MEKKAH (RIAUPOS.CO) – PANDANGAN yang sedikit terhalang pilar ruangan memaksa Nasir Ali setengah berdiri. Duduk di tengah-tengah jemaah, dia mengangkat tangan sembari mencondongkan badan agar terlihat mereka yang duduk di barisan depan.
Setelah mikrofon berada di genggaman, Nasir mulai berbicara. Tidak ada rasa canggung. Suaranya lantang. "Bus salawat itu membantu kami ke Masjidilharam,
tapi parkirnya jauh,"kata jemaah calon haji (JCH) asal Metro, Lampung, tersebut.
Seandainya bisa, dia minta dicarikan lokasi pemberhentian bus yang lebih dekat dengan Masjidilharam. "Kalau dihitung-hitung, langkahnya banyak juga,"ujarnya, lantas tertawa kecil.
Yang diungkapkan Nasir dalam program bimbingan ibadah para JCH itu bukan hanya soal operasional bus yang memfasilitasi jemaah dari pemondokan ke Masjidilharam selama 24 jam tersebut, tetapi juga soal makanan. Makanan yang disediakan, kata dia, enak. Menunya sesuai dengan lidah orang Indonesia. Cita rasa Nusantara. Namun, menurut jemaah asal embarkasi Jakarta Pondok Gede itu, ada sebagian jemaah yang tidak bisa mengonsumsinya karena kondisi tertentu. Nasir meminta hal semacam itu turut diperhatikan.
Oralit dan buah juga disinggungnya di program yang diadakan sembari menunggu wukuf di Arafah tersebut. Jemaah diimbau tidak lupa menjaga asupannya. Karena itu, Nasir berharap suplai oralit dan buah selalu ada agar jemaah tidak kekurangan. "Tolong diperbanyak. Buah-buahannya juga yang bersahabat,"tuturnya.
Ada ratusan JCH Indonesia yang mengikuti bimbingan di musala Hotel Retaj Al Rayyan, Makkah, pada Senin (20/6) siang itu. Mereka berkesempatan menyimak panduan dalam berhaji serta bertanya jawab dengan pembimbing dan konsultan ibadah yang ditunjuk panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH). Selain dari pimpinan pondok pesantren, dihadirkan pemateri dari Kementerian Kesehatan untuk mengedukasi seputar hidup sehat.
Bimbingan ibadah itu dihelat PPIH secara bergiliran. Dari hotel ke hotel tempat jemaah haji Indonesia menginap. Akibat keterbatasan ruang, biasanya satu kali bimbingan diikuti jemaah dari dua kloter atau sekitar 500 orang.
Meski kegiatan itu bertajuk bimbingan ibadah, pertanyaan dari jemaah beragam. Tidak melulu membahas fikih ibadah meski tidak melenceng dari aktivitas keseharian jemaah selama berada di Tanah Suci sembari menunggu masa puncak ibadah haji.
Ada pertanyaan soal layanan transportasi dan makanan seperti yang diajukan Nasir. Ada juga jemaah yang bertanya tips-tips khusyuk beribadah serta keragu-raguan terhadap sah tidaknya ibadah karena najis.
Dua jam waktu bimbingan ibadah jadi tidak terasa lama. Sebab, kegiatan yang dikemas dalam bentuk dialog itu banyak gergerannya. Sebab, tidak semua jemaah calon haji memiliki latar belakang pendidikan yang sama. Jadi, tidak jarang ada pertanyaan spontan yang memicu gelak tawa. Misalnya, saat seorang jemaah nyeletuk bagaimana caranya menahan kentut karena ingin berlama-lama di Masjidilharam.
Ditambah, KH Aris Ni’matullah dari Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, yang memandu bimbingan ibadah itu bisa menjaga suasana tetap cair. "Jadi, dokter nyuruh banyak makan, banyak minum karena suasana di sini memang harus begitu. Kalau kemudian ada efeknya (kentut, red), ya gimana ya. Saya nggak ngerti,"ujar dia, lantas tertawa.
Aris kemudian menjelaskan ketentuan dalam beribadah. "Kalau kentut, tinggal wudu saja,"tuturnya. Di halaman luar Masjidilharam, kata dia, tersedia tempat wudu dan toilet. "Cuman, halamannya jauh banget. Ini juga problem saya, Pak,"ungkap Aris yang disambut tawa para jemaah.
Namun, kata Aris, kentut itu hal yang alami. "Asal jangan makan pedes saja, bahaya itu. Saya nggak jawab kalau itu,"katanya. Seisi ruangan pun kembali tergelak.
Aris juga merespons dengan penjelasan yang ringan dan mudah dicerna soal pakaian yang dikenakan dalam menjalankan salat. Jangan sampai pakaian yang dikenakan mengganggu kekhusyukan jemaah lain. "Jangan sampai orang (jemaah) yang di belakang tidak khusyuk karena membaca tulisan partai politik ini. Atau, di kausnya ada tulisan Semen Cibinong,"katanya. Lagi-lagi jemaah gerrr… ”Tapi, kalau niatnya seragam, boleh-boleh saja. Diatur saja,"lanjut Aris.
Hadi Musa Said, petugas haji bimbingan ibadah sektor 3 Daerah Kerja (Daker) Makkah, yang salah satunya membawahkan jemaah di Hotel Retaj Al Rayyan, menyampaikan bahwa setiap hari konsultan ibadah berkeliling ke hotel-hotel untuk menyapa jemaah. Terutama dalam mempersiapkan jemaah menjalankan serangkaian ibadah di Tanah Suci. "Kami datangkan konsultan ibadah dan kami diskusi bareng,"terang dia.
Sebisa mungkin, konsultan dan pembimbing ibadah yang didatangkan memahami karakter para jemaah yang didatangi. Biasanya yang berasal dari daerah yang sama dengan jemaah. Misalnya, KH Aris Ni’matullah dihadirkan karena di pondok pesantrennya banyak santri yang berasal dari Lampung. "Jadi, dalam memberikan bimbingan ini, kami juga harus menyesuaikan dengan jemaah. Karakternya bagaimana. Setiap daerah karakternya berbeda,"papar Hadi.
Hadi yang bertugas memandu acara pun harus menyesuaikan. Sesekali, dia melontarkan joke untuk menyegarkan suasana. Menghindarkan kesan serius dan bikin ngantuk. Misalnya, pantun yang spontan dia buat sebelum menutup acara.
Sayur asem pasti berkuah
Semur jengkol bikin makannya nambah Memang seru ngaji sama jemaah
Biarpun ngantuk, tetap semringah Jemaah pun tidak mau ketinggalan. Mereka merespons setiap penggalan pantun dengan sahutan ”cakep”. Tawa dan tepuk tangan lantas menggema setelahnya.
Profesor Akhyak, pembimbing dan konsultan ibadah PPIH Daker Makkah, berharap para jemaah tidak ragu berkonsultasi. Demi kesempurnaan ibadah yang dijalankan di Tanah Suci.
Syahrim, jemaah asal Lampung Utara, merasa sangat terbantu dengan kegiatan bimbingan ibadah tersebut. Dia bahkan dua hari berturut-turut mengikutinya. "Kemarin ada bimbingan meski kloter lain. Tapi, saya ikut. Sekarang saya ikut lagi,"katanya.
Dari kegiatan itu, Syahrim mendapat banyak tambahan pengetahuan. Tentang hal yang wajib atau tidak wajib selama menjalankan ibadah haji. "Mudah-mudahan haji kami bisa tertib dan sesuai dengan yang disampaikan bapak-bapak tadi,"tuturnya. (*/c14/ttg)
laporan NAUFAL WIDI AR, Makkah