Jumat, 20 September 2024

Enam Sebab Lagu-lagu Berbahasa Jawa Mendadak Tren

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Trend lagu-lagu berbahasa Jawa sejak beberapa tahun belakangan sangat terasa di Industri musik tanah air. Di tahun 2019, lagu-lagu Jawa digaungkan dengan sangat kuat oleh Didi Kempot. Banyak lagu dari penyanyi campursari berjuluk The Godfather of Broken Heart itu tiba-tiba diganderungi kalangan milenial.

Uniknya, lagu-lagu milik Didi Kempot yang ngehits di tahun kemarin, seperti "Tanjung Mas Ninggal Janji", "Suket Teki, Sewo Kuto", dan "Pamer Bojo" adalah lagu-lagunya yang sudah rilis beberapa tahun lalu. Selain Didi, penyanyi muda Denny Caknan juga sempat mempopulerkan lagu-lagu berbahasa Jawa. Lagunya berjudul "Kartonyono Medot Janji" sampai sekarang sudah ditonton lebih dari 108 juta kali di YouTube.

Sebelum fenomena Didi Kempot dan Denny Caknan muncul, lagu-lagu berbahasa Jawa sudah mulai santer didendangkan oleh beberapa penyanyi seperti Via Vallen yang menyanyikan lagu "Sayang" dan Nella Kharisma seperti "Konco Mesra", "Bojo Galak", dan "Aku Cah Kerjo".

Pengamat musik Bens Leo menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa lagu-lagu berbahasa Jawa bisa mendadak populer di kalangan anak muda. Pertama, lagu-lagu bahasa Jawa kerap dibawakan di sejumlah acara televisi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

- Advertisement -

"Media televisi memiliki peran penting dalam mempopulerkan lagu-lagu bahasa Jawa," kata Bens Leo kepada JawaPos.com.

Kedua, keberaadan orkes-orkes ataupun grup musik yang tersebar di banyak daerah di Jawa juga dinilai memiliki kontribusi besar atas sosialisasi lagu-lagu berbahasa Jawa ke hadapan publik. Penyanyi-penyanyi lokal dari orkes-orkes ataupun grup musik kerap membawakan lagu-lagu berbahasa Jawa dalam setiap aksi panggung mereka.

- Advertisement -
Baca Juga:  Bantu Warga, Arie Untung Gelar Operasi Senyap

Editor in Chief Billboard Indonesia Adib Hidayat berteori bahwa sebuah lagu baru bisa diakui puncak trending dan hits-nya ketika lagu itu dibawakan oleh grup musik lokal dan aransemen musiknya diubah menjadi dangdut koplo.

"Belum hits kalau belum dijadiin dangdut koplo. Harapannya banyak lagu daerah lain juga bermunculan di situ," paparnya.

Ketiga, sejumlah lagu berbahasa Jawa diminati publik karena adanya kesinambungan antara lirik, melodi dan harmoni lagu.

"Kalau di lagu, ada tiga penilaian lagu itu bakal ngetop atau tidak. Pertama lirik, kedua melodi lagu, dan ketiga harmoninya. Kalau aransemen musiknya bagus, lagunya gampang dibawakan, orang bisa menyanyikannya dengan baik, lagunya gampang dipahami, pada saat itulah lagu gampang jadi hits," sambung Bens Leo.

Keempat, lagu-lagu berbahasa Jawa juga mudah diterima publik karena bahasanya menjadi bahasa percakapan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal itu diungkapkan oleh Nurbayan yang merupakan penyanyi sekaligus pencipta lagu.

"Di Indonesia mayoritas penduduknya adalah orang Jawa. Bahasanya mudah dipahami dan bahasa Jawa kan menjadi bahasa sehari-hari apalagi di Jawa Timur dan Jawa Tengah," tutur Nurbayan yang juga menulis lagu berbahasa Jawa seperti "Oplosan" dan "Pokoke Joget".

Kelima adalah peran media sosial. Dengan adanya media sosial, ruang kreativitas tidak lagi terikat oleh pakem-pakem tertentu di industri musik. Penyanyi ataupun seniman lokal pun yang dulu sempat kesulitan mencari wadah untuk berpromosi, kini bisa dengan mudah mempromosikan lagu atau karya mereka melalui media sosial.

Baca Juga:  Mimpi Pendeta Alex

"Sekarang seniman memiliki peluang yang sama untuk dikenal karyanya dan menjadi terkenal dengan adanya media sosial. Tinggal bisa menjaga mutu dan kualitas karyanya atau nggak," papar Nurbayan.

Sekalipun media sosial memiliki peran penting untuk mempromosikan lagu-lagu berbahasa daerah, pada sisi lain, fasilitas teknologi tersebut dinilai berpotensi memperpendek usia sebuah lagu. Nurbayan mengkalkulasi, 3 bulan saja sebuah lagu bisa bertahan di puncak trending, itu sudah termasuk bagus untuk era sekarang ini.

"Kalau kita lihat lagu kayak "Oplosan", "Pokoke Joget", setelah ada lagu baru kan tergeser. Nah, sekarang itu persaingannya lebih ketat lagi. Usia lagu 3 bulan mungkin ganti lagu baru lagi. Kemarin kan ada fenomena lagu "Karna Su Sayang", terus ganti lagi kan," paparnya.

Keenam, anak-anak muda milenial yang mencari sesuatu yang berbeda. "Sesuatu yang unik itu dipelajari oleh anak-anak muda. Mereka mendapatkan panggung baru yang unik yaitu lagu bahasa Jawa dan itu banyak lagunya Didi Kempot. Saya rasa lagu-lagu Didi Kempot akan tetap diminati di tahun 2020 ini. Dia memiliki penggemar fanatik yang sama fanatiknya dengan penggemar K-pop," tegas Bens Leo.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Trend lagu-lagu berbahasa Jawa sejak beberapa tahun belakangan sangat terasa di Industri musik tanah air. Di tahun 2019, lagu-lagu Jawa digaungkan dengan sangat kuat oleh Didi Kempot. Banyak lagu dari penyanyi campursari berjuluk The Godfather of Broken Heart itu tiba-tiba diganderungi kalangan milenial.

Uniknya, lagu-lagu milik Didi Kempot yang ngehits di tahun kemarin, seperti "Tanjung Mas Ninggal Janji", "Suket Teki, Sewo Kuto", dan "Pamer Bojo" adalah lagu-lagunya yang sudah rilis beberapa tahun lalu. Selain Didi, penyanyi muda Denny Caknan juga sempat mempopulerkan lagu-lagu berbahasa Jawa. Lagunya berjudul "Kartonyono Medot Janji" sampai sekarang sudah ditonton lebih dari 108 juta kali di YouTube.

Sebelum fenomena Didi Kempot dan Denny Caknan muncul, lagu-lagu berbahasa Jawa sudah mulai santer didendangkan oleh beberapa penyanyi seperti Via Vallen yang menyanyikan lagu "Sayang" dan Nella Kharisma seperti "Konco Mesra", "Bojo Galak", dan "Aku Cah Kerjo".

Pengamat musik Bens Leo menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa lagu-lagu berbahasa Jawa bisa mendadak populer di kalangan anak muda. Pertama, lagu-lagu bahasa Jawa kerap dibawakan di sejumlah acara televisi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

"Media televisi memiliki peran penting dalam mempopulerkan lagu-lagu bahasa Jawa," kata Bens Leo kepada JawaPos.com.

Kedua, keberaadan orkes-orkes ataupun grup musik yang tersebar di banyak daerah di Jawa juga dinilai memiliki kontribusi besar atas sosialisasi lagu-lagu berbahasa Jawa ke hadapan publik. Penyanyi-penyanyi lokal dari orkes-orkes ataupun grup musik kerap membawakan lagu-lagu berbahasa Jawa dalam setiap aksi panggung mereka.

Baca Juga:  Jelang Sekolah Tatap Muka di Pekanbaru

Editor in Chief Billboard Indonesia Adib Hidayat berteori bahwa sebuah lagu baru bisa diakui puncak trending dan hits-nya ketika lagu itu dibawakan oleh grup musik lokal dan aransemen musiknya diubah menjadi dangdut koplo.

"Belum hits kalau belum dijadiin dangdut koplo. Harapannya banyak lagu daerah lain juga bermunculan di situ," paparnya.

Ketiga, sejumlah lagu berbahasa Jawa diminati publik karena adanya kesinambungan antara lirik, melodi dan harmoni lagu.

"Kalau di lagu, ada tiga penilaian lagu itu bakal ngetop atau tidak. Pertama lirik, kedua melodi lagu, dan ketiga harmoninya. Kalau aransemen musiknya bagus, lagunya gampang dibawakan, orang bisa menyanyikannya dengan baik, lagunya gampang dipahami, pada saat itulah lagu gampang jadi hits," sambung Bens Leo.

Keempat, lagu-lagu berbahasa Jawa juga mudah diterima publik karena bahasanya menjadi bahasa percakapan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal itu diungkapkan oleh Nurbayan yang merupakan penyanyi sekaligus pencipta lagu.

"Di Indonesia mayoritas penduduknya adalah orang Jawa. Bahasanya mudah dipahami dan bahasa Jawa kan menjadi bahasa sehari-hari apalagi di Jawa Timur dan Jawa Tengah," tutur Nurbayan yang juga menulis lagu berbahasa Jawa seperti "Oplosan" dan "Pokoke Joget".

Kelima adalah peran media sosial. Dengan adanya media sosial, ruang kreativitas tidak lagi terikat oleh pakem-pakem tertentu di industri musik. Penyanyi ataupun seniman lokal pun yang dulu sempat kesulitan mencari wadah untuk berpromosi, kini bisa dengan mudah mempromosikan lagu atau karya mereka melalui media sosial.

Baca Juga:  Cilukba

"Sekarang seniman memiliki peluang yang sama untuk dikenal karyanya dan menjadi terkenal dengan adanya media sosial. Tinggal bisa menjaga mutu dan kualitas karyanya atau nggak," papar Nurbayan.

Sekalipun media sosial memiliki peran penting untuk mempromosikan lagu-lagu berbahasa daerah, pada sisi lain, fasilitas teknologi tersebut dinilai berpotensi memperpendek usia sebuah lagu. Nurbayan mengkalkulasi, 3 bulan saja sebuah lagu bisa bertahan di puncak trending, itu sudah termasuk bagus untuk era sekarang ini.

"Kalau kita lihat lagu kayak "Oplosan", "Pokoke Joget", setelah ada lagu baru kan tergeser. Nah, sekarang itu persaingannya lebih ketat lagi. Usia lagu 3 bulan mungkin ganti lagu baru lagi. Kemarin kan ada fenomena lagu "Karna Su Sayang", terus ganti lagi kan," paparnya.

Keenam, anak-anak muda milenial yang mencari sesuatu yang berbeda. "Sesuatu yang unik itu dipelajari oleh anak-anak muda. Mereka mendapatkan panggung baru yang unik yaitu lagu bahasa Jawa dan itu banyak lagunya Didi Kempot. Saya rasa lagu-lagu Didi Kempot akan tetap diminati di tahun 2020 ini. Dia memiliki penggemar fanatik yang sama fanatiknya dengan penggemar K-pop," tegas Bens Leo.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari