JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Bareskrim meningkatkan status terlapor kasus penembakan laskar FPI menjadi tersangka. Kendati ada tiga terlapor, dikarenakan satu terlapor meninggal dunia. Maka, saat ini terdapat dua tersangka dalam kasus tersebut.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Rusdi Hartono menjelaskan bahwa gelar perkara dilakukan, Kamis lalu (1/4). Dalam gelar perkara tersebut diputuskan bahwa status tiga terlapor ditingkatkan menjadi tersangka.
"Namun, untuk satu terlapor dihentikan kasusnya," jelasnya.
Penghentian itu, lanjutnya, seperti telah diketahui secara umum bahwa terlapor yang meninggal dunia karena kecelakaan. Karena kondisi itulah kemudian kasus tidak dilanjutkan. Dengan begitu, maka dalam kasus ini terdapat dua tersangka.
"Dua tersangka ini masih didalami," paparnya kemarin dalam konferensi pers.
Dia mengatakan, Polri akan menuntaskan kasus tersebut secara profesional, transparan dan akuntabel. Proses masih berlanjut.
"Kami terus mendalami," papar jenderal berbintang satu tersebut.
Kendati telah menjadi tersangka, namun dipastikan kedua oknum penembak laskar FPI tersebut tidak ditahan.
“Enggak, penyidik memiliki pertimbangan soal itu. Pertimbangan subjektif dan obyektif. Mungkin nanti akan dipertimbangkan," terangnya.
Namun, sayangnya hingga saat ini tidak diketahui apakah penembakan terhadap laskar FPI tersebut atas perintah atasan atau tidak.
Sementara Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menuturkan, mempercayakan kasus tersebut ditangani kepolisian. "Kami yakin terus diproses," paparnya.
Yang pasti, Komnas HAM akan terus memantau perkembangan kasus tersebut. Sama seperti, kasus lainnya yang ditangani lembaga penyelidik kasus pelanggaran HAM tersebut. "Misalnya, kasus penembakan Pendeta Yeremiah, kami pantau perkembangannya juga," ujarnya.
Kasus penembakan laskar FPI ini, sesuai hasil investigasi Komnas HAM merupakan pelanggaran HAM. Walau, bukan termasuk dalam kategori berat. Dari enam laskar FPI yang tewas, pelanggaran HAM diduga terjadi pada tewasnya empat laskar FPI.
Kejadian tersebut, oleh Komnas HAM dibagi menjadi dua. Baku tembak antara polisi dengan dua anggota laskar FPI dan penembakan terhadap empat laskar FPI yang sebelumnya telah tertangkap.
Telegram Kapolri Dicabut
Penerbitan surat telegram rahasia Kapolri terkait larangan media menampilkan aksi kekerasaan atau arogansi anggota polisi menarik kontroversi. Hingga pada akhirnya, surat telegram itu resmi dicab ut. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, sudah sepatutnya jika telegram tersebut dibatalkan. Sebab, bertentangan dengan tugas jurnalistik.
’’Telegram Kapolri Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tanggal 5 April 2021 tentang larangan media siarkan arogansi dan kekerasan polisi bertentangan dengan UU Pers karena media merdeka untuk melaksanakan tugasnya,’’ kata Arif saat dihubungi, Selasa (6/4).
Menurut dia, kebijakan itu juga bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) serta UUD 1945. Dia menyebut, sudah ada kode etik yang mengatur kerja jurnalistik. ’’Yang paling penting juga, ini mengancam hak warga untuk jaminan perlindungan dari kekerasan aparat karena sumber informasi dan ruang pengawan publik dibungkam,’’ jelas Arif.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo resmi mencabut surat telegram rahasia terkait larangan media menyiarkan arogansi atau kekerasaan anggota kepolisian. Pencabutan ini hanya berselang beberapa jam setelah telegram tersebut tersebar di publik.
Pembatalan ini termuat dalam surat telegram nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6 April 2021. Telegram pembatalan ini ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, dan ditujukan kepada seluruh Kapolda. ’’Sehubungan dengan referensi di atas, disampaikan kepada kepala bahwa ST Kapolri sebagaimana referensi nomor 4 di atas dinyatakan dicabut/dibatalkan,’’ tulis Kapolri dalam telegram tersebut.(idr/jpg)