JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Selain Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, masih ada beberapa tokoh yang akan mengisi kursi strategis di badan usaha milik negara (BUMN). Evaluasi disebut terus dilakukan kepada BUMN-BUMN unggulan, termasuk PLN dan Garuda Indonesia.
Namun, pihak Kementerian BUMN masih irit bicara tentang hal tersebut. Mereka menunggu Menteri BUMN Erick Thohir yang saat ini berada di Korea Selatan.
Ada tiga nama mantan menteri yang disebut akan mengisi jabatan stategis di BUMN. Sebut saja mantan Menteri Kominfo Rudiantara yang diisukan akan memimpin PLN. Lalu, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dikabarkan mengisi tempat di Garuda Indonesia serta mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diisukan bakal masuk Perum Perindo.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga tak mau menjawab secara detail. ”Nanti saja lah ya, bagaimana hasilnya, apakah nama-nama mereka ada atau tidak,” ujarnya kemarin (26/11). Arya menegaskan, Kementerian BUMN akan mengevaluasi seluruh BUMN secara bertahap. Untuk saat ini, lanjut dia, masih sebagian BUMN yang dievaluasi. ”Ini bertahap evaluasinya,” katanya.
Begitu pula nama Rudiantara yang sebenarnya cukup kencang terdengar akan mengisi kursi direktur utama (Dirut) PLN, khususnya saat Sekretaris Kabinet Pramono Anung secara terbuka menyampaikan hal tersebut. Namun, Arya juga masih menutup rapat informasi mengenai hal itu. ”Nanti lihat saja, masih belum diketahui. Suratnya kami belum lihat. Surat kan disampaikan ke Pak Erick Thohir. Pak Erick masih di Korea. Kita tunggu saja,” tegas Arya.
Langkah Kementerian BUMN membongkar pasang jabatan di level strategis dinilai cukup radikal. ”Saya katakan, langkah yang dilakukan Erick Thohir ini sangat radikal, dalam arah yang baik, mengoreksi kebijakan pejabat sebelumnya,” tegas pengamat BUMN Said Didu.
Menurut Said, koreksi dimulai dari mengganti semua jajaran pejabat eselon I sampai komisaris. Said menggarisbawahi, hanya langkah radikal dan cepat yang bisa menyelamatkan BUMN. ”Karena BUMN sebelumnya hanya seperti tim event organizer dan kantor tim sukses. Dengan penggantian itu, mudah-mudahan berubah menjadi kantor pengelola BUMN profesional,” ungkap Said.
Said yakin nama-nama calon pemimpin BUMN yang muncul adalah orang-orang pilihan. Mereka semua memiliki kinerja baik. ”Yang kontroversial tentu saja Ahok. Tapi, bukan Ahok namanya kalau tidak kontroversial,” gurau pria yang juga mantan sekretaris menteri BUMN itu.
Bagaimana nama Jonan dan Susi? Said juga mengiyakan bahwa dua kandidat itu cukup kapabel untuk mengisi BUMN. Menurut Said, Susi memiliki latar belakang yang baik dengan suksesnya menangani Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Karena itu, berada di Perum Perindo yang juga bergerak di bidang perikanan cukup cocok bagi Susi. Untuk Jonan, jika benar masuk Garuda Indonesia, lanjut Said, pengalaman dan kesuksesannya membawa PT Kereta Api Indonesia menjadi modal yang sangat kuat. ”Jonan berhasil menjadi Dirut PT KAI dan membawa perusahaan lebih maju. Dia juga sukses menjadi seorang menteri. Jadi, ya kapabel lah. Apalagi, semua dewan direksi harus melalui fit and proper test,” katanya.
Di pihak lain, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan, masuknya Ahok dan sejumlah mantan menteri ke BUMN bukan politik akomodatif. Sebab, biasanya, politik akomodatif identik dengan masuknya orang-orang partai ke institusi pemerintah. Itu pun dengan latar belakang yang kerap tidak sejalan dengan jabatannya. ”Kalau politik akomodatif itu, misalnya, muncul orang partai yang tiba-tiba jadi menteri atau Wamen, yang latar belakangnya tidak memiliki korelasi dengan jabatannya,” tutur dia setelah acara diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, kemarin (26/11).
Yang Jokowi lakukan dengan memasukkan mantan pembantunya ke BUMN lebih condong ke politik simbol. Jokowi berupaya memperlihatkan bahwa dirinya ingin menempatkan orang-orang kepercayaannya untuk membantu BUMN. ”Misalnya, Pak Rudiantara itu profesional, latar belakang bukan partai. Kemudian, ada nama Arcandra, misalnya, memang orang yang kuat di bidang migas,” papar dia. Kemudian, Ahok dimasukkan dengan melihat rekam jejaknya yang dikenal clean sesuai dengan tantangan di Pertamina.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku tidak mengetahui teknis dipilihnya sejumlah mantan menteri sebagai pejabat BUMN. Sebab, itu kewenangan menteri BUMN dan presiden. Namun, dia yakin bahwa presiden relatif sudah mengetahui kemampuan mantan pembantunya. ”Dari sisi profesionalitas, beliau sudah dikenali kinerjanya,” ujarnya.
Selain itu, sejumlah capaian selama menjadi menteri dipertimbangkan. ”Itu juga menjadi pertimbangan, karena pengalaman mengelola birokrasi itu sebagai capital (modal, Red) untuk bekerja,” tuturnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman