Minggu, 7 Juli 2024

Welcome Home Irjen Iqbal

Ungkapan welcome home tak hanya bermakna ucapan selamat datang kembali di rumah. Lebih dari itu, ungkapan tersebut merupakan bentuk ekspresi yang menggambarkan sebuah kegembiraan diiringi rasa syukur kembalinya karib kerabat yang sudah lama merantau jauh.

Berlebihan? Tidak. Seperti dikutip berbagai media, Irjen Iqbal sendiri menyebut, “Saya bersyukur dan saya bahagia ketemu sabahat lama, saya pulang kampung dan ketemu kawan-kawan lama.” Gayung bersambut. Dilantiknya Irjen Pol Mohammad Iqbal sebagai Kapolda Riau menggantikan Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi ditanggapi dengan rasa sukacita berbagai kalangan di Riau. Oleh karena itulah kedatangannya disambut hangat dengan kalungan bunga, dan dipakaikan tanjakoleh Lembaga Adat Melayu Riau. Dijadwalkan, LAM Riau akan menyelenggarakan pula upacara tepuk tepung tawar bagi Irjen Iqbal.

- Advertisement -

Riau tak asing bagi Irjen Iqbal. Ia memang pernah cukup lama bertugas di Bumi Lancang Kuning, yakni dalam rentang waktu 2000 sampai 2005. Selama rentang waktu tersebut ia beberapa kali memegang jabatan di jajaran Polda Riau. Pertama datang ke Riau, perwira muda Iqbal memegang jabatan Kasat Lantas Poltabes Pekanbaru, kemudian promosi menjadi Wakapolres Dumai, dan terakhir menjabat sebagai Koorspri Kapolda (Riau), untuk selanjutnya meninggalkan Riau guna mengikuti pendidikan Sekolah Pimpinan Polri.

Ekspektasi masyarakat Riau yang tinggi terhadap Irjen Iqbal cukup beralasan. Sebab masyarakat Riau meyakini Irjen Iqbal tak memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan karakteristik wilayah dan budaya masyarakatnya. Irjen Iqbal sudah cukup paham seluk beluk Riau. Namun demikian perlu kita pahami bersama, tantangan bagi Irjen Iqbal rasanya tidak ringan. Kali ini Irjen Iqbal hadir ketika perubahan cepat sedang terjadi di tengah masyarakat yang tentunya dijaganya baik-baik. Penyakit masyarakat konvensional, memang masih yang itu-itu juga, seperti narkoba, illegal logging, penyerobotan lahan, karhutla, sengketa lahan, korupsi, premanisme, dan sebagainya.

Baca Juga:  Pemanasan Global Sudah di Sini

Penyakit-penyakit masyarakat ini, kendati anatominya tak persis sama dengan masa lalu, tapi jelas wujudnya. Siapa melakukan apa, dan bagaimana, mudah diidentifikasi. Tetapi perubahan cepat yang terjadi di tengah masyarakat yang disebabkan persaingan, demokratisasi, dinamika politik, keterbukaan, kecanggihan media komunikasi (mediaonline dan medsos) dan perangkat IT –  semuanya dalam dosis berlebihan, telah menghadirkan gangguan kamtibmas lain yang absurd, tak jelas, alias abu-abu, yakni apa yang disebut kejahatan dunia maya (cyber crime). Opini, pemutarbalikan fakta, fitnah, hoax, dalam kemasan transaksi elektronik, campur aduk membingungkan.

- Advertisement -

Riau dengan lingkungan seperti itulah yang sekarang dihadapi oleh Irjen Iqbal. Kita sama sekali tidak meragukan profesionalisme jajaran kepolisian untuk menjaga kamtibmas, agar masyarakat bisa hidup aman, damai, dan tenteram. Namun bila diibaratkan, kejahatan itu seperti serigala yang melolong di tengah malam buta, serigala ini bisa mati dan jelas kuburnya, tapi serigala lain yang ada dalam diri manusia berupa sifat buruk, tak jelas wujudnya, dan tak ada mati-matinya. Dan ini tidak mudah dikenali. Apalagi kemudian, dengan segala macam dalih kebebasan, kecanggihan IT digunakan untuk pencemaran nama baik, membunuh karakter dan menghina seseorang.

Baca Juga:  Inovasi Pembelajaran di Masa Pandemi

Namun panjang tali lebih panjanglagi akal manusia sebagaimakhluk pemikir. Pendekatankolaboratif dalam penyelesaianberbagai masalah guna mendukungpembangunan yang disebutIrjen Iqbal adalah pendekatanyang tepat. Apalagi pendekatankolaboratif itu dibingkai nilai-nilaiadat kebudayaan Melayu.

Sebagai putra kelahiran daratan Palembang dari mana Melayu tua berasal, Irjen Iqbal tentu pernah membaca atau mendengar Prasasti Bukit Siguntang yang dibuhul Sang Sapurba dengan Demang Lebar Daun, bahwa orang-orang Melayu tidak akan pernah durhaka kepada rajanya. Jika mereka bersalah, hukumlah, bahkan dengan hukuman bunuh bila kesalahannya patut dihukum bunuh, tetapi janganlah dipermalukan.

Masyarakat Riau menjunjung tinggi supremasi hukum, seperti disebut dalam ungkapan Melayu, “Raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah.” Yang salah tetap salah, harus dihukum, tapi jangan dihina. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang luput dari kesalahan. Seberat-berat mata memandang lebih berat lagi bahu memikul. Welcome home Irjen Iqbal. Semoga amanah.***

Ungkapan welcome home tak hanya bermakna ucapan selamat datang kembali di rumah. Lebih dari itu, ungkapan tersebut merupakan bentuk ekspresi yang menggambarkan sebuah kegembiraan diiringi rasa syukur kembalinya karib kerabat yang sudah lama merantau jauh.

Berlebihan? Tidak. Seperti dikutip berbagai media, Irjen Iqbal sendiri menyebut, “Saya bersyukur dan saya bahagia ketemu sabahat lama, saya pulang kampung dan ketemu kawan-kawan lama.” Gayung bersambut. Dilantiknya Irjen Pol Mohammad Iqbal sebagai Kapolda Riau menggantikan Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi ditanggapi dengan rasa sukacita berbagai kalangan di Riau. Oleh karena itulah kedatangannya disambut hangat dengan kalungan bunga, dan dipakaikan tanjakoleh Lembaga Adat Melayu Riau. Dijadwalkan, LAM Riau akan menyelenggarakan pula upacara tepuk tepung tawar bagi Irjen Iqbal.

Riau tak asing bagi Irjen Iqbal. Ia memang pernah cukup lama bertugas di Bumi Lancang Kuning, yakni dalam rentang waktu 2000 sampai 2005. Selama rentang waktu tersebut ia beberapa kali memegang jabatan di jajaran Polda Riau. Pertama datang ke Riau, perwira muda Iqbal memegang jabatan Kasat Lantas Poltabes Pekanbaru, kemudian promosi menjadi Wakapolres Dumai, dan terakhir menjabat sebagai Koorspri Kapolda (Riau), untuk selanjutnya meninggalkan Riau guna mengikuti pendidikan Sekolah Pimpinan Polri.

Ekspektasi masyarakat Riau yang tinggi terhadap Irjen Iqbal cukup beralasan. Sebab masyarakat Riau meyakini Irjen Iqbal tak memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan karakteristik wilayah dan budaya masyarakatnya. Irjen Iqbal sudah cukup paham seluk beluk Riau. Namun demikian perlu kita pahami bersama, tantangan bagi Irjen Iqbal rasanya tidak ringan. Kali ini Irjen Iqbal hadir ketika perubahan cepat sedang terjadi di tengah masyarakat yang tentunya dijaganya baik-baik. Penyakit masyarakat konvensional, memang masih yang itu-itu juga, seperti narkoba, illegal logging, penyerobotan lahan, karhutla, sengketa lahan, korupsi, premanisme, dan sebagainya.

Baca Juga:  Memanfaatkan Sampah Jadi Media Pembelajaran

Penyakit-penyakit masyarakat ini, kendati anatominya tak persis sama dengan masa lalu, tapi jelas wujudnya. Siapa melakukan apa, dan bagaimana, mudah diidentifikasi. Tetapi perubahan cepat yang terjadi di tengah masyarakat yang disebabkan persaingan, demokratisasi, dinamika politik, keterbukaan, kecanggihan media komunikasi (mediaonline dan medsos) dan perangkat IT –  semuanya dalam dosis berlebihan, telah menghadirkan gangguan kamtibmas lain yang absurd, tak jelas, alias abu-abu, yakni apa yang disebut kejahatan dunia maya (cyber crime). Opini, pemutarbalikan fakta, fitnah, hoax, dalam kemasan transaksi elektronik, campur aduk membingungkan.

Riau dengan lingkungan seperti itulah yang sekarang dihadapi oleh Irjen Iqbal. Kita sama sekali tidak meragukan profesionalisme jajaran kepolisian untuk menjaga kamtibmas, agar masyarakat bisa hidup aman, damai, dan tenteram. Namun bila diibaratkan, kejahatan itu seperti serigala yang melolong di tengah malam buta, serigala ini bisa mati dan jelas kuburnya, tapi serigala lain yang ada dalam diri manusia berupa sifat buruk, tak jelas wujudnya, dan tak ada mati-matinya. Dan ini tidak mudah dikenali. Apalagi kemudian, dengan segala macam dalih kebebasan, kecanggihan IT digunakan untuk pencemaran nama baik, membunuh karakter dan menghina seseorang.

Baca Juga:  Inovasi Pembelajaran di Masa Pandemi

Namun panjang tali lebih panjanglagi akal manusia sebagaimakhluk pemikir. Pendekatankolaboratif dalam penyelesaianberbagai masalah guna mendukungpembangunan yang disebutIrjen Iqbal adalah pendekatanyang tepat. Apalagi pendekatankolaboratif itu dibingkai nilai-nilaiadat kebudayaan Melayu.

Sebagai putra kelahiran daratan Palembang dari mana Melayu tua berasal, Irjen Iqbal tentu pernah membaca atau mendengar Prasasti Bukit Siguntang yang dibuhul Sang Sapurba dengan Demang Lebar Daun, bahwa orang-orang Melayu tidak akan pernah durhaka kepada rajanya. Jika mereka bersalah, hukumlah, bahkan dengan hukuman bunuh bila kesalahannya patut dihukum bunuh, tetapi janganlah dipermalukan.

Masyarakat Riau menjunjung tinggi supremasi hukum, seperti disebut dalam ungkapan Melayu, “Raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah.” Yang salah tetap salah, harus dihukum, tapi jangan dihina. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang luput dari kesalahan. Seberat-berat mata memandang lebih berat lagi bahu memikul. Welcome home Irjen Iqbal. Semoga amanah.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari