JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kejaksaan Agung RI mulai melakukan penyidikan terhadap kerugian yang melilit PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Penyidikan ini didasarkan perintah penyidikan Nomor 33/f2/fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019. Penyebab kerugian perusahaan plat merah itu sendiri mulai terbaca oleh kejaksaan.
"Ini ada 13 grup dan 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Burhanuddin menuturkan, kerugian Jiwasraya timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi.
Diantaranya, pelanggaran prinsip kehati-hatian berinvestasi yang dilakukan Jiwasraya dengan cara banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi. Salah satunya, penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun, namun mayoritas saham tersebut dikelola oleh perusahaan dengan kinerja buruk.
"Dari aset finansial yang ada, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik. Dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," imbuh Burhanuddin.
Penyebab kebangkrutan Jiwasraya lainnya yakni penempatan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, hanya 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik, sedangkan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
"Akibat transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya Persero sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal, dan diduga ini akan lebih dari itu," pungkas Burhanuddin.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal