Jumat, 22 November 2024

Beban Hilang setelah Anak-Istri dan Kolega Negatif

- Advertisement -

Ketua KPU Provinsi Riau, Ilham M Yasir yang kini tengah dirawat di salah satu ruangan isolasi pasien Covid-19 RSUD Arifin Achmad tetap semangat melawan virus yang ada di dalam tubuhnya. Dari Pinere 13 (nama ruangan ia dirawat), mantan wartawan Riau Pos ini pun menyempatkan berbagi kisah berupa sepenggal cerita untuk masyarakat Riau. Berikut penuturannya pada tulisan kedua yang diterima Riau Pos.

***

- Advertisement -

JARUM jam matik di tangan telah menunjukkan angka 06.45 WIB. Masih pagi. Sinar matahari dari balik celah  jendela kaca mulai menerabas masuk. Terlihat pantulan cahaya di dinding-dinding keramik warna putih seperti menyala di ruangan isolasi Covid-19 Pinere I, Room 13, RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Senin (21/9) pagi.

Tusukkan jarum suntik menyentak seketika. Kaki tak sengaja menendang ke atas. Terasa cukup sakit. Sakitnya tidak biasa. Ada rasa kebas. Tapi ada juga rasa pegal. Itu sudah yang keempat kalinya. Perawat baru berhasil mendapatkan titik pengambilan darah pagi itu. Kurang lebih setengah tabung jarum suntik atau sekitar 1 cc yang diperoleh.

Petang sebelumnya sudah dicoba. Dua kali tidak berhasil. Pertama di lipatan lengan tangan sebelah kiri. Tidak ditemukan. Kemudian pindah ke bawah ke pergelangan tangan kiri. Karena sakit sekali. Seperti perasaan ada urat yang dikorek. Saya minta agar ditunda ke esokan paginya.

- Advertisement -

Pagi-pagi perawat sudah datang di ruangan. Kali ini perawat yang berbeda. Dari suaranya saya menandai. Karena memang di sini sulit untuk dapat mengenali satu persatu. Mereka memakai pakaian tertutup semua. Untuk mengenal yang mana dokter, perawat bahkan tenaga kebersihan juga sulit. Paling dari cara kerjanya. Semuanya memakai baju hazmat lengkap sepatu bot tinggi. Istilahnya standar alat pelindung diri (APD) level tiga. Yang terlihat hanya kedua bola mata dari balik kaca mata dan helm yang dikenakan.

Baca Juga:  Sejumlah Penerbangan dari dan ke Pekanbaru Batal

Sesuai permintaan, pagi itu saya minta pengambilan sampel darah dipindahkan di tangan sebelah kanan. Tepatnya di lipatan lengan. Gagal. Tidak didapatkan setitik darah pun. Lalu dipindahkan ke pergelangan tangan kanan. Perasaannya sudah tidak karuan. Sakit. Pedih. Sudah bercampur. Tapi saya bertekad, kali ini harus dapat titik darahnya. Benar. Perawat setengah berteriak, "Dapat Pak!" Setengah menghela nafas seraya saya berucap, "alhamdulillah!"

Dokter telah memutuskan harus mengambil darah dari pembuluh arteri saya. Baru kali ini saya diambil sampel darah dari pembuluh arteri. Biasanya hanya di pembuluh vena. Soalnya, sudah langganan setiap donor darah, atau beberapa pekan ini sudah tak terhitung jumlahnya. Mulai untuk jarum infus sampai keperluan pengambilan sampel darah. Tapi kali ini benar-benar berbeda. Kalau ditanya, sekali sajalah diambil darah dari arteri. Sakit sekali.

Ternyata dokter tidak mau mengambil risiko. Jika hanya mengandalkan dari pulse oximeter saja. Untuk ukuran normal oksigen di dalam darah persentasenya harus di antara 95-100 persen. Tidak boleh di bawah 95 persen saturasi angka oksigennya. Jika di  bawah itu, maka seorang pasien Covid-19 dikhawatirkan punya gejala happy hypoxia syndrome.

Dalam kondisi ini, ditemukan pada sebagian pasien Covid-19. Kondisinya tampak normal. Tidak merasakan batuk atau demam. Barangkali ini sering dialami oleh pasien yang tanpa gejala. Istilahnya orang tanpa gejala (OTG). Atau ada gejala. Sewaktu-waktu, jika saturasi oksigennya terus-menerus menurun, tapi tidak diketahui. Ini sangat membahayakan. Bahkan dapat mengancam nyawa si pasien.

Ini penting untuk diketahui oleh penderita Covid-19. Terutama yang OTG atau yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Kondisi OTG tidak bisa dianggap kondisinya tidak ada masalah. Banyak hal yang harus diwaspadai. Terutama terkait yang disebut kadar persentase oksigen yang ada di dalam tubuh kita ini.

Baca Juga:  Pemprov Riau Evaluasi Kinerja BUMD

Kembali ke perangkat pulse oximeter. Perangkat ini berukuran kecil. Cara kerjanya dengan menjepitkan ujung jari kita ke dalam alat ini. Kegunaannya untuk mengukur denyut nadi dan persentase oksigen di dalam darah kita. Namun demikian, menurut perawat di sini, untuk mengukur saturasi oksigen tetap tidak seakurasi dengan cara pengambilan sampel darah di pembuluh arteri. Kekhawatirannya ada yang terlewatkan pengecekkannya oleh perangkat pulse oximeter. Karenanya, untuk memperkecil risiko dan mendapatkan hasil yang akurat, tindakan pengambilan sampel darah di pembuluh arteri untuk diperiksa ke laboratorium harus tetap dilakukan.

Anak-Istri Negatif
Kamis (17/9) petang pekan lalu, benar-benar kabar yang membahagiakan. Ketiga anak, istri dan sepupu di rumah diberitahukan hasil swab-nya negatif. Karena sebelumnya sempat melakukan isolasi mandiri di rumah bersama mereka sejak tanggal 8-12 September 2020.

Kurang lebih 5 hari lamanya berada di rumah, meskipun berada di kamar yang berbeda. Tidak sekali pun pernah keluar rumah hingga sampai pindah isolasi ke RSUD Arifin Achmad. Kondisi rumah yang tidak terlalu besar dengan sirkulasi udara yang kurang memadai, peluang anak-anak tertular sangat besar, waktu itu.

Sebenarnya, sempat risau. Serta tidak nyaman selama isolasi mandiri di rumah. Karena pada saat dinyatakan reaktif pada tanggal 8 September 2020 itu, dan langsung melakukan isolasi mandiri, salah seorang anak kembar yang paling kecil, AP (8) mengalami batuk-batuk.

Ketua KPU Provinsi Riau, Ilham M Yasir yang kini tengah dirawat di salah satu ruangan isolasi pasien Covid-19 RSUD Arifin Achmad tetap semangat melawan virus yang ada di dalam tubuhnya. Dari Pinere 13 (nama ruangan ia dirawat), mantan wartawan Riau Pos ini pun menyempatkan berbagi kisah berupa sepenggal cerita untuk masyarakat Riau. Berikut penuturannya pada tulisan kedua yang diterima Riau Pos.

***

- Advertisement -

JARUM jam matik di tangan telah menunjukkan angka 06.45 WIB. Masih pagi. Sinar matahari dari balik celah  jendela kaca mulai menerabas masuk. Terlihat pantulan cahaya di dinding-dinding keramik warna putih seperti menyala di ruangan isolasi Covid-19 Pinere I, Room 13, RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Senin (21/9) pagi.

Tusukkan jarum suntik menyentak seketika. Kaki tak sengaja menendang ke atas. Terasa cukup sakit. Sakitnya tidak biasa. Ada rasa kebas. Tapi ada juga rasa pegal. Itu sudah yang keempat kalinya. Perawat baru berhasil mendapatkan titik pengambilan darah pagi itu. Kurang lebih setengah tabung jarum suntik atau sekitar 1 cc yang diperoleh.

- Advertisement -

Petang sebelumnya sudah dicoba. Dua kali tidak berhasil. Pertama di lipatan lengan tangan sebelah kiri. Tidak ditemukan. Kemudian pindah ke bawah ke pergelangan tangan kiri. Karena sakit sekali. Seperti perasaan ada urat yang dikorek. Saya minta agar ditunda ke esokan paginya.

Pagi-pagi perawat sudah datang di ruangan. Kali ini perawat yang berbeda. Dari suaranya saya menandai. Karena memang di sini sulit untuk dapat mengenali satu persatu. Mereka memakai pakaian tertutup semua. Untuk mengenal yang mana dokter, perawat bahkan tenaga kebersihan juga sulit. Paling dari cara kerjanya. Semuanya memakai baju hazmat lengkap sepatu bot tinggi. Istilahnya standar alat pelindung diri (APD) level tiga. Yang terlihat hanya kedua bola mata dari balik kaca mata dan helm yang dikenakan.

Baca Juga:  Pemprov Riau Evaluasi Kinerja BUMD

Sesuai permintaan, pagi itu saya minta pengambilan sampel darah dipindahkan di tangan sebelah kanan. Tepatnya di lipatan lengan. Gagal. Tidak didapatkan setitik darah pun. Lalu dipindahkan ke pergelangan tangan kanan. Perasaannya sudah tidak karuan. Sakit. Pedih. Sudah bercampur. Tapi saya bertekad, kali ini harus dapat titik darahnya. Benar. Perawat setengah berteriak, "Dapat Pak!" Setengah menghela nafas seraya saya berucap, "alhamdulillah!"

Dokter telah memutuskan harus mengambil darah dari pembuluh arteri saya. Baru kali ini saya diambil sampel darah dari pembuluh arteri. Biasanya hanya di pembuluh vena. Soalnya, sudah langganan setiap donor darah, atau beberapa pekan ini sudah tak terhitung jumlahnya. Mulai untuk jarum infus sampai keperluan pengambilan sampel darah. Tapi kali ini benar-benar berbeda. Kalau ditanya, sekali sajalah diambil darah dari arteri. Sakit sekali.

Ternyata dokter tidak mau mengambil risiko. Jika hanya mengandalkan dari pulse oximeter saja. Untuk ukuran normal oksigen di dalam darah persentasenya harus di antara 95-100 persen. Tidak boleh di bawah 95 persen saturasi angka oksigennya. Jika di  bawah itu, maka seorang pasien Covid-19 dikhawatirkan punya gejala happy hypoxia syndrome.

Dalam kondisi ini, ditemukan pada sebagian pasien Covid-19. Kondisinya tampak normal. Tidak merasakan batuk atau demam. Barangkali ini sering dialami oleh pasien yang tanpa gejala. Istilahnya orang tanpa gejala (OTG). Atau ada gejala. Sewaktu-waktu, jika saturasi oksigennya terus-menerus menurun, tapi tidak diketahui. Ini sangat membahayakan. Bahkan dapat mengancam nyawa si pasien.

Ini penting untuk diketahui oleh penderita Covid-19. Terutama yang OTG atau yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Kondisi OTG tidak bisa dianggap kondisinya tidak ada masalah. Banyak hal yang harus diwaspadai. Terutama terkait yang disebut kadar persentase oksigen yang ada di dalam tubuh kita ini.

Baca Juga:  Laksanakan Tiga Kali Layanan Paspor Simpatik

Kembali ke perangkat pulse oximeter. Perangkat ini berukuran kecil. Cara kerjanya dengan menjepitkan ujung jari kita ke dalam alat ini. Kegunaannya untuk mengukur denyut nadi dan persentase oksigen di dalam darah kita. Namun demikian, menurut perawat di sini, untuk mengukur saturasi oksigen tetap tidak seakurasi dengan cara pengambilan sampel darah di pembuluh arteri. Kekhawatirannya ada yang terlewatkan pengecekkannya oleh perangkat pulse oximeter. Karenanya, untuk memperkecil risiko dan mendapatkan hasil yang akurat, tindakan pengambilan sampel darah di pembuluh arteri untuk diperiksa ke laboratorium harus tetap dilakukan.

Anak-Istri Negatif
Kamis (17/9) petang pekan lalu, benar-benar kabar yang membahagiakan. Ketiga anak, istri dan sepupu di rumah diberitahukan hasil swab-nya negatif. Karena sebelumnya sempat melakukan isolasi mandiri di rumah bersama mereka sejak tanggal 8-12 September 2020.

Kurang lebih 5 hari lamanya berada di rumah, meskipun berada di kamar yang berbeda. Tidak sekali pun pernah keluar rumah hingga sampai pindah isolasi ke RSUD Arifin Achmad. Kondisi rumah yang tidak terlalu besar dengan sirkulasi udara yang kurang memadai, peluang anak-anak tertular sangat besar, waktu itu.

Sebenarnya, sempat risau. Serta tidak nyaman selama isolasi mandiri di rumah. Karena pada saat dinyatakan reaktif pada tanggal 8 September 2020 itu, dan langsung melakukan isolasi mandiri, salah seorang anak kembar yang paling kecil, AP (8) mengalami batuk-batuk.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari