Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Buronan Djoko Tjandra Diduga Ubah Namanya di Sudin Dukcapil Jaksel

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Buronan kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra belum juga berhasil diringkus Kejaksaan Agung (Kejagung). Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga, Djoko Tjandra mendaftarkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020 dengan nama barunya, Joko Soegiarto Tjandra.

“Untuk mengajukan PK, Joko Soegiarto Tjandra wajib melampirkan copy KTP. Setelah ditulusuri dia telah melampirkan copy KTP tertanggal 8 Juni 2020, artinya KTP tersebut baru dicetak pada tanggal 8 Juni 2020,” kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (6/7).

Boyamin menuturkan, Joko Soegiarto Tjandra melakukan rekam data dan cetak e-KTP di kantor Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan dengan alamat Jalan Simprug Golf I Nomor 89, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia menduga, alamat tersebut sesuai dengan permohonan PK.

“Semestinya Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa mencetak KTP dengan identitas WNI dikarenakan telah menjadi Warga Negara lain Papua Nugini dalam bentuk memiliki Pasport Negara Papua Nugini . Berdasar Pasal 23 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan hilang apabila memiliki pasport negara lain,” ujar Boyamin.

Baca Juga:  Mitsubishi Tingkatkan Kualitas Pelayanan

“KTP baru Joko Soegiarto Tjandra tertulis tahun lahir 1951, sementara dokumen lama pada putusan PK tahun 2009 tertulis tahun lahir 1950,” sambungnya.

Boyamin memandang, atas dasar KTP WNI tidak sah dan perbedaan tahun lahir KTP baru 1951 dengan dokumen lama di Pengadilan tahun lahir 1950, maka semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghentikan proses persidangan PK yang diajukan Joko Tjandra.

Sementara itu, pengacara Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengklaim tidak mengetahui soal status pengubahan nama kliennya. Menurutnya, nama tersebut sesuai dengan yang dilampirkan dalam permohonan PK. “Saya kurang tahu ya (terkait pengubahan nama),” kata Andi dikonfirmasi, Minggu (5/7).

Andi mengaku, ejaan nama kliennya adalah Joko Soegiarto Tjandra. Nama tersebut yang didaftarkan dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Dalam PK Jaksa Nomor 12 tahun 2009 yang bisa di cek di internet nama beliau tertulis Joko,” pungkas Andi.

Baca Juga:  Bertambah 21, Kini Positif Corona Jadi 117 Orang

Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, hingga kini Djoko Tjandra belum berhasil ditangkap oleh Korps Adhyaksa.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Buronan kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra belum juga berhasil diringkus Kejaksaan Agung (Kejagung). Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga, Djoko Tjandra mendaftarkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020 dengan nama barunya, Joko Soegiarto Tjandra.

“Untuk mengajukan PK, Joko Soegiarto Tjandra wajib melampirkan copy KTP. Setelah ditulusuri dia telah melampirkan copy KTP tertanggal 8 Juni 2020, artinya KTP tersebut baru dicetak pada tanggal 8 Juni 2020,” kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (6/7).

- Advertisement -

Boyamin menuturkan, Joko Soegiarto Tjandra melakukan rekam data dan cetak e-KTP di kantor Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan dengan alamat Jalan Simprug Golf I Nomor 89, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia menduga, alamat tersebut sesuai dengan permohonan PK.

“Semestinya Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa mencetak KTP dengan identitas WNI dikarenakan telah menjadi Warga Negara lain Papua Nugini dalam bentuk memiliki Pasport Negara Papua Nugini . Berdasar Pasal 23 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan hilang apabila memiliki pasport negara lain,” ujar Boyamin.

- Advertisement -
Baca Juga:  Mitsubishi Tingkatkan Kualitas Pelayanan

“KTP baru Joko Soegiarto Tjandra tertulis tahun lahir 1951, sementara dokumen lama pada putusan PK tahun 2009 tertulis tahun lahir 1950,” sambungnya.

Boyamin memandang, atas dasar KTP WNI tidak sah dan perbedaan tahun lahir KTP baru 1951 dengan dokumen lama di Pengadilan tahun lahir 1950, maka semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghentikan proses persidangan PK yang diajukan Joko Tjandra.

Sementara itu, pengacara Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengklaim tidak mengetahui soal status pengubahan nama kliennya. Menurutnya, nama tersebut sesuai dengan yang dilampirkan dalam permohonan PK. “Saya kurang tahu ya (terkait pengubahan nama),” kata Andi dikonfirmasi, Minggu (5/7).

Andi mengaku, ejaan nama kliennya adalah Joko Soegiarto Tjandra. Nama tersebut yang didaftarkan dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Dalam PK Jaksa Nomor 12 tahun 2009 yang bisa di cek di internet nama beliau tertulis Joko,” pungkas Andi.

Baca Juga:  Margarin vs Mentega: Apa bedanya?

Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, hingga kini Djoko Tjandra belum berhasil ditangkap oleh Korps Adhyaksa.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari