YANGON (RIAUPOS.CO) – Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, menegaskan lagi janjinya untuk mengadakan pemilihan umum yang demokratis. Ironisnya, pada saat bersamaan, militer di negara itu justru membantai 91 warga sipil hanya dalam sehari.
Hlaing menyampaikan janjinya itu saat berpidato pada parade tahunan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Dalam kesempatan itu, Hlaing juga menyambut kehadiran pasukan Rusia dan menyebut Rusia sebagai “teman sejati”.
Dia bahkan mengatakan, tindakan kekerasan tidaklah pantas, sementara militer Myanmar terus saja membantai rakyat sipil yang menolak kudeta 1 Februari.
Korban tewas akibat kekerasan pasukan keamanan Myanmar, Sabtu, bertambah menjadi hampir 100 orang. Ini menjadi hari paling berdarah sepanjang demonstrasi pascakudeta menggulingkan Aung San Suu Kyi.
Portal berita Myanmar Now melaporkan sejauh ini 91 orang tewas di beberapa kota, bahkan sebagian dari mereka bukan demonstran dan sedang berada di rumah.
Hlaing berdalih, tentara harus merebut kekuasaan pada 1 Februari karena tindakan melanggar hukum oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pimpinan Aung San Suu Kyi.
Sang jenderal menambahkan, beberapa pemimpin partai telah dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan tindakan hukum diambil untuk melawan mereka.
Kudeta militer di Myanmar itu mendapat protes dari para pemimpin dunia, Seken PBB Antonio Guterres dan Paus Fransiskus. Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam demokrasi, tentara tidak dapat membatalkan pemilu yang sudah disahkan oleh lembaga pemilihan umum.
Sumber: Asia News/News/Myanmar Now
Editor: Hary B Koriun