Minggu, 26 Oktober 2025
spot_img

Umrah Mandiri Kini Legal, Haji Kedua Wajib Tunggu 18 Tahun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Regulasi baru ini membawa perubahan besar bagi jemaah di Indonesia, mulai dari dilegalkannya umrah mandiri, masa tunggu haji kedua selama 18 tahun, hingga sistem pembayaran angsuran untuk biaya perjalanan ibadah haji (bipih).

Presiden Prabowo Subianto menandatangani undang-undang tersebut pada 4 September 2025. Kehadiran aturan baru ini diharapkan dapat memperluas akses, meningkatkan perlindungan, serta menciptakan keadilan bagi seluruh jemaah haji dan umrah di Tanah Air.

Salah satu terobosan utama adalah umrah mandiri. Dalam pasal 86 ayat (1), disebutkan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Kementerian Agama. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa aturan ini menyesuaikan kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi yang kini membuka pintu lebar bagi jamaah untuk berumrah secara mandiri.

Untuk melaksanakan umrah mandiri, jemaah wajib memenuhi beberapa persyaratan, seperti beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku minimal enam bulan, tiket pesawat dengan jadwal yang jelas, surat keterangan sehat dari dokter, serta visa dan bukti pembelian layanan melalui sistem informasi Kementerian. Semua pemesanan hotel dan layanan umrah juga harus dilakukan melalui platform Nusuk, yang terintegrasi dengan sistem digital antara Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Agama RI.

Baca Juga:  Wujudkan Kota Modern, Pekanbaru Ditetapkan Jadi Salah Satu Kota Prioritas Nasional

Dahnil menegaskan bahwa dengan sistem digital ini, pemerintah bisa memantau data jemaah secara real time, memastikan perlindungan, dan mencegah penyalahgunaan. “Sebelumnya, banyak jemaah Indonesia yang umrah mandiri tanpa perlindungan hukum yang jelas. Sekarang, mereka dilindungi negara melalui peran Kemenag, Kemenlu, dan atase di Saudi,” ujarnya.

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha travel. Mereka khawatir akan kehilangan pasar. Dahnil memastikan bahwa pemerintah melarang pihak di luar PPIU resmi menghimpun jemaah dengan dalih umrah mandiri. Bahkan, pasal 122 undang-undang itu mengatur sanksi tegas bagi pelanggar, dengan ancaman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp2 miliar, serta delapan tahun penjara bagi pihak yang mengambil setoran jemaah tanpa izin.

Selain mengatur umrah, UU Nomor 14 Tahun 2025 juga memperpanjang masa tunggu haji kedua menjadi 18 tahun. Juru Bicara Kemenag, Ichsan Marsha, menyebut aturan ini bertujuan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi calon jemaah yang belum pernah berhaji dan mengurangi panjangnya antrean.

Baca Juga:  Hasto Dapat Amnesti, Tom Lembong Terima Abolisi: Ini Pertimbangan Presiden Prabowo

Undang-undang ini juga memperkenalkan sistem pembayaran angsuran bipih. Namun, jemaah yang tidak melunasi dalam lima tahun berturut-turut akan kehilangan status pendaftarannya. Dana yang telah disetorkan bisa dikembalikan atau dialihkan kepada ahli waris.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Iqbal Alan Abdullah, menilai legalisasi umrah mandiri bisa merugikan pelaku usaha lokal. Ia khawatir munculnya marketplace besar seperti Nusuk, Traveloka, atau Agoda akan menguasai pasar dan menyingkirkan PPIU kecil-menengah. “Kalau tidak diatur jelas, ekosistem umrah berbasis umat bisa hancur,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Hajar Aswad Mubaroq sekaligus Sekjen ASPHIRASI, Retno Anugerah Andriyani, memandang aturan ini secara positif. Menurutnya, era umrah mandiri justru menjadi momentum bagi penyelenggara perjalanan untuk berinovasi dan memperkuat layanan. “Umrah bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi ibadah. Tugas kami memastikan jamaah fokus beribadah tanpa repot urusan teknis,” tegasnya.

