Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Menteri Yasonna Digugat ke Meja Hijau

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejumlah aktivis hukum yang tergabung kelompok masyarakat sipil menggugat kebijakan dibebaskannya narapidana melalui program asimilasi dan integrasi yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Gugatan itu didaftarkan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan juga Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ke Pengadilan Negeri Surakarta pada Kamis (23/4) lalu.

Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman menilai, kebijakan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat di tengah pandemi virus korona atau Covid-19.

"Kami mewakili kepentingan masyarakat yang justru harus ronda di kampung-kampung wilayah Surakarta bahkan keluar biaya untuk membuat portal di jalan masuk gang," kata Boyamin dalam keterangannya, Ahad  (26/4).

Boyamin menyebut, gugatan ini diajukan untuk mengembalikan rasa aman masyarakat. Meski gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surakarta, Boyamin meyakini jika gugatan ini dikabulkan, maka akan berlaku di seluruh Indonesia.

Baca Juga:  Calon Jamaah Umrah Diminta Pahami Kebijakan Arab Saudi

Dalam gugatannya, Boyamin meminta menteri Yasonna untuk menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi serta psikotest secara ketat jika hendak menerapkan kebijakan asimilasi. Menurutnya, Kemenkumham tidak meneliti secara mendalam sebelum memberikan asimilasi kepada napi.

"Jadi yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan pada saat memutuskan napi mendapat asimilasi," sesalnya.

Selain itu, Boyamin menyoroti langkah Yasonna yang tidak memberikan pengawasan secara ketat setelah napi keluar dari Lapas. Padahal, mereka masih berstatus sebagai napi sehingga pembinaan dan pengawasan masih menjadi tanggungjawab Kemenkumham.

"Tidak melakukan pengawasan dan pembinaan oleh para Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum," ucap Boyamin.

Kendati demikian, hingga saat ini perkara tersebut belum teregister dalam nomor perkara yang dapat dilihat langsung oleh publik melalui laman https://sipp.pn-surakarta.go.id/. Boyamin mengklaim, baru bisa mendapatkan nomor perkara pada Senin (27/4) besok.

Baca Juga:  Pengujian Materi UU Pers oleh Mahasiswa Ditolak MK

"Belum dapat nomor perkara. Karena sistem online, mungkin baru Senin besok dapat nomor perkaranya," pungkasnya.

Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly tidak membalas konfirmasi JawaPos.com terkait gugatan yang dilayangkan sejumlah aktivis hukum.

Untuk diketahui, hingga Senin (20/4) Kemenkumham telah memgeluarkan 38.822 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di tengah mewabahnya virus korona atau Covid-19. Kebijakan itu diatur dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 1 April 2020 lalu.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejumlah aktivis hukum yang tergabung kelompok masyarakat sipil menggugat kebijakan dibebaskannya narapidana melalui program asimilasi dan integrasi yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Gugatan itu didaftarkan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan juga Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ke Pengadilan Negeri Surakarta pada Kamis (23/4) lalu.

- Advertisement -

Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman menilai, kebijakan tersebut telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat di tengah pandemi virus korona atau Covid-19.

"Kami mewakili kepentingan masyarakat yang justru harus ronda di kampung-kampung wilayah Surakarta bahkan keluar biaya untuk membuat portal di jalan masuk gang," kata Boyamin dalam keterangannya, Ahad  (26/4).

- Advertisement -

Boyamin menyebut, gugatan ini diajukan untuk mengembalikan rasa aman masyarakat. Meski gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surakarta, Boyamin meyakini jika gugatan ini dikabulkan, maka akan berlaku di seluruh Indonesia.

Baca Juga:  Logistik Pemilihan Penghulu Kampung Didistribusikan

Dalam gugatannya, Boyamin meminta menteri Yasonna untuk menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi serta psikotest secara ketat jika hendak menerapkan kebijakan asimilasi. Menurutnya, Kemenkumham tidak meneliti secara mendalam sebelum memberikan asimilasi kepada napi.

"Jadi yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan pada saat memutuskan napi mendapat asimilasi," sesalnya.

Selain itu, Boyamin menyoroti langkah Yasonna yang tidak memberikan pengawasan secara ketat setelah napi keluar dari Lapas. Padahal, mereka masih berstatus sebagai napi sehingga pembinaan dan pengawasan masih menjadi tanggungjawab Kemenkumham.

"Tidak melakukan pengawasan dan pembinaan oleh para Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum," ucap Boyamin.

Kendati demikian, hingga saat ini perkara tersebut belum teregister dalam nomor perkara yang dapat dilihat langsung oleh publik melalui laman https://sipp.pn-surakarta.go.id/. Boyamin mengklaim, baru bisa mendapatkan nomor perkara pada Senin (27/4) besok.

Baca Juga:  Saksi Pembunuhan yang Dianiaya Polisi Diperiksa Polrestabes Medan 

"Belum dapat nomor perkara. Karena sistem online, mungkin baru Senin besok dapat nomor perkaranya," pungkasnya.

Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly tidak membalas konfirmasi JawaPos.com terkait gugatan yang dilayangkan sejumlah aktivis hukum.

Untuk diketahui, hingga Senin (20/4) Kemenkumham telah memgeluarkan 38.822 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di tengah mewabahnya virus korona atau Covid-19. Kebijakan itu diatur dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 1 April 2020 lalu.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari