JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19, untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. Dalam rekonstruksi ini, tersangka Harry Sidabuke memeragakan penyerahan uang senilai Rp 150 juta yang berada di dalam sebuah gitar, untuk memuluskan pengadaan bansos Covid-19.
Pantauan di tempat rekonstruksi Gedung C1 KPK, Jalan HR Rasuna Said, Senin (1/2). Penyerahan uang dilakukan di Boscha Cafe pada Agustus 2020.
Harry saat itu bersama dengan pihak swasta Sanjaya. Saat digelarnya operasi tangkap tangan (OTT) pada Desember 2020, Sanjaya sempat diamankan, tetapi tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Dalam rekonstruksi ini juga, Harry memeragakan pertemuannya dengan Sanjaya di ruang sekretariat lantai 5 Gedung Kementerian Sosial pada bulan yang sama. Harry menyiapkan uang sebesar Rp 200 juta untuk pemberian suap tahap kesembilan.
Setelah itu, Harry bertemu dengan tersangka sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso, di tempat Karoke Raia pada Oktober 2020. Mereka berdua menghabiskan uang Rp 50 juta untuk berfoya-foya.
Tak lama setelah menikmati uang suap itu, Harry kembali bertemu dengan Matheus di lantai 5 Gedung Kementerian Sosial. Dalam pertemuan itu, Harry menyerahkan uang senilai Rp 200 juta kepada Matheus sebagai pembayaran suap tahap kesepuluh.
Dalam rekonstruksi perkara dugaan suap bansos Covid-19, tiga tersangka dalam perkara ini turut dihadirkan yakni, mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta pihak swasta Harry Sidabuke turut dihadirkan untuk melakukan reka adegan.
Kendati demikian, mantan Mensos Juliari Peter Batubara dan pihak swasta yang juga ditetapkan sebagai tersangka, Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) tidak dihadirkan dalam rekonstruksi ini.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan, rekonstruksi perkara yang tidak digelar di tempat kejadian perkara (TKP) hanya permasalahan teknis. Karena dalam rekonstruksi tersebut, reka adegan banyak dilakukan di sejumlah ruangan di kantor Kementerian Sosial.
“Soal teknis saja, bisa dimana saja. Poin pentingnya agar menjadi jelas rangkaian kontrusksi perkara,” pungkas Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos) Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos. Selain itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber : JawaPos.com
Editor : M Ali Nurman