Rabu, 18 September 2024

Pemerintah Tidak Kompak Buat Aturan Pencegahan Covid-19

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada 9 April lalu. Aturan ini ditolak oleh berbagai pihak. Sebab dinilai bertentangan dalam misi pengurangan jumlah penderita Covid-19.

Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati kemarin (12/4) menyatakan bahwa secara garis besar peraturan tersebut mengatur tiga hal. Pertama terkait dengan pengendalian transportasi untuk seluruh wilayah. Selanjutnya pengendalian transportasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan terakhir mengenai pengendalian transportasi untuk kegiatan mudik tahun 2020.

"Permenhub ini dibuat berdasarkan kondisi riil saat ini, namun Pemerintah akan memperhatikan dinamika yang berkembang dan tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian," ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa peraturan tersebut berlaku untuk transportasi penumpang yang berupa kendaraan umum dan pribadi serta transportasi barang atau logistik. Dalam aturan tersebut operator ditunjukkan bagaimana hal-hal yang harus dilakukan mulai pada saat persiapan perjalanan, selama perjalanan, dan saat sampai tujuan atau kedatangan.

- Advertisement -

Salah satu aturan yang ada dalam Permenhub tersebut menyebutkan bahwa untuk sepeda motor baik yang digunakan untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan masyarakat (ojek) dalam hal tertentu dapat mengangkut penumpang dengan syarat-syarat yang ketat. sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

"Protokol kesehatan seperti melakukan disinfeksi kendaraan dan atribut sebelum dan setelah selesai digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit," ucapnya.

- Advertisement -

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan bahwa Permenhub 18/2020 harus dicabut. Pasalnya, dia melihat bahwa Kementerian Perhubungan  mengeluarkan kebijakan itu atas dasar kepentingan ekonomi jangka pendek.

Baca Juga:  Matangkan Ranperda, Pansus B Dumai Kunjungi DLH Rohil

"Salah satu inti yang diatur Permenhub 18/2020 adalah dalam hal tertentu untuk tujuan melayani masyarakat dan  kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan, pada Pasal 11 ayat 1 huruf d. Ketentuan ini sangat menyesatkan, berpotensi banyak pelanggaran dan disalahgunakan," ungkapnya.

Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan konsumen Agus Pambagio juga menuturkan hal senada.  Dia menilai penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta  dalam beberapa hari terakhir sudah berjalan baik. Apalagi disusul daerah penyangga lainnya.

"Namun sayang penerapan PSBB khususnya yang terkait  angkutan orang dengan kendaraan roda dua akan menjadi masalah di lapangan karena  Peraturan Menteri Pehubungan dan Peraturan Menteri Kesehatan saling berbenturan," tuturnya.

Agus juga mempersoalkan pasal yang sama dengan Tulus. "Peraturan Menteri Perhubungan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (10)  huruf a di mana penumpang kendaraan baik umum maupun pribadi harus mengatur jarak. Peraturan Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 2020 jelas juga melanggar UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Peraturan Menteri Perhubungan ini juga melanggar PP No. 21 Tahun 2020," ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Permenhub ini membuat aparat menjadi ambigu dalam melakukan penindakan hukum. "Padahal tanpa penindakan hukum pelaksanan PSBB menjadi tidak ada gunanya karena penularan Covid 19 masih dapat berlangsung melalui angkutan penumpang kendaraan roda dua," ujarnya.

Pemberlakukan Permenhub Nomor 18/2020 juga menuai kritik dari parlemen. Anggota Komisi V DPR Irwan mengatakan permenhub tidak perlu ada karena justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020 tentang PSBB. "Permenhub ini menegasikan PSBB," kata Irwan kepada JPG, kemarin.

Baca Juga:  Lima WNI Diculik di Laut Malaysia

Disampaikan, peraturan menteri perhubungan tidak tegas dalam  membatasi sosial berskala besar. Justru permenhub memastikan semua jenis transportasi masih bebas beroperasi. Seperti transportasi darat, laut, udara untuk tetap beroperasi selama PSBB.

Pembebasan operasional transportasi itu diatur dalam pasal 11-15. Dalam klausul itu semua jenis kendaraan boleh beroperasi dengan membatasan jumlah penumpang. Di pasal 11 ayat 1A, misalnya. Disebutkan kendaraan penumpang atau bus boleh beroperasi dengan pembatasan jumlah penumpang maksimal 50 persen dari kapasitas tempat duduk.

Adapun kereta api jumlah penumpang maksimal 65 persen dari kapasitas tempat duduk. Untuk pengguna sepeda motor juga boleh mengangkut penumpang.  Akibatnya, dengan Permenhub 18/2020, pengendalian transportasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 membuat kepala daerah setempat menjadi kebingungan.

Sebab sebelumnya sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9/2020 tentang Ketentuan Penerapan PSBB. Selama PSBB, masyarakat harus memastikan physical distancing. Termasuk tidak boleh berkendara sepeda motor dengan berboncengan. Kepolisian pun aktif melakukan razia di DKI Jakarta untuk memastikan aturan itu berjalan."Di sini jelas permenhub mementahkan permenkes yang terbit lebih dulu," ujar Irwan.

Dia berharap permenhub segera dicabut karena tidak sesuai PP Nomor 21/2020 tentang PSBB. Apalagi PP juga mengamanatkan penetapan pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui permenkes. "PSBB cukup diatur oleh satu peraturan menteri saja agar tidak tumpah-tindih dan membingungkan publik," ujar politikus Partai Demokrat itu. (lyn/mar/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada 9 April lalu. Aturan ini ditolak oleh berbagai pihak. Sebab dinilai bertentangan dalam misi pengurangan jumlah penderita Covid-19.

Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati kemarin (12/4) menyatakan bahwa secara garis besar peraturan tersebut mengatur tiga hal. Pertama terkait dengan pengendalian transportasi untuk seluruh wilayah. Selanjutnya pengendalian transportasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan terakhir mengenai pengendalian transportasi untuk kegiatan mudik tahun 2020.

"Permenhub ini dibuat berdasarkan kondisi riil saat ini, namun Pemerintah akan memperhatikan dinamika yang berkembang dan tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian," ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa peraturan tersebut berlaku untuk transportasi penumpang yang berupa kendaraan umum dan pribadi serta transportasi barang atau logistik. Dalam aturan tersebut operator ditunjukkan bagaimana hal-hal yang harus dilakukan mulai pada saat persiapan perjalanan, selama perjalanan, dan saat sampai tujuan atau kedatangan.

Salah satu aturan yang ada dalam Permenhub tersebut menyebutkan bahwa untuk sepeda motor baik yang digunakan untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan masyarakat (ojek) dalam hal tertentu dapat mengangkut penumpang dengan syarat-syarat yang ketat. sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

"Protokol kesehatan seperti melakukan disinfeksi kendaraan dan atribut sebelum dan setelah selesai digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit," ucapnya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan bahwa Permenhub 18/2020 harus dicabut. Pasalnya, dia melihat bahwa Kementerian Perhubungan  mengeluarkan kebijakan itu atas dasar kepentingan ekonomi jangka pendek.

Baca Juga:  Refund Akomodasi Umrah Masih Sulit

"Salah satu inti yang diatur Permenhub 18/2020 adalah dalam hal tertentu untuk tujuan melayani masyarakat dan  kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan, pada Pasal 11 ayat 1 huruf d. Ketentuan ini sangat menyesatkan, berpotensi banyak pelanggaran dan disalahgunakan," ungkapnya.

Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan konsumen Agus Pambagio juga menuturkan hal senada.  Dia menilai penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta  dalam beberapa hari terakhir sudah berjalan baik. Apalagi disusul daerah penyangga lainnya.

"Namun sayang penerapan PSBB khususnya yang terkait  angkutan orang dengan kendaraan roda dua akan menjadi masalah di lapangan karena  Peraturan Menteri Pehubungan dan Peraturan Menteri Kesehatan saling berbenturan," tuturnya.

Agus juga mempersoalkan pasal yang sama dengan Tulus. "Peraturan Menteri Perhubungan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (10)  huruf a di mana penumpang kendaraan baik umum maupun pribadi harus mengatur jarak. Peraturan Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 2020 jelas juga melanggar UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Peraturan Menteri Perhubungan ini juga melanggar PP No. 21 Tahun 2020," ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Permenhub ini membuat aparat menjadi ambigu dalam melakukan penindakan hukum. "Padahal tanpa penindakan hukum pelaksanan PSBB menjadi tidak ada gunanya karena penularan Covid 19 masih dapat berlangsung melalui angkutan penumpang kendaraan roda dua," ujarnya.

Pemberlakukan Permenhub Nomor 18/2020 juga menuai kritik dari parlemen. Anggota Komisi V DPR Irwan mengatakan permenhub tidak perlu ada karena justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020 tentang PSBB. "Permenhub ini menegasikan PSBB," kata Irwan kepada JPG, kemarin.

Baca Juga:  Ingat, Ini 2 Gejala jadi Tanda Awal Hepatitis Misterius

Disampaikan, peraturan menteri perhubungan tidak tegas dalam  membatasi sosial berskala besar. Justru permenhub memastikan semua jenis transportasi masih bebas beroperasi. Seperti transportasi darat, laut, udara untuk tetap beroperasi selama PSBB.

Pembebasan operasional transportasi itu diatur dalam pasal 11-15. Dalam klausul itu semua jenis kendaraan boleh beroperasi dengan membatasan jumlah penumpang. Di pasal 11 ayat 1A, misalnya. Disebutkan kendaraan penumpang atau bus boleh beroperasi dengan pembatasan jumlah penumpang maksimal 50 persen dari kapasitas tempat duduk.

Adapun kereta api jumlah penumpang maksimal 65 persen dari kapasitas tempat duduk. Untuk pengguna sepeda motor juga boleh mengangkut penumpang.  Akibatnya, dengan Permenhub 18/2020, pengendalian transportasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 membuat kepala daerah setempat menjadi kebingungan.

Sebab sebelumnya sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9/2020 tentang Ketentuan Penerapan PSBB. Selama PSBB, masyarakat harus memastikan physical distancing. Termasuk tidak boleh berkendara sepeda motor dengan berboncengan. Kepolisian pun aktif melakukan razia di DKI Jakarta untuk memastikan aturan itu berjalan."Di sini jelas permenhub mementahkan permenkes yang terbit lebih dulu," ujar Irwan.

Dia berharap permenhub segera dicabut karena tidak sesuai PP Nomor 21/2020 tentang PSBB. Apalagi PP juga mengamanatkan penetapan pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui permenkes. "PSBB cukup diatur oleh satu peraturan menteri saja agar tidak tumpah-tindih dan membingungkan publik," ujar politikus Partai Demokrat itu. (lyn/mar/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari