JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Serikat Pekerja Transportasi Jalan Raya (SPTJR) menilai penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja dilakukan tergesa-gesa dan terkesan tertutup. Tak heran bila banyak pihak bersuara sumbang mengkritisi produk perundang-undangan yang kini tengah dibahas ini.
"Pemerintah terlalu tergesa-gesa dan kurang terbuka terhadap publik untuk berpartisipasi memberikan masukan. Khususnya, buruh. Sehingga, wajar memunculkan beragam pertanyaan dan kecurigaan," ungkap Ketua Umum SPTJR Noak Banjarnahor, Jumat (10/4).
Noak menilai, mayoritas buruh sadar mengenai kondisi perekonomian tanah air saat ini. Pengangguran masih banyak, produktivitas terbatas, hingga terganggunya aktivitas ekonomi akibat pandemi virus korona (Covid-19). Makanya, suara buruh juga patut dipertimbangkan untuk menyusun draf RUU Cipta Lapangan Kerja.
Pihaknya, tidak ingin serampangan mengikuti arus penolakan. Noak melihat masih ada peluang bagi buruh untuk ikut menyempurnakan RUU tersebut. Kondisi pagebluk Covid-19 bisa menjadi momentum untuk saling peduli dan empati. Menilik kembali iklim ketenagakerjaan di tengah tekanan global.
Para pengusaha dihadapkan dengan situasi sulit. Memaksakan diri melanjutkan bisnis dan terus menggaji pekerja. Ada pula yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran turunnya pemasukan.
"Saat ini adalah ujian sesungguhnya bagi rakyat Indonesia, khususnya angkatan kerja produktif. Apakah akan memilih status quo dan turut memperburuk situasi, atau turut ambil bagian menjadi solusi bagi permasalahan bersama," beber Noak.
Saat ini draf RUU Cipta Lapangan Kerja sedang dalam proses pembahasan di DPR RI. Harapannya, rancangan aturan tersebut digagas untuk tujuan baik. Mampu memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan tanah air Lebih fleksibel dan kondusif.
"Saya berharap DPR RI benar-benar mendengar suara seluruh unsur masyarakat sehingga produk akhir dari RUU ini manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh warga Indonesia," tandasnya.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal