GAZA CITY (RIAUPOS.CO) – Realisasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas akhirnya tinggal mimpi. Untuk kali kesekian, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak usulan yang diajukan Hamas. Dia menyebut proposal balasan Hamas sebagai hal yang tidak mungkin terjadi dan aneh.
’’Tidak ada solusi selain kemenangan penuh dan final,’’ tegas Netanyahu pada Rabu (7/2).
Jika Hamas bisa bertahan di Gaza, itu hanya masalah waktu sampai terjadi pembantaian berikutnya,’’ tambahnya, seperti dikutip BBC.
Pernyataan itu dilontarkan setelah Hamas menanggapi proposal gencatan senjata yang didukung Israel dan AS. Ada 3 fase yang diinginkan Hamas dan masing-masing berlangsung 45 hari. Itu termasuk pembebasan hampir seluruh tahanan Palestina di penjara Israel dan penarikan mundur Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dari wilayah Gaza.
Para pejabat Israel melihat tuntutan Hamas adalah hal yang tidak dapat diterima. Terlebih, Israel merasa di atas angin karena berhasil menghancurkan sebagian besar Jalur Gaza.
Netanyahu juga mengonfirmasi bahwa IDF diinstruksikan untuk memulai operasi di Kota Rafah di Gaza Selatan. Saat ini populasi Rafah membengkak tajam karena dihuni ratusan ribu pengungsi. Serangan di sana bakal sangat mematikan bagi penduduk sipil.
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan, pernyataan Netanyahu adalah bentuk keberanian politik. Itu menunjukkan bahwa dia berniat melanjutkan konflik di Gaza. Delegasi Hamas yang dipimpin Khalil al-Hayya bertolak ke Kairo, Mesir, Kamis (8/2) untuk menindaklanjuti negosiasi yang diupayakan Mesir dan Qatar.
Seorang pejabat Mesir mengungkapkan, perundingan itu bertujuan mencapai ketenangan di Jalur Gaza. ’’Upaya Netanyahu untuk terus melancarkan perang di Gaza menunjukkan bahwa tujuannya adalah genosida terhadap warga Palestina,’’ ujar Osama Hamdan, pejabat Hamas lainnya, seperti dikutip The Guardian.
Sejak 7 Oktober, sekitar 1.300 warga Israel tewas dalam serangan Hamas. Namun, beberapa media seperti Hareetz memaparkan bukti bahwa sebagian kematian warga sipil di Israel juga dipicu serangan pasukan IDF sendiri.
Pada saat yang sama, serangan balasan Israel merenggut lebih dari 27.708 nyawa warga Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat. Lebih dari 67 ribu orang lainnya terluka. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Komite Penyelamatan Internasional (IRC) pun mengeluarkan seruan baru untuk gencatan senjata di Gaza. Wakil Presiden Kedaruratan di IRC Bob Kitchen menyebut operasi militer di Rafah akan mengancam jiwa 1 juta pengungsi warga Palestina. Serangan itu juga akan mengakhiri jalur pengiriman bantuan kemanusiaan dari Mesir.
’’Jika mereka tidak terbunuh dalam pertempuran itu, anak-anak, perempuan, dan laki-laki Palestina akan berisiko meninggal karena kelaparan atau penyakit,’’ ujarnya. Dia khawatir tidak akan ada lagi daerah yang aman untuk warga Palestina. Itu karena rumah, pasar, dan layanan kesehatan telah dimusnahkan.
Setali tiga uang, Sekjen PBB Antonio Guterres memaparkan bahwa memperluas konflik hingga ke Rafah akan meningkatkan mimpi buruk kemanusiaan di sana dan memperluas konsekuensi regional.
’’Sudah waktunya untuk gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan semua sandera tanpa syarat,’’ ujar Guterres dalam pidatonya di Majelis Umum PBB (UNGA).(sha/c18/bay/jpg)