Retno menambahkan, keberadaan PPIU tetap penting untuk memberikan bimbingan, edukasi, dan perlindungan penuh. Ia optimistis, industri akan semakin profesional dan berdaya saing jika mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Regulasi baru ini membawa perubahan besar bagi jemaah di Indonesia, mulai dari dilegalkannya umrah mandiri, masa tunggu haji kedua selama 18 tahun, hingga sistem pembayaran angsuran untuk biaya perjalanan ibadah haji (bipih).

Presiden Prabowo Subianto menandatangani undang-undang tersebut pada 4 September 2025. Kehadiran aturan baru ini diharapkan dapat memperluas akses, meningkatkan perlindungan, serta menciptakan keadilan bagi seluruh jemaah haji dan umrah di Tanah Air.

Salah satu terobosan utama adalah umrah mandiri. Dalam pasal 86 ayat (1), disebutkan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Kementerian Agama. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa aturan ini menyesuaikan kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi yang kini membuka pintu lebar bagi jamaah untuk berumrah secara mandiri.

Untuk melaksanakan umrah mandiri, jemaah wajib memenuhi beberapa persyaratan, seperti beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku minimal enam bulan, tiket pesawat dengan jadwal yang jelas, surat keterangan sehat dari dokter, serta visa dan bukti pembelian layanan melalui sistem informasi Kementerian. Semua pemesanan hotel dan layanan umrah juga harus dilakukan melalui platform Nusuk, yang terintegrasi dengan sistem digital antara Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Agama RI.

Baca Juga:  Ketua DPR Puan Maharani: Kita Lawan Teror Bom!

Dahnil menegaskan bahwa dengan sistem digital ini, pemerintah bisa memantau data jemaah secara real time, memastikan perlindungan, dan mencegah penyalahgunaan. “Sebelumnya, banyak jemaah Indonesia yang umrah mandiri tanpa perlindungan hukum yang jelas. Sekarang, mereka dilindungi negara melalui peran Kemenag, Kemenlu, dan atase di Saudi,” ujarnya.

- Advertisement -

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha travel. Mereka khawatir akan kehilangan pasar. Dahnil memastikan bahwa pemerintah melarang pihak di luar PPIU resmi menghimpun jemaah dengan dalih umrah mandiri. Bahkan, pasal 122 undang-undang itu mengatur sanksi tegas bagi pelanggar, dengan ancaman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp2 miliar, serta delapan tahun penjara bagi pihak yang mengambil setoran jemaah tanpa izin.

Selain mengatur umrah, UU Nomor 14 Tahun 2025 juga memperpanjang masa tunggu haji kedua menjadi 18 tahun. Juru Bicara Kemenag, Ichsan Marsha, menyebut aturan ini bertujuan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi calon jemaah yang belum pernah berhaji dan mengurangi panjangnya antrean.

- Advertisement -
Baca Juga:  Pesawat Telat, Layanan JCH Terganggu

Undang-undang ini juga memperkenalkan sistem pembayaran angsuran bipih. Namun, jemaah yang tidak melunasi dalam lima tahun berturut-turut akan kehilangan status pendaftarannya. Dana yang telah disetorkan bisa dikembalikan atau dialihkan kepada ahli waris.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Iqbal Alan Abdullah, menilai legalisasi umrah mandiri bisa merugikan pelaku usaha lokal. Ia khawatir munculnya marketplace besar seperti Nusuk, Traveloka, atau Agoda akan menguasai pasar dan menyingkirkan PPIU kecil-menengah. “Kalau tidak diatur jelas, ekosistem umrah berbasis umat bisa hancur,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Hajar Aswad Mubaroq sekaligus Sekjen ASPHIRASI, Retno Anugerah Andriyani, memandang aturan ini secara positif. Menurutnya, era umrah mandiri justru menjadi momentum bagi penyelenggara perjalanan untuk berinovasi dan memperkuat layanan. “Umrah bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi ibadah. Tugas kami memastikan jamaah fokus beribadah tanpa repot urusan teknis,” tegasnya.

Retno menambahkan, keberadaan PPIU tetap penting untuk memberikan bimbingan, edukasi, dan perlindungan penuh. Ia optimistis, industri akan semakin profesional dan berdaya saing jika mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Regulasi baru ini membawa perubahan besar bagi jemaah di Indonesia, mulai dari dilegalkannya umrah mandiri, masa tunggu haji kedua selama 18 tahun, hingga sistem pembayaran angsuran untuk biaya perjalanan ibadah haji (bipih).

Presiden Prabowo Subianto menandatangani undang-undang tersebut pada 4 September 2025. Kehadiran aturan baru ini diharapkan dapat memperluas akses, meningkatkan perlindungan, serta menciptakan keadilan bagi seluruh jemaah haji dan umrah di Tanah Air.

Salah satu terobosan utama adalah umrah mandiri. Dalam pasal 86 ayat (1), disebutkan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Kementerian Agama. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa aturan ini menyesuaikan kebijakan terbaru dari Pemerintah Arab Saudi yang kini membuka pintu lebar bagi jamaah untuk berumrah secara mandiri.

Untuk melaksanakan umrah mandiri, jemaah wajib memenuhi beberapa persyaratan, seperti beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku minimal enam bulan, tiket pesawat dengan jadwal yang jelas, surat keterangan sehat dari dokter, serta visa dan bukti pembelian layanan melalui sistem informasi Kementerian. Semua pemesanan hotel dan layanan umrah juga harus dilakukan melalui platform Nusuk, yang terintegrasi dengan sistem digital antara Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Agama RI.

Baca Juga:  Kata Macron ke Presiden Palestina, Dia Tak Bermaksud Menghina Islam

Dahnil menegaskan bahwa dengan sistem digital ini, pemerintah bisa memantau data jemaah secara real time, memastikan perlindungan, dan mencegah penyalahgunaan. “Sebelumnya, banyak jemaah Indonesia yang umrah mandiri tanpa perlindungan hukum yang jelas. Sekarang, mereka dilindungi negara melalui peran Kemenag, Kemenlu, dan atase di Saudi,” ujarnya.

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha travel. Mereka khawatir akan kehilangan pasar. Dahnil memastikan bahwa pemerintah melarang pihak di luar PPIU resmi menghimpun jemaah dengan dalih umrah mandiri. Bahkan, pasal 122 undang-undang itu mengatur sanksi tegas bagi pelanggar, dengan ancaman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp2 miliar, serta delapan tahun penjara bagi pihak yang mengambil setoran jemaah tanpa izin.

Selain mengatur umrah, UU Nomor 14 Tahun 2025 juga memperpanjang masa tunggu haji kedua menjadi 18 tahun. Juru Bicara Kemenag, Ichsan Marsha, menyebut aturan ini bertujuan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi calon jemaah yang belum pernah berhaji dan mengurangi panjangnya antrean.

Baca Juga:  Hasto Dapat Amnesti, Tom Lembong Terima Abolisi: Ini Pertimbangan Presiden Prabowo

Undang-undang ini juga memperkenalkan sistem pembayaran angsuran bipih. Namun, jemaah yang tidak melunasi dalam lima tahun berturut-turut akan kehilangan status pendaftarannya. Dana yang telah disetorkan bisa dikembalikan atau dialihkan kepada ahli waris.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Iqbal Alan Abdullah, menilai legalisasi umrah mandiri bisa merugikan pelaku usaha lokal. Ia khawatir munculnya marketplace besar seperti Nusuk, Traveloka, atau Agoda akan menguasai pasar dan menyingkirkan PPIU kecil-menengah. “Kalau tidak diatur jelas, ekosistem umrah berbasis umat bisa hancur,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Hajar Aswad Mubaroq sekaligus Sekjen ASPHIRASI, Retno Anugerah Andriyani, memandang aturan ini secara positif. Menurutnya, era umrah mandiri justru menjadi momentum bagi penyelenggara perjalanan untuk berinovasi dan memperkuat layanan. “Umrah bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi ibadah. Tugas kami memastikan jamaah fokus beribadah tanpa repot urusan teknis,” tegasnya.

Retno menambahkan, keberadaan PPIU tetap penting untuk memberikan bimbingan, edukasi, dan perlindungan penuh. Ia optimistis, industri akan semakin profesional dan berdaya saing jika mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari