JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Proyek pengembangan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GGR) akan dibangun di beberapa lokasi yakni di Dumai, Plaju, Cilacap, Balongan, Balikpapan, Tuban, dan wilayah lainnya di Indonesia Timur.
Untuk pengembangan tersebut, PT Pertamina (Persero) membutuhkan investasi sebesar US$48 miliar atau sekitar Rp672 triliun (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS).
"Keseluruhan proyek ini US$48 miliar dan akan berlangsung 6-7 tahun ke depan," kata CEO Refinery & Petrochemical Subholding Pertamina PT Kilang Pertamina Internasional, Ignatius Tallulembang, di Komisi VII DPR, Rabu (1/7/2020).
Ignatius menuturkan bahwa investasi pembangunan kilang penting meski membutuhkan dana besar. Terlebih, selama 30 tahun, Indonesia belum pernah membangun kilang untuk menambah kapasitas produksi bahan bakar minyak (BBM) dari dalam negeri.
"Kami ingin mengulang kembali karakteristik bisnis oil and gas. 30 tahun kita belum bangun kilang dalam konteks menaikkan kapasitas kilang," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kualitas kilang-kilang yang ada di Indonesia masih berstandar kategori Euro II. Padahal, negara lain telah menggunakan BBM dengan standar Euro IV bahkan V.
"Negara-negara yang terbelakang saja yang masih menggunakan Euro II. Ini sudah ditinggalkan. Jadi sebetulnya ini mau di-upgrade apa enggak. Kalau enggak di-upgrade menjadi Euro V ini kilang harus ditutup," ujarnya.
Minimnya kapasitas produksi kilang di Indonesia juga jadi penyebab tingginya impor minyak mentah yang kerap membebani neraca perdagangan. Konsumsi Bahan BBM Indonesia mencapai 1,3 juta barel per hari sementara produksi dari kilang dalam negeri hanya mencapai 900 ribu barel per hari.
"Kebutuhan kan 1,3-1,4 juta barel BBM, kita juga butuh impor BBM. Kalau kita enggak bangun ya tiap hari impor saja. Kita juga perlu impor Pertamax dan Premium," kata Nicke.
Sumber: Antara/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun