PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang dugaan tindak pidana korupsi anggaran di Bappeda Siak senilai Rp2,8 miliar oleh Sekdaprov Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (10/5). Sebagai terdakwa, Yan Prana hadir dalam sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).
Ada empat saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini. Mereka yang dihadirkan adalah pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di Bappeda Siak. Yakni Sabta Saili, Rozi Candra, Hendrizal, dan Selwanda. Dari keterangan saksi Hendrizal, Selwanda dan saksi lainnya lagi-lagi menyudutkan Yan Prana. Mereka mengakui telah terjadi pemotongan 10 persen terhadap anggaran perjalanan dinas di Bappeda Siak sebagaimana yang telah disangkakan kepada terdakwa. Bahkan, saksi menyebut pemotongan sebesar 10 persen itu atas perintah Kepala Bappeda Siak yang disampaikan Pengguna Anggaran (PA) Yan Prana Jaya melalui bendahara Dona Fitria dan Ade Kusendang.
"Uang yang telah kami terima itu tidak sesuai dengan kwitansi yang telah kami tandatangani karena jumlahnya sudah berkurang karena telah dipotong 10 persen. Yang telah dipotong oleh bendahara atas perintah kepala Bappeda melalui bendahara atau keuangan,"ucap saksi.
Hakim ketua Lilin Herlina yang menanyakan kepada saksi apakah tidak protes karena uang perjalanan dipotong, saksi mengungkapkan tidak berani protes atau mempertanyakan alasan pemotongan karena takut. Pasalnya mereka hanya pegawai/staf biasa.
"Kami tidak mempertanyakan alasan kenapa dipotong. Kami hanya diam saja. Tetapi dalam hati tidak terima dipotong. Kami takut protes,"ungkap saksi.
Selanjutnya, Lilin Herlina apakah betul pada waktu itu Kepala Bappeda Siak dan juga pengguna anggaran adalah terdakwa Yan Prana Jaya. Saksi menjawab betul. Selanjutnya, hakim ketua menanyakan bagaimana proses pencairan anggaran perjalanan dinas tersebut. Sesuai dengan keterangan saksi, uang perjalanan dinas tersebut baru bisa dicairkan setelah mengajukan kelengkapan berkas.
Dijelaskan saksi, untuk biaya awalnya para pegawai yang melakukan perjalanan dinas menggunakan uang pribadi, dan setelah itu baru mengajukan pencairan ke bendahara. Uang baru bisa dicairkan dari bendahara terlebih dahulu menunggu adanya anggaran.
"Tetapi begitu uang telah dicairkan oleh bendahara, kami menerima uang yang sudah dipotong sebesar 10 persen dari anggaran perjalanan dinas yang diajukan,"terang saksi.
Bahkan semua saksi yang memberikan keterangan tidak menampik dan mengakui bahwa uang perjalanan dinas pegawai di Bapedda Siak dipotong 10 persen melalui keungan atau bendahara. Bahkan, hakim ketua juga sempat dibuat kesal dari keterangan-keterangan yang disampaikan saksi. Pasalnya, ketika ditanya oleh hakim ketua maupun JPU, saksi banyak mengatakan tidak mengetahui kapan melakukan perjalan dinas. Bahkan tidak mengetahui lagi total jumlah uang yang dipotong. "Uang sendiri yang dipotong kok tidak protes dan tidak mengetahui jumlahnya,"kata Hakim ketua.
Selain itu, hakim ketua juga menanyakan soal anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bapedda Siak dan pengelolaan makan minum pada Bapedda Siak. Para saksi menyebut tidak tahu dan lupa.
Sementara Yan Prana kembali membantah keterangan saksi bawah dia pernah menyampaikan dalam rapat atau pun memerintahkan untuk melakukan pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas. Dia mengklaim hanya mengatakan pada waktu itu hanya mengusulkan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen saja. Itu pun jika semua pegawai setuju.
"Pada waktu itu saya hanya mengusulkan saja. Sepanjang semuanya setuju ya sudah, jalan kan,"kata Yan Prana Jaya membantah keterangan saksi.
Bahkan, Yan Prana mengklaim cerita tentang pemotongan anggaran perjalan dinas tersebut tidak pernah disampaikan didalam agenda rapat bersama pegawai di Bapedda Siak tahun 2014, namun ia sampaikan usulan pemotongan itu di luar agenda rapat.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Deni Azani SH MH dan kawan-kawan yang menanyakan kepada saksi bahwa apakah perjalanan itu dilakukan atau tidak dilakukan? Saksi menyebutkan bahwa perjalanan dinas tersebut dilakukan dan ada dilakukan, bukan fiktif. Deni juga menanyakan soal hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK dan Inspektorat sebelumnya. Dan berbagai prestasi yang telah diraih oleh Bapedda Siak ketika Yan Prana Jaya menjadi kepala Bappeda Siak.
"Sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK dan Inspektorat apakah ada temuan? Dan apakah pernah Bapdeda Siak ketika Yan Prana Jaya menjadi kepala Bappeda Siak mendapat prestasi,"tanya kuasa hukum terdakwa.
Kemudian saksi menjawab hasil pemeriksaan dari BPK maupun Inspektorat tidak pernah ada temua. Untuk prestasi, saksi menjawab Bapdeda Siak pernah mendapat prestasi. Dan juga menanyakan kepada saksi apakah telah terjadi pemotongan 10 persen perjalanan dinas di Bappeda Siak. Apakah saksi benar telah dilakukan pemotongan perjalan dinas 10 persen. Saksi lagi-lagi menyampaikan bahwa benar telah dilakukan pemotongan uang perjalanan dinas melalui bendahara sebesar 10 persen.
Setelah mendengarkan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh 4 orang saksi tersebut, hakim ketua Lilin Herlina memutuskan sidang akan kembali dilanjutkan pada pekan depan, Senin (17/5) dengan agenda kembali mendengarkan keterangan saksi.
Ketika ditanya berapa orang saksi lagi yang akan dihadirkan oleh JPU, JPU Himawan dan kawan-kawan mengatakan bahwa masih ada 26 Saksi lagi yang akan dihadirkan dalam persidangan. "Masih ada 26 orang saksi lagi yang akan dihadirkan dalam persidangan selanjutnya untuk memberikan keterangan yang mulia,"kata JPU ke majelis hakim.(dof)