Nasib Iuran Peserta Kelas III Masih Belum Jelas

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hingga pekan pertama Januari nasib iuran BPJS Kesehatan masih terkatung-katung. Desember lalu,  pembahasan terakhir dengan DPR RI memutuskan ada skema subsidi. Namun hingga kini belum ada aturan mengenai hal tersebut. Pemerintah belum bersikap.

Ada dua macam cara pembayaran BPJS Kesehatan. Kelompok pertama adalah  yang dibayar oleh negara atau dibayar dari pemotongan gaji. Kelompok tersebut adalah PBI, PPU pemerintah, dan PPU badan usaha. Jumlahnya 186.355.409 jiwa.

- Advertisement -

Kelompok kedua adalah yang membayar secara mandiri, yakni PBPU dan BU. Jumlah keseluruhannya adalah 35.932.299. Pada kelompok kedua ini yang mengambil kelas III  berjumlah 19.961.569 . Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menyayangkan karena belum ada tanda-tanda gebrakan apapun. Seperti yang dijanjikan pada rapat terakhir. 

"Dalam raker tanggal 12 Desember tersebut Komisi IX DPR RI meminta Kemenkes dan BPJS Kesehatan bisa menjamin implementasi dari hasil kesimpulan raker," ucapnya. 

- Advertisement -

Dia meminta agar Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk segera memberikan kepastian kepada masyarakat terutama yang Mandiri kelas III. Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa semua pihak harus melaksanakan Perpres 75/2019 secara konsekuen. Perpres tersebut mengatur mengenai jaminan kesehatan.  "Keputusan Presiden yang telah melalui proses pembahasan panjang dan dipertimbangkan dengan  matang," katanya.

Sebelumnya Muhadjir menegaskan bahwa skema itu tidak bisa dilakukan. 

"Tidak ada skema itu. Perpres itu sudah dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk penghitungannya" katanya. 

Dia juga menegaskan bahwa Perpres 75 itu tidak akan direvisi. Kenaikan ini menurutnya akan memperbaiki layanan kesehatan. Sebab ada peningkatan pelayanan. Misalnya saja tertib distribusi alokasi anggaran yang sleama ini tidak tepat sasaran. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa ada dampak positif kenaikan iuran ini. Pendapatan iuran JKN di 2020 akan semakin besar. Artinya bisa membiayai biaya INA CBGs, kapitasi, dana operasional, dan preventif-promotif.

"Walaupun ada kenaikan iuran, itu tidak otomatis akan menjamin defisit akan teratasi di 2020 mengingat defisit 2019 akan menjadi beban 2020," ucapnya.  

Dengan skema tersebut defisit Rp31 triliun yang diperkirakan BPJS Kesehatan pada 2019 akan dikurangi  dari penambahan iuran PBI dan PPU Pemerintah yang telah diamanatkan Perpres 75/2019. Jumlahnya sekitar Rp14 triliun.  Rencananya, hari ini dilaksanakan rapat koordinasi antar menteri di Kemenko PMK. Rapat tersebut rencananya dihadiri oleh Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Kementerian Keuangan.(lyn/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hingga pekan pertama Januari nasib iuran BPJS Kesehatan masih terkatung-katung. Desember lalu,  pembahasan terakhir dengan DPR RI memutuskan ada skema subsidi. Namun hingga kini belum ada aturan mengenai hal tersebut. Pemerintah belum bersikap.

Ada dua macam cara pembayaran BPJS Kesehatan. Kelompok pertama adalah  yang dibayar oleh negara atau dibayar dari pemotongan gaji. Kelompok tersebut adalah PBI, PPU pemerintah, dan PPU badan usaha. Jumlahnya 186.355.409 jiwa.

Kelompok kedua adalah yang membayar secara mandiri, yakni PBPU dan BU. Jumlah keseluruhannya adalah 35.932.299. Pada kelompok kedua ini yang mengambil kelas III  berjumlah 19.961.569 . Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menyayangkan karena belum ada tanda-tanda gebrakan apapun. Seperti yang dijanjikan pada rapat terakhir. 

"Dalam raker tanggal 12 Desember tersebut Komisi IX DPR RI meminta Kemenkes dan BPJS Kesehatan bisa menjamin implementasi dari hasil kesimpulan raker," ucapnya. 

Dia meminta agar Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk segera memberikan kepastian kepada masyarakat terutama yang Mandiri kelas III. Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa semua pihak harus melaksanakan Perpres 75/2019 secara konsekuen. Perpres tersebut mengatur mengenai jaminan kesehatan.  "Keputusan Presiden yang telah melalui proses pembahasan panjang dan dipertimbangkan dengan  matang," katanya.

Sebelumnya Muhadjir menegaskan bahwa skema itu tidak bisa dilakukan. 

"Tidak ada skema itu. Perpres itu sudah dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk penghitungannya" katanya. 

Dia juga menegaskan bahwa Perpres 75 itu tidak akan direvisi. Kenaikan ini menurutnya akan memperbaiki layanan kesehatan. Sebab ada peningkatan pelayanan. Misalnya saja tertib distribusi alokasi anggaran yang sleama ini tidak tepat sasaran. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa ada dampak positif kenaikan iuran ini. Pendapatan iuran JKN di 2020 akan semakin besar. Artinya bisa membiayai biaya INA CBGs, kapitasi, dana operasional, dan preventif-promotif.

"Walaupun ada kenaikan iuran, itu tidak otomatis akan menjamin defisit akan teratasi di 2020 mengingat defisit 2019 akan menjadi beban 2020," ucapnya.  

Dengan skema tersebut defisit Rp31 triliun yang diperkirakan BPJS Kesehatan pada 2019 akan dikurangi  dari penambahan iuran PBI dan PPU Pemerintah yang telah diamanatkan Perpres 75/2019. Jumlahnya sekitar Rp14 triliun.  Rencananya, hari ini dilaksanakan rapat koordinasi antar menteri di Kemenko PMK. Rapat tersebut rencananya dihadiri oleh Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Kementerian Keuangan.(lyn/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya