JOHANNESBURG (RIAUPOS.CO) – Dokter asal Republik Demokratik Kongo (DRC) salah satu penemu Ebola, Jean-Jacques Muyembe Tamfum, memperingatkan bahwa wabah virus corona bukan yang terakhir.
Menurut dia, besar kemungkinan akan ada lebih banyak wabah disebabkan virus, bahkan lebih mematikan daripada Covid-19.
Dia khawatir dunia tengah menghadapi sejumlah virus baru yang berpotensi lebih mematikan, muncul dari hutan hujan tropis Afrika.
"Kami sekarang berada di dunia di mana patogen baru akan keluar. Itulah yang ancaman bagi kemanusiaan," kata Muyambe, kepada CNN.
Para peneliti saat ini berupaya memerangi ancaman "Penyakit X", patogen yang dapat melanda dunia secepat Covid-19 dengan tingkat kematian lebih parah dari Ebola.
Saat meneliti Ebola, Muyembe mengambil sampel darah dari korban. Sembilan dari 10 korban Ebola meninggal dunia. Sampel tersebut diambil dari Kongo lalu dikirim ke ilmuwan di seluruh dunia untuk dipelajari. Virus berbentuk cacing yang ditemukan di darah pasien itu dinamai Ebola, diambil dari nama sungai.
Diyakini virus yang memicu pendarahan internal itu pertama kali menyebar ke manusia dari hewan, kemungkinan besar kelelawar.
Pria yang kini menjadi peneliti Institut National de Recherche Biomedicale, Kinshasa, Kongo, itu memperingatkan akan ada lebih banyak penyakit zoonosis di mana patogen melompat dari hewan ke manusia.
Covid-19 merupakan salah satu penyakit zoonosis yang dikhawatirkan berpindah dari hewan ke manusia di pasar basah Kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Muyembe yakin manusia yang juga bersinggungan dengan alam liar bisa meningkatkan risiko pandemi baru.
"Jika Anda pergi ke hutan, Anda akan mengubah ekologi, serangga dan tikus akan meninggalkan tempat itu lalu datang ke desa-desa, inilah penularan virus, dari patogen baru," katanya.
Salah satu andalan ekspor Kongo adalah daging hewan liar, mulai dari buaya, simpanse, hingga hewan eksotik lain yang disembelih dan dijual di pasar jalanan. Hewan-hewan tersebut sangat mungkin menyimpan virus baru yang berbahaya, menanti untuk pindah ke manusia.
Sumber: CNN/News/Reuters
Editor: Hary B Koriun