JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.10 WIB. Selama enam jam Hasto dicecar soal kasus PAW yang melibatkan partainya.
Petinggi PDIP itu enggan merinci apa saja yang ditanyakan oleh penyidik. Menurutnya, itu merupakan kewenangan KPK untuk menyampaikannya. Namun, ada sekitar 24 pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
“Kalau pemeriksaan ini kan nanti garis besarnya dari pihak KPK yang menyampaikan, karena terkait materi yang masih dalam proses untuk penegakan hukum,†kata Hasto di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (24/1).
Hasto menyebut, dirinya ditelisik soal kronologis mengapa partainya mengambil keputusan terkait pemindahan suara Nazarudin Kiemas. Hal itu dilakukan karena Nazarudin meninggal dan harus digantikan oleh kader PDIP.
“Pemindahan suara almarhum Nazarudin Kiemas, karena itu adalah sebagai kedaulatan partai politik dan kami limpahkan suaranya kepada kader yang menurut partai terbaik,†ucap Hasto.
Sebagai Sekjen PDIP, kata Hasto, alasannya ingin menunjuk Harun Masiku unyuk menggantikan Nazarudin karena Harun dinilai mempunyai perilaku yang baik. Meski belakangan diketahui, bahwa posisi Nazarudin itu digantikan oleh Riezky Aprilia yang juga kader PDIP.
“Kami memberikan keterangan terkait hal tersebut mengapa saudara Harun, karena punya latar belakang yang baik, sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi di dalam international economic law,†ujar Hasto.
Hasto menyebut tak mempermasalahkan meski suara Harun lebih sedikit dari Riezky. Menunurutnya hal ini pernah terjadi di internal PDIP.
“Ya sama waktu Bapak Ginting digantikan oleh Pak Irvansyah, Pak Irvansyah juga memiliki suara yang lebih dikit,†tukas Hasto.
Selain Hasto, KPK juga turut memeriksa dua Komisioner KPU Hasyim Asyari dan Evi Novida terkait kasus proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Keduanya hingga kini masih dalam proses pemeriksaan penyidik KPK.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com