Senin, 16 Juni 2025

Petakan Ulang Ekspor-Impor

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wabah corona memengaruhi aktivitas ekspor-impor dari dan ke Cina. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Syarif Hidayat menyatakan bahwa devisa negara dari impor hingga akhir Februari merosot 51,16 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"Terjadi perubahan dari Januari ke Februari. Devisa negara anjlok," ujar Syarif seperti diberitakan JPG, kemarin (4/3).

Dia menyebut impor dari Cina merosot jika dibandingkan negara-negara mitra dagang lainnya. Misalnya Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Singapura. Penurunan impor terbesar terjadi pada barang mesin, tekstil, hingga ponsel. "Ekspor ke Cina relatif stabil, tapi impornya memang turun. Harusnya ini pertanda baik karena artinya net export atau selisih defisitnya mengecil," tambah Syarif.

Baca Juga:  Federal Oil Perkenalkan Produk Ramah Lingkungan dan Inovasi Baru

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, pemerintah perlu mengamankan pasar dalam negeri. "Demand domestik kita kuat, itu harus dijaga. Kita juga harus memaksimalkan kinerja sektor industri agar berkontribusi optimal terhadap pasar dalam negeri," urainya.

Untuk barang konsumsi yang mampu diproduksi di dalam negeri, sebaiknya pemerintah tidak perlu impor. Setelah mampu meningkatkan pangsa pasar domestik, pemerintah harus mencari tujuan pasar ekspor alternatif. Juga, menyusun langkah untuk melakukan penetrasi pasar produk ekspor lebih luas.

Di sisi lain, Heri menyebut Indonesia harus segera mencari dan memetakan negara lain sebagai alternatif mengganti peran Cina untuk pasokan impor bahan baku. Dengan syarat, memiliki barang yang sama kompetitifnya.

Baca Juga:  BPOM Periksa 19 Sampel Takjil

Di sektor manufaktur, Indonesia mengimpor banyak bahan baku dari Cina. Apalagi, Wuhan adalah kota industri dan jasa. Banyak pabrikan mulai industri hilir, menengah, hingga bahan baku. Wabah corona membuat suplai bahan baku macet.

Misalnya, bahan baku untuk barang elektronik maupun otomotif yang sangat bergantung dari Negeri Panda itu. "Tiba-tiba mereka setop atau kurang, pasti kita akan kena shock. Pasti terganggu," ujar Heri.(dee/han/car/res/c17/hep/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wabah corona memengaruhi aktivitas ekspor-impor dari dan ke Cina. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Syarif Hidayat menyatakan bahwa devisa negara dari impor hingga akhir Februari merosot 51,16 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"Terjadi perubahan dari Januari ke Februari. Devisa negara anjlok," ujar Syarif seperti diberitakan JPG, kemarin (4/3).

Dia menyebut impor dari Cina merosot jika dibandingkan negara-negara mitra dagang lainnya. Misalnya Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Singapura. Penurunan impor terbesar terjadi pada barang mesin, tekstil, hingga ponsel. "Ekspor ke Cina relatif stabil, tapi impornya memang turun. Harusnya ini pertanda baik karena artinya net export atau selisih defisitnya mengecil," tambah Syarif.

Baca Juga:  Harga Emas Antam Cetak Rekor Baru di Rp926 Ribu per Gram

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, pemerintah perlu mengamankan pasar dalam negeri. "Demand domestik kita kuat, itu harus dijaga. Kita juga harus memaksimalkan kinerja sektor industri agar berkontribusi optimal terhadap pasar dalam negeri," urainya.

Untuk barang konsumsi yang mampu diproduksi di dalam negeri, sebaiknya pemerintah tidak perlu impor. Setelah mampu meningkatkan pangsa pasar domestik, pemerintah harus mencari tujuan pasar ekspor alternatif. Juga, menyusun langkah untuk melakukan penetrasi pasar produk ekspor lebih luas.

Di sisi lain, Heri menyebut Indonesia harus segera mencari dan memetakan negara lain sebagai alternatif mengganti peran Cina untuk pasokan impor bahan baku. Dengan syarat, memiliki barang yang sama kompetitifnya.

Baca Juga:  Aprilia SR GT 200 Siap Bersaing di Matic Adventure

Di sektor manufaktur, Indonesia mengimpor banyak bahan baku dari Cina. Apalagi, Wuhan adalah kota industri dan jasa. Banyak pabrikan mulai industri hilir, menengah, hingga bahan baku. Wabah corona membuat suplai bahan baku macet.

Misalnya, bahan baku untuk barang elektronik maupun otomotif yang sangat bergantung dari Negeri Panda itu. "Tiba-tiba mereka setop atau kurang, pasti kita akan kena shock. Pasti terganggu," ujar Heri.(dee/han/car/res/c17/hep/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wabah corona memengaruhi aktivitas ekspor-impor dari dan ke Cina. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Syarif Hidayat menyatakan bahwa devisa negara dari impor hingga akhir Februari merosot 51,16 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"Terjadi perubahan dari Januari ke Februari. Devisa negara anjlok," ujar Syarif seperti diberitakan JPG, kemarin (4/3).

Dia menyebut impor dari Cina merosot jika dibandingkan negara-negara mitra dagang lainnya. Misalnya Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Singapura. Penurunan impor terbesar terjadi pada barang mesin, tekstil, hingga ponsel. "Ekspor ke Cina relatif stabil, tapi impornya memang turun. Harusnya ini pertanda baik karena artinya net export atau selisih defisitnya mengecil," tambah Syarif.

Baca Juga:  Federal Oil Perkenalkan Produk Ramah Lingkungan dan Inovasi Baru

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, pemerintah perlu mengamankan pasar dalam negeri. "Demand domestik kita kuat, itu harus dijaga. Kita juga harus memaksimalkan kinerja sektor industri agar berkontribusi optimal terhadap pasar dalam negeri," urainya.

Untuk barang konsumsi yang mampu diproduksi di dalam negeri, sebaiknya pemerintah tidak perlu impor. Setelah mampu meningkatkan pangsa pasar domestik, pemerintah harus mencari tujuan pasar ekspor alternatif. Juga, menyusun langkah untuk melakukan penetrasi pasar produk ekspor lebih luas.

Di sisi lain, Heri menyebut Indonesia harus segera mencari dan memetakan negara lain sebagai alternatif mengganti peran Cina untuk pasokan impor bahan baku. Dengan syarat, memiliki barang yang sama kompetitifnya.

Baca Juga:  Kerugian Akibat Covid-19 Setara Ekonomi Jerman dan Jepang

Di sektor manufaktur, Indonesia mengimpor banyak bahan baku dari Cina. Apalagi, Wuhan adalah kota industri dan jasa. Banyak pabrikan mulai industri hilir, menengah, hingga bahan baku. Wabah corona membuat suplai bahan baku macet.

Misalnya, bahan baku untuk barang elektronik maupun otomotif yang sangat bergantung dari Negeri Panda itu. "Tiba-tiba mereka setop atau kurang, pasti kita akan kena shock. Pasti terganggu," ujar Heri.(dee/han/car/res/c17/hep/jpg)

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari