JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Selama pandemi Covid-19, vitamin C paling dicari dan berperan penting dalam mendukung sistem imunitas kita. Akan tetapi, konsumsi vitamin C jika tak sesuai anjuran atau berlebihan, bisa juga memicu berbagai gejala dan ketidaknyamanan di lambung.
Ahli Gizi dr. Rita Ramayulis, DCN, M. Kes., yang juga pengurus DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan Ketua Indonesia Sport Nutritionists Association (ISNA) menjelaskan peran vitamin C sebagai zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh setiap hari dan harus didatangkan dari luar. Selain berperan sebagai antioksidan dan meningkatkan penyerapan mineral seperti kalsium dan zat besi, vitamin C memiliki lima peran spesifik terhadap imunitas.
Apa saja manfaat vitamin C?
Pertama, memindahkan neutrofil (sel darah putih yang membantu melawan infeksi) ke jaringan yang terinfeksi sehingga infeksi segera bisa diatasi. Kedua, mempercepat produksi sitokin sebagai bahan pesan utama untuk tubuh terinfeksi atau tidak..Ketiga, mengaktivasi kerja sel darah putih dalam memakan bakteri atau antigen lainnya.
Keempat, mempercepat pertambahan jumlah sel B dan sel T (imunoglobulin) yang bertugas mengingat struktur virus tertentu. Kelima, di masa pandemi atau bukan, vitamin C berperan dalam pertahanan tubuh dan kita tidak boleh berada dalam kondisi defisiensi vitamin C.
“Namun, ternyata konsumsi vitamin C harus tepat, juga tidak sembarang, karena alih-alih memperkuat imunitas, ternyata pada orang tertentu justru bisa memicu permasalahan lain, khususnya jika memiliki lambung yang sensitif,” kata dr. Rita dalam keterangan tertulis, KALBE Nutritionals HiC1000, Senin (18/10).
Makanya, sebelum memutuskan ingin mengonsumsi vitamin C secara rutin, ada beberapa faktor yang penting untuk dicermati dalam memilih vitamin C yang layak dikonsumsi setiap hari. Apa saja?
1. Lambung Bisa Perih
Seorang tenaga kesehatan di kota Depok dr. Iwan Dermawan S. Ked., juga menemukan banyak pasien yang mengeluhkan lambungnya perih sesudah minum vitamin C, menunjukan