"Mereka tidak datang serentak"
Ada tiga tawa pagi ini
Satu persatu mereka pergi
Pertama, pergi membeli obat jantung di apotik ujung jalan
Kedua, sibuk lari dikejar polisi
Ketiga, lagi menyiapkan keranda dirumah orangtuanya
Ada tiga tangis sore itu
Datang mampir sesekali
Pertama, menang judi saat inggris dibantai itali
Kedua, lagi sibuk persiapan untuk sumpah menteri
Ketiga, asyik pesta pora disamping rumah si yatim
Aaahhh
Mereka datang tidak serentak
Dfsjuli2020
"Di ujung koma, senyummu"
Bait-bait itu tak lagi agung
Barisan kata menyerah menuju titik
Kusajakkan engkau saat letih rindu
Mengindah luka pada palung hati paling sunyi
Perihal bulir-bulir yang jatuh tak terseka
Sebagai sebab pedih itu merintih
Adalah hal antara samudera dan tepian pantai
Menerpa sepoi dari balik tebing-tebing curam yang kau lukis dimataku
Kau tak tereja
Sedangkan koma kau titip pada senyummu
Bengkalis, 05042021
"Kepada Cebu dan pulauku"
Tempias debu itu menerpa mukaku
Di kelilingi laut-laut yang membentang ke cina
Dan bukit-bukit yang mengokohkan segumpal tanah ini
Kau menyenandungkan pelan namamu di tiap angin yang melewati telingaku
Malam yang dihiasi sedikit bintang itu, sepi
Dan perempuan jalanan melontarkan kata
Tagalog semu Seketika menguncupkan bunga kehidupan
Kemana! Kemana!!
Engkau, engkau dan semua teman-teman disana?
Kenapa! Kenapa tak tahan sebentar saja?
Padahal irama itu baru dimulai
Gendang perang baru ditabuh
Dari Cebu di malam hari
Kuteriakkan sepi
Berhenti, jangan kau lari
Tempias debu-debu itu kini menyatu bersama tetesan embun pagi itu
Mengaburkan kenangan tentang persatuan dan kebersamaan
Dan dosa itu kini abadi
Gemuruh roda-roda dari ban truck kontainer yang melaju
Kau hentikan dengan rem kaki yang tak pernah kau injaki
Lirih-lirih itu terhenti Disimpang kota mandaue
Di hotel mayo yang sunyi
Saat subuh tak berbunyi
Tiada arti
Dari Cebu dimalam hari
Kuteriakkan sepi
Dan pulau-pulau abadi menyatu dalam hati
Mencari getir yang mencoba lari
Dari Cebu di malam hari tertutupi debu orang-orang mati
Cebu, Filipina02052018
"Jam Dinding"
Malam ini dingin kawan
Jarum jam itu pun membeku
Dirabanya tiap angka tak tertempuh
Tepat mencapai angka tiga dini hari Jarum jam itu mulai meleleh
Samar-samar angka empat terkena air mata
Malam ini telah pergi kawan
Jam dinding itu berhenti bernyanyi
Angka-angkanya tak lagi mau berkata
Kulihat dari jauh detik-detiknya pulang ke rumah
Dfs, 17112021
Aku dan tidur
Malam ini bulan sedang tidur
Tepat di samping jendela tua
Teriak hujan melelapkannya
Di atas ranjang tak rata
Mataku masih menyala Kepalaku lagi berjalan dirumah bulan
Aku bukan takut jatuh dari ranjang itu
Tak pula risau hujan bangunkan bulan
Aku hanya resah tentang rindu yang tak kunjung temu
Tentang ricik meninabobokan malam
Tentang luka yang kau gores di dinding hati
Saat sepi bergelantungan di rahim malam
Di atas ranjang itu kepalaku menyala
Dan mataku berjalan dalam bara
Saat hujan yang tak kunjung reda
Bengkalis, 03052021
Darma Firdaus Sitimpul, adalah yang terus berpuisi. Karya-karyanya dimuat di berbagai kumpulan buku puisi dan juga media massa. Selalu ada diksi yang menarik pemikiran. Begitulah karya-karyanya. Saat ini Darma tinggal di Bengkalis dan aktif di berbagai organisasi.