PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau terus menyoroti potensi pendapatan daerah di Bumi Lancang Kuning. Salah satunya adalah Dana Bagi Hasil (DBH), denda keterlanjuran Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini langsung disetorkan ke pusat. Padahal, hutan yang menjadi objek HGU sudah terlanjur rusak ada di Provinsi Riau.
Hal ini sebagaimana diungkapkan Sekretaris Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi, Kamis (11/1).
Dikatakan Husaimi, ada banyak perusahaan yang sudah merusak hutan tanpa memiliki HGU. Hutan itu digunakan untuk kepentingan usaha dan dinyatakan tidak masuk ke dalam HGU yang dimiliki setelah adanya aturan terbaru dari pemerintah.
“Jadi setelah aturan baru itu keluar, ternyata yang dirusak tidak masuk. Jadi dia tidak punya HGU. Jadi ada denda keterlanjuran yang harus dibayar. Nah denda inilah yang kita kejar potensinya untuk menjadi dana bagi hasil (DBH),” jelas Husaimi.

Dikatakan dia, sebelumnya ia sempat menjadi pembicara dalam sebuah kegiatan yang ditaja oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Pada saat itu, dia juga sudah menyampaikan secara langsung kepada Dinas Kehutanan untuk mengejar potensi pendapatan dari DBH denda keterlanjuran.
“Saya juga minta kejar ketentuannya bagaimana. Namun sampai hari ini ketentuan denda itu belum jelas. Hutan yang rusak bagian daerah berapa, karena yang rusak itu daerah kita,” ujarnya.
Saat ditanya berapa potensi dari DBH denda keterlanjuran tersebut, Politisi PPP ini menyebut pundi-pundi yang didapatkan bisa mencapai ratusan triliun. Apalagi sampai saat ini tidak sedikit perusahaan yang dikenakan denda keterlanjuran dan harus membayar ke pemerintah.
“Kami diskusi kemarin DBH keterlanjuran itu ratusan triliun potensi dan itu kan harus dibayar dendanya. Jangan asumsi masyarakat dia perusahaan dimudahkan. Tidak karena ada denda yang harus dibayar,” pungkasnya.(nda)