Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Bahan Baku Lokal Sektor Farmasi Perlu Ditingkatkan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menyoroti bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan yang masih didominasi oleh impor, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyayangkan kondisi tersebut dan berharap Indonesia mampu meningkatkan produksi bahan baku lokal untuk sektor farmasi. Pihaknya berjanji akan membantu komitmen peningkatan kualitas supply chain di sektor tersebut.

“Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini, 90 persen bahan baku dari luar negeri untuk industri obat. Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri,” ujar Erick,  Jumat (17/4). Dia menambahkan bahwa mewabahnya virus corona di Indonesia harus dijadikan cambukan untuk mengubah hal tersebut.

Menurut Erick penting untuk belajar tidak bergantung pada negara lain. Memang, dia mengakui bahwa hal tersebut tidak mudah untuk diwujudkan, namun dirinya cukup optimis melihat kemampuan industri farmasi di Indonesia.

”Kalau hari ini bisa produksi bahan baku obat 10 persen, tahun depan 30 persen, tahun depannya lagi 50 persen. Kita juga tidak anti-impor. Memang ada beberapa yang tidak bisa dilakukan, tapi yang kita bisa lakukan, harus bisa,” ujarnya.

Baca Juga:  Sidang Paripurna Istimewa Hari Jadi Ke-510 Bengkalis Berlangsung Hikmat

Menurut Erick, Kementerian BUMN sendiri sejak September sudah mencoba untuk membuat blueprint untuk penguatan energy security, food security, dan health security. Spesifik soal health security, Kementerian BUMN mencoba untuk mensinergikan 70 rumah sakit BUMN dengan perusahaan-perusahaan farmasi BUMN. ”Yang sedang kita review bagaimana ini bisa menjadi supply chain ke depannya,” bebernya.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong industri farmasi di dalam negeri agar semakin meningkatan kegiatan risetnya, sehingga dapat menghasilkan inovasi produk yang berdaya saing tinggi. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan permintaan ekspor.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku tengah memacu pengembangan industri farmasi nasional dengan mendorong masuknya investasi untuk memperkuat struktur manufaktur dalam negeri dan menghasilkan produk substitusi impor. Menperin mengatakan bahwa pemerintah telah mencanangkan program akselerasi pengembangan sektor strategis tersebut melalui penerbitan Paket Ekonomi Kebijakan XI yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes).

Baca Juga:  Disparbud Janji Promosikan Kuliner Rohul ke Nasional

“Tujuan Inpres ini adalah menciptakan kemandirian industri farmasi dan alkes nasional, sehingga masyarakat memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, dan berkesinambungan,” ujar Agus.

Hingga saat ini, kekuatan industri farmasi di dalam negeri, didukung sebanyak 206 perusahaan, yang didominasi 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). ”Kami memproyeksikan suplai produk farmasi di pasar domestik, mampu dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 76 persen,” beber Agus.

Menurut Agus, untuk mengembangkan industri hulu dan penghasil produk substitusi impor, memang perlu investasi. Dalam hal ini, pemerintah telah memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal, di antaranya berupa tax allowance dan tax holiday.

”Selain itu, serta super tax deduction yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi dan menciptakan inovasi melalui kegiatan R&D,” ujarnya.(agf/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menyoroti bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan yang masih didominasi oleh impor, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyayangkan kondisi tersebut dan berharap Indonesia mampu meningkatkan produksi bahan baku lokal untuk sektor farmasi. Pihaknya berjanji akan membantu komitmen peningkatan kualitas supply chain di sektor tersebut.

“Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini, 90 persen bahan baku dari luar negeri untuk industri obat. Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri,” ujar Erick,  Jumat (17/4). Dia menambahkan bahwa mewabahnya virus corona di Indonesia harus dijadikan cambukan untuk mengubah hal tersebut.

- Advertisement -

Menurut Erick penting untuk belajar tidak bergantung pada negara lain. Memang, dia mengakui bahwa hal tersebut tidak mudah untuk diwujudkan, namun dirinya cukup optimis melihat kemampuan industri farmasi di Indonesia.

”Kalau hari ini bisa produksi bahan baku obat 10 persen, tahun depan 30 persen, tahun depannya lagi 50 persen. Kita juga tidak anti-impor. Memang ada beberapa yang tidak bisa dilakukan, tapi yang kita bisa lakukan, harus bisa,” ujarnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Menko Airlangga Ajak Calon Investor Berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus

Menurut Erick, Kementerian BUMN sendiri sejak September sudah mencoba untuk membuat blueprint untuk penguatan energy security, food security, dan health security. Spesifik soal health security, Kementerian BUMN mencoba untuk mensinergikan 70 rumah sakit BUMN dengan perusahaan-perusahaan farmasi BUMN. ”Yang sedang kita review bagaimana ini bisa menjadi supply chain ke depannya,” bebernya.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong industri farmasi di dalam negeri agar semakin meningkatan kegiatan risetnya, sehingga dapat menghasilkan inovasi produk yang berdaya saing tinggi. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan permintaan ekspor.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku tengah memacu pengembangan industri farmasi nasional dengan mendorong masuknya investasi untuk memperkuat struktur manufaktur dalam negeri dan menghasilkan produk substitusi impor. Menperin mengatakan bahwa pemerintah telah mencanangkan program akselerasi pengembangan sektor strategis tersebut melalui penerbitan Paket Ekonomi Kebijakan XI yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes).

Baca Juga:  Tepat Waktu Tindaklanjuti Hasil Pemeriksaan, Gubri Terima Penghargaan

“Tujuan Inpres ini adalah menciptakan kemandirian industri farmasi dan alkes nasional, sehingga masyarakat memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, dan berkesinambungan,” ujar Agus.

Hingga saat ini, kekuatan industri farmasi di dalam negeri, didukung sebanyak 206 perusahaan, yang didominasi 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). ”Kami memproyeksikan suplai produk farmasi di pasar domestik, mampu dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 76 persen,” beber Agus.

Menurut Agus, untuk mengembangkan industri hulu dan penghasil produk substitusi impor, memang perlu investasi. Dalam hal ini, pemerintah telah memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal, di antaranya berupa tax allowance dan tax holiday.

”Selain itu, serta super tax deduction yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi dan menciptakan inovasi melalui kegiatan R&D,” ujarnya.(agf/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari