oleh: Machasin, Dosen Prodi Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unri

RIAUPOS.CO – Menjadi pemimpin yang sukses adalah pilihan, bukan kebetulan dan bukan sesuatu yang diperoleh tanpa perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh. Pemimpin pun selalu dihadapkan dengan “sindrom pengorbanan”, yang mengarah pada tekanan atas kekuasaan yang dipegangnya. Karena itu Ia harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: sikap seperti apa yang dituntut dan harus dikembangkan pada dirinya, bagaimana ia harus memperlakukan bawahannya agar mereka tidak tertekan dalam menjalankan tugas rutinnya.

Bagaimana menentukan dan menempatkan staf pada posisi yang sesuai, membagi tugas secara merata serta mengarahkan mereka dalam menjalankan tugasnya. Ia juga harus mampu melakukan komunikasi secara efektif, mengambil keputusan secara tepat dan cepat, memotivasi seluruh staf, mengelola konflik dan berbagai kemampuan lain yang mendukung tugas kepemimpinannya. Karena itu para pemimpin harus selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta membangun karakter. Hanya dengan itulah seorang pemimpin dapat menjadi “orangtua” yang baik bagi timnya untuk mencapai berbagai tujuan yang di cita-citakan.

Idealnya seorang pemimpin tidaklah sering mengeluh, baik tentang pekerjaannya maupun tentang perilaku karyawannya. hadapi pekerjaan dan jalankan semua prosedur pekerjaan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Untuk menjawab berbagai tantangan dan tekanan dalam pekerjaan, pemimpin harus memiliki modal kuat yakni mau dan mampu menjalankan wewenang kepemimpinannya dengan mendasarkan diri pada prinsip 3 N (Nalar, Naluri dan Nurani)

Setiap tindakan dan perilakunya hendaknya lebih mengedepankan asas obyektifitas, keadilan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bermoral dan bermartabat, serta mampu melakukan adaptasi diri dengan kondisi lingkungannya. Proses mencapai kepemimpinan tersebut tentu tidaklah mudah, lakukan potret diri, jangan pernah beranggapan seolah-olah dirinya yang paling benar dan paling mengetahui; yang lainnya dianggap salah.

Ingatlah bahwa diri kita sekarang ini berstatus sebagai pemimpin yang menjadi teladan dan panutan. Keputusannya berdampak besar, suaranya selalu didengar, dan semua orang akan menyoroti apa yang diputuskannya. Tahta kekuasaan sifatnya sementara tidak kekal dan abadi, sehingga janganlah berkonspirasi dan merekayasa untuk ingin terus mempertahankan kekuasananya dan membangun dinasti kekuasaan.

Mengapa mereka ingin mempertahankan dinasti kekuasaan? Pertama, sedari awal keinginan menjadi pemimpin tidak mempunyai niat untuk melakukan pengabdian pada negeri ini. Yang ia targetkan adalah bisa duduk sebagai pemimpin, meskipun ia harus berjuang dengan segala pengorbanan demi meraih cita-cita.

Baca Juga:  Sering Diidentikkan dengan Konten Negatif, Buzzer Juga Miliki Dampak Positif

Kedua, ia merasakan bahwa menjadi pemimpin rupanya enak dan mengenakkan. Semua orang menghargainya, semua kebutuhan hidupnya telah dipenuhi, Kemanapun pergi telah ada yang mengatur dan menemaninya. Imbalan secara financialpun sangat memadai dan bahkan bisa mengantarkan yang bersangkutan menjadi kaya raya.

Ketiga, naluri rasa takut masih tetap melekat pada dirinya, sehingga jika kekuasaan jatuh pada orang lain atau kelompok lain, perilaku mal praktek yang diperbuat selama memegang kekuasaan akan terbongkar oleh pihak lain yang bukan kelompoknya. Karena itu yang bersangkutan berusaha mati-matian untuk mempertahankan dinasti kekuasaannya.

Keempat, pemimpin terlalu banyak menerima bisikan orang-orang dekat yang merasa berjasa. Banyaknya orang-orang disekitar mereka yang menanam budi baik atas suksenya ia menjadi pemimpin. Mau tidak mau sang pemimpin berupaya untuk membagi-bagi jabatan dengan orang-orang yang telah berjasa kepadanya sehingga muncullah pemikiran melakukan regenerasi kepemimpinan yang mengarah pada lahirnya dinasiti kekuasaan. Ia terpaksa demi keamanan dirinya harus mengangkat anggota timnya yang berjasa mengantarkan ke tampuk pimpinan.

Kelima, sang pemimpin sendiri enggan membangun sebuah sistem yang kondusif yang bisa mendorong orang di seputarnya untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya. Ia dihadapkan dengan persoalan politis, sehingga cenderung menjalankan praktik-praktik diskriminasi yang tidak profesional.

Keenam, Sang pemimpin memiliki agenda pribadi yang bersembunyi sehingga dalam menjalankan kepemimpinan menabrak aturan yang berlaku. Agenda pribadi sering bertabrakan dengan nilai-nilai idealism, dan melahirkan keputusan yang kontroversial. Masih banyak alasan lain yang mengarah pada lahirnya politik dinasi kekuasaan.

Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Tuhan yang nantinya harus dipertanggungjawabkan. Karena itu, siapa pun anda, di mana pun berada dan apa pun jabatan anda, kiranya harus menyadari tentang prinsip kepemimpinan. Kepemimpinan bukan semata persoalan memimpin Negara atau partai politik.

Kesuksesan memimpin diri sendiri merupakan persyaratan utama sebelum memimpin orang lain. Pada struktur masyarakat modern seperti sekarang ini ada satu indikasi penonjolan sifat individualisme, adanya ambisi yang besar untuk menjadi pemimpin demi kesenangan dan kepentingan diri sendiri. Mengutip istilah Bambang Tri cahyo jiwa seperti ini merupakan pencerminan dari apa yang dinamakan dengan kepemimpinan abnormal. Mereka memunculkan diri dan sangat ambisius, memungkinkan munculnya individu-individu ingin cepat meraih karir menduduki jabatan strategis, merasa senang menguasai orang lain dan memaksakan kehendaknya pada orang lain. Semakin banyak tipologi pemimpin seperti ini maka akan merusak iklim psikis organisasi, menurunkan produktivitas, menimbulkan frustasi karyawan, keresahan social dan konflik berkepanjangan.

Baca Juga:  Pemkab Bengkalis Berikan Layanan Armada Roro 24 Jam

Salah satu bahaya terbesar yang dihadapi oleh para pemimpin adalah saat yang bersangkutan memegang kekuasaan, ada kecenderungan mereka merasa dirinya hebat dan merasa puas dengan pencapaiannya saat ini. Sebagai seorang pemimpin, Anda tidak akan mampu mencapai keberhasilan dengan tanpa orang lain, karena itu keberhasilan anda sangat ditentukan oleh kekompakan tim. Bangunlah tim secara professional dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Karena itu seorang pemimpin harus mencari dan memilih tim yang jujur, bertanggungjawab, memiliki loyalitas dan integritas yang tinggi, semangat yang tinggi, tidak suka mengeluh, dan siap menerima perubahan kearah yang lebih baik. Pemimpin yang baik mendorong para pengikutnya untuk memberitahu apa yang perlu ia ketahui, bukannya apa yang ingin didengarkannya.

Unsur terpenting dalam meraih sukses dari seorang pemimpin yakni mengetahui bagaimana menjalin hubungan baik dengan orang lain. mampu melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, mampu melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan mampu melihat sebelum yang lainnya melihat.

ada akhirnya berhasil atau tidaknya seorang pemimpin dapat diukur dari seberapa berhasilnya dia dalam melakukan proses regenerasi. John C Maxwell mengatakan “nilai seorang pemimpin yang langgeng akan diukur oleh suksesi”. Regenerasi tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi memerlukan proses. Pemimpin perlu mengawal proses tersebut sehingga mampu menciptakan pemimpin baru yang siap untuk menggantikan dirinya untuk masa depan secara ideal dan professional.***

Oleh: Machasin, Dosen Prodi Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unri

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari