PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang lanjutan dugaan korupsi anggaran di Bappeda Siak senilai Rp2,8 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (17/5). Dalam sidang ini jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan tujuh saksi lagi dengan terdakwa Sekdaprov Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid.
Adapun tujuh saksi yang dihadirkan itu adalah Masfin Yogasara, Siti Aminah, Widiasari, Yusrianto, Zefron, Rahmad Hidayat, dan Ir H Wan Muhammad Yunus. Mereka merupakan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di Bappeda Siak. Dalam persidangan, para saksi kembali menyudutkan Yan Prana. Mereka mengakui telah terjadi pemotongan 10 persen terhadap anggaran perjalanan dinas pegawai atau ASN Bappeda Siak sebagaimana yang telah disangkakan kepada Yan Prana.
Bahkan saksi menyebut pemotongan sebesar 10 persen anggaran perjalanan dinas tersebut atas perintah Yan Prana Jaya yang saat itu Kepala Bappeda Siak dan sebagai Pengguna Anggaran (PA). Ini disampaikan dalam rapat bersama pada Januari 2014 lalu.
"Pemotongan 10 persen tersebut pernah disampaikan oleh terdakwa pada saat rapat dengan seluruh pegawai atau ASN di Bappeda Siak pada 2014 atau tepatnya pada Januari 2014 lalu. Dalam agenda rapat membahas tentang rencana kegiatan di Bappeda Siak," ujar saksi Widiasari.
Dilanjutkannya, pada saat itu pegawai ASN yang hadir dalam rapat hanya diam saja. Tidak ada yang menanyakan untuk apa dilakukan pemotongan perjalanan dinas 10 persen.
Hal senada juga diungkapkan saksi lainnya Siti Aminah. Ia mengakui pernah mengikuti rapat bersama yang dipimpin langsung oleh terdakwa pada 2014 lalu. Dikatakannya, pemotongan 10 persen atas perintah pimpinan (Yan Prana Jaya) yang pernah disampaikan dalam rapat pada tahun 2014 tersebut. Namun alasan untuk apa pemotongan dia tidak tahu. Pemotongan sebesar 10 persen dimulai sejak 2014 hingga 2017 akhir.
"Uang yang telah kami terima itu tidak sesuai dengan kwitansi yang telah kami tanda tangani karena jumlahnya sudah berkurang akibat dipotong sebesar 10 persen. Yang telah dipotong oleh bendahara atau keuangan atas perintah kepala Bappeda," ucap Siti Aminah.
Hakim ketua yang dipimpin Lilin Herlina yang menanyakan kepada saksi mengapa tidak protes atau menanyakan untuk apa uang perjalanan dipotong? Saksi mengungkapkan tidak berani protes atau mempertanyakan alasan pemotongan karena takut. Pasalnya hanya pegawai/staf biasa.
"Kami tidak mempertanyakan alasan kenapa dipotong. Kami hanya diam saja. Tetapi dalam hati tidak terima dipotong. Kami takut protes," ungkap saksi.
Ketika ditanya hakim ketua Lilin Herlina, bagaimana proses pencairan anggaran perjalanan dinas tersebut? Sesuai dengan keterangan saksi, uang perjalanan dinas tersebut baru bisa dicairkan setelah mengajukan kelengkapan berkas ke keuangan.
"Untuk biaya awalnya para pegawai yang melakukan perjalanan dinas menggunakan uang pribadi, dan setelah itu baru mengajukan pencairan ke bendahara. Uang baru bisa dicairkan dari bendahara terlebih dahulu menunggu adanya dana. Tetapi begitu uang telah dicairkan oleh bendahara, kami hanya menerima uang yang sudah dipotong sebesar 10 persen dari anggaran perjalanan dinas yang diajukan," terang saksi.
Yan Prana Jaya yang hadir dalam persidangan kembali membantah keterangan saksi yang menyatakan bahwasanya dia pernah menyampaikan dalam rapat atau pun memerintahkan untuk melakukan pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas. Dia mengklaim pada rapat waktu itu hanya mengusulkan akan dilakukan pemotongan 10 persen saja. Itu pun jika semua pegawai setuju.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Deni Azani SH MH dan kawan-kawan yang menanyakan kepada saksi bahwa apakah perjalanan itu dilakukan atau tidak dilakukan? Saksi menyebutkan bahwa perjalanan dinas tersebut dilakukan, bukan fiktif. Dan telah dipotong sebesar 10 persen oleh bendahara atas perintah pimpinan.
Bahkan, saksi lainnya Zefron mengungkapkan, dia hanya melakukan perjalanan dinas sebanyak dua kali. Namun di dalam rekapan, dia disebut telah melakukan perjalanan dinas lebih dari dua kali. Bahkan ia tidak mengetahui siapa yang telah merekap atau melakukan hal tersebut.
Hakim ketua Lilin Herlina menegaskan dan berkali-kali meminta saksi yang dihadirkan bisa memberikan keterangan yang jujur. Jangan berbohong, karena sudah disumpah. Apa yang ditanyakan oleh majelis hakim, JPU maupun penasihat hukum atau kuasa hukum terdakwa, saksi harus mengatakan dengan jujur.
"Kalau tahu ya katakan tahu. Kalau tidak tahu ya katakan tidak tahu. Karena dalam memberikan keterangan, saksi sudah disumpah, dan itu akan dipertanggungjawabkan. Dan jangan banyak lupa," tegas Lilin Herlina.
Setelah mendengarkan keterangan-keterangan yang disampaikan 7 saksi tersebut, Lilin Herlina memutuskan sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan, Senin (24/5) dengan agenda kembali mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU.(dof)