JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Situasi di perbatasan Ukraina dan Rusia masih belum jelas. Soal penarikan ribuan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina masih simpang siur. Sejumlah negara memberikan dukungan diplomatik agar kedua negara menahan diri. Sementara posisi Cina diyakini hanya sebagai pengamat dalam konflik tersebut.
Di satu sisi, Cina telah berulang kali menyatakan niat untuk bersatu kembali dengan Taiwan, sebuah pulau di lepas pantai yang memiliki pemerintahan sendiri secara demokratis tetapi diklaim Cina. Namun, apakah konflik Rusia dan Ukraina akan memberi pengaruh kepada Cina ke Taiwan, masih belum pasti.
Para analis menilai bahwa Cina dan Taiwan sedang memantau perkembangan di Ukraina dengan cermat. Cina dinilai hanya sebagai penonton.
"Presiden Tiongkok Xi Jinping sedang mencari tahu untuk melihat seberapa banyak Amerika Serikat dapat mendukung Ukraina, sementara Beijing selalu memikirkan Taiwan," kata Direktur Institut Kissinger di Cina dan AS, Robert Daly, kepada CNBC, pekan lalu.
"Tapi, saya tidak menilai Ukraina dan Taiwan sebagai paralel dalam kasus ini. Saya pikir Cina tahu bahwa Taiwan lebih penting bagi Amerika Serikat," katanya.
Ia menambahkan bahwa pulau itu merupakan pusat strategi keamanan Amerika di Pasifik Barat. Kementerian Luar Negeri Cina belum menanggapi permintaan komentar dari CNBC.
Namun, Beijing dan Moskow bulan ini mendeklarasikan kemitraan tanpa batas menjelang Olimpiade Musim Dingin di Cina. Presiden Vladimir Putin dan Xi Jinping merilis pernyataan bersama pada 4 Februari yang menyerukan Barat untuk meninggalkan pendekatan Perang Dingin yang diideologikannya dan menyatakan penentangan mereka terhadap ekspansi NATO.
Mencegah Ukraina bergabung dengan aliansi demokrasi Barat adalah tujuan strategis utama bagi Putin. Presiden dan pendiri perusahaan konsultan Eurasia Group, Ian Bremmer, mencatat sebelum pernyataan itu bahwa Cina secara umum mendukung posisi Rusia di Ukraina tetapi tidak secara khusus aktif dalam mengambil sikap.
"Penting untuk mengenali keselarasan yang berkembang antara Rusia dan Cina," kata Bremmer dalam sebuah catatan penelitian.
"Jika terjadi eskalasi lebih lanjut dan sanksi AS atau Eropa terhadap Rusia, pemerintah Cina kemungkinan akan turun tangan dan memberikan lebih banyak dukungan ekonomi dan teknologi dengan Moskow," katanya.
"Langkah seperti itu akan secara dramatis mempererat hubungan antara dua musuh paling signifikan bagi Amerika," katanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi