Jumat, 20 September 2024

Terbitkan Perpres agar Larangan Mudik Bisa Efektif

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah diminta segera menerbitkan aturan induk seperti Peraturan Presiden (Perpres) tentang larangan mudik Idulfitri 2021. Hal tersebut untuk memastikan larangan dipatuhi dan pelaksana aturan, baik kementerian maupun lembaga bisa bekerja dengan lebih efektif.

Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengungkapkan, salah satu cara agar larangan mudik berjalan efektif adalah menerbitkan Peraturan Presiden.

Dengan aturan tersebut, semua KL bisa bekerja sinergis dan maksimal.

"Selain itu, untuk keberlangsungan usahanya, bisnis transportasi umum darat wajib mendapatkan bantuan subsidi seperti halnya moda udara, laut dan kereta," jelas Djoko, kemarin (28/3)

- Advertisement -

Selaih itu agar efektif, pelarangan mudik tidak boleh terlalu banyak memuat pengecualian. Hal ini penting karena belajar dari pelarangan mudik tahun 2020, banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk mengakali larangan mudik. Kemudian munculnya tren-tren yang tidak diinginkan seperti angkutan umum berpelat hitam serta pengangkutan orang dengan truk-truk.

Adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik Idulfitri, kata Djoko, telah terbukti menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan.

- Advertisement -

"Berpotensi terjadinya pungutan liar. Surat keterangan dapat dijadikan lahan subur pendapatan tidak resmi," jelasnya.

Jika pemerintah mau serius melarang, kata Djoko, caranya mudah yakni dengan menghentikan semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta dan pelabuhan pada rentang waktu pelarangan mudik yakni tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Seperti tahun 2020 di mana operasional KA jarak jauh, kapal laut dan penerbangan domestik dan internasional,  berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei (selama 15 hari).

Baca Juga:  Baksos Pembersihan Lumpur Pascabanjir di Rambah

"Tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan," jelas Djoko.

Bercermin pada libur panjang sebelumnya dan libur Idulfitri tahun lalu, Djoko merasa bahwa pemerintah bakal mengulang kesalahan masa lalu. Apalagi jika tidak dilakukan evaluasi menyeluruh. Polri yang memiliki wewenang di jalan raya tidak mampu melarang sepenuhnya mobilitas kendaraan. Masyarakat punya cara mengakali dengan berbagai macam.

Rencana operasi di lapangan, kata Djoko, harus diperbaiki. Tidak seperti tahun lalu hanya mampu menghalau kendaraan roda empat ke atas. Sementara sepeda motor dapat melengang sampai tujuan, karena banyak jalan pilihan yang dapat dilalui. Keterbatasan anggaran dan apparat Polri menjadi kendala.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan subsidi bagi pengusaha transportasi darat yang sangat merasakan dampak kebijakan larangan mudik lebaran. Tahun lalu, Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diusulkan Organda tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Adanya bantuan ke pengemudi transportasi umum selama tiga bulan, kenyataannya tidak tersalurkan tepat sasaran. Pengemudi ojek justru ikut mendapatkan bantuan itu. Tidak ada kordinasi dengan Organda setempat.

Baca Juga:  Lukman Hakim:Tak Ada Intervensi Romi Terhadap Kebijakan

"Ini menjadi masalah karena tidak ada satupun instansi pemerintah memiliki data pengemudi transportasi umum yang benar," jelas Djoko.

Dampak lain yang diperkirakan, seperti angkutan umum pelat hitam akan semakin marak. Kendaraan truk diakali dapat digunakan mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi makin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan. Karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau.

Sementara itu, DPR mengapresiasi kebijakan pemerintah melarang mudik pada Lebaran tahun ini. Namun, mereka mengingatkan bahwa pemerintah juga harus konsisten dan tegas dalam penerapannya. Jika tidak, maka kejadian pada 2020 bisa terulang di mana masyarakat berbondong-bondong pulang kampung sebelum pelarangan ketat berlaku.

Anggota Komisi V DPR Lasmi Indaryani menegaskan, masyarakat harus diarahkan dengan aturan yang tegas dan konsisten antara satu lembaga dengan lembaga pemerintah lainnya. Sebab, masih ada kemungkinan regulasi antar kementerian berbeda dan tidak segaris perihal larangan mudik.

"Semua jajaran harus satu bahasa dan tindakan," tegas Lasmi.

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah diminta segera menerbitkan aturan induk seperti Peraturan Presiden (Perpres) tentang larangan mudik Idulfitri 2021. Hal tersebut untuk memastikan larangan dipatuhi dan pelaksana aturan, baik kementerian maupun lembaga bisa bekerja dengan lebih efektif.

Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengungkapkan, salah satu cara agar larangan mudik berjalan efektif adalah menerbitkan Peraturan Presiden.

Dengan aturan tersebut, semua KL bisa bekerja sinergis dan maksimal.

"Selain itu, untuk keberlangsungan usahanya, bisnis transportasi umum darat wajib mendapatkan bantuan subsidi seperti halnya moda udara, laut dan kereta," jelas Djoko, kemarin (28/3)

Selaih itu agar efektif, pelarangan mudik tidak boleh terlalu banyak memuat pengecualian. Hal ini penting karena belajar dari pelarangan mudik tahun 2020, banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk mengakali larangan mudik. Kemudian munculnya tren-tren yang tidak diinginkan seperti angkutan umum berpelat hitam serta pengangkutan orang dengan truk-truk.

Adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik Idulfitri, kata Djoko, telah terbukti menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan.

"Berpotensi terjadinya pungutan liar. Surat keterangan dapat dijadikan lahan subur pendapatan tidak resmi," jelasnya.

Jika pemerintah mau serius melarang, kata Djoko, caranya mudah yakni dengan menghentikan semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta dan pelabuhan pada rentang waktu pelarangan mudik yakni tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Seperti tahun 2020 di mana operasional KA jarak jauh, kapal laut dan penerbangan domestik dan internasional,  berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei (selama 15 hari).

Baca Juga:  Lukman Hakim:Tak Ada Intervensi Romi Terhadap Kebijakan

"Tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan," jelas Djoko.

Bercermin pada libur panjang sebelumnya dan libur Idulfitri tahun lalu, Djoko merasa bahwa pemerintah bakal mengulang kesalahan masa lalu. Apalagi jika tidak dilakukan evaluasi menyeluruh. Polri yang memiliki wewenang di jalan raya tidak mampu melarang sepenuhnya mobilitas kendaraan. Masyarakat punya cara mengakali dengan berbagai macam.

Rencana operasi di lapangan, kata Djoko, harus diperbaiki. Tidak seperti tahun lalu hanya mampu menghalau kendaraan roda empat ke atas. Sementara sepeda motor dapat melengang sampai tujuan, karena banyak jalan pilihan yang dapat dilalui. Keterbatasan anggaran dan apparat Polri menjadi kendala.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan subsidi bagi pengusaha transportasi darat yang sangat merasakan dampak kebijakan larangan mudik lebaran. Tahun lalu, Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diusulkan Organda tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Adanya bantuan ke pengemudi transportasi umum selama tiga bulan, kenyataannya tidak tersalurkan tepat sasaran. Pengemudi ojek justru ikut mendapatkan bantuan itu. Tidak ada kordinasi dengan Organda setempat.

Baca Juga:  Kapolres Beri Penghargaan pada 4 Porsonel dan 2 Warga

"Ini menjadi masalah karena tidak ada satupun instansi pemerintah memiliki data pengemudi transportasi umum yang benar," jelas Djoko.

Dampak lain yang diperkirakan, seperti angkutan umum pelat hitam akan semakin marak. Kendaraan truk diakali dapat digunakan mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi makin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan. Karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau.

Sementara itu, DPR mengapresiasi kebijakan pemerintah melarang mudik pada Lebaran tahun ini. Namun, mereka mengingatkan bahwa pemerintah juga harus konsisten dan tegas dalam penerapannya. Jika tidak, maka kejadian pada 2020 bisa terulang di mana masyarakat berbondong-bondong pulang kampung sebelum pelarangan ketat berlaku.

Anggota Komisi V DPR Lasmi Indaryani menegaskan, masyarakat harus diarahkan dengan aturan yang tegas dan konsisten antara satu lembaga dengan lembaga pemerintah lainnya. Sebab, masih ada kemungkinan regulasi antar kementerian berbeda dan tidak segaris perihal larangan mudik.

"Semua jajaran harus satu bahasa dan tindakan," tegas Lasmi.

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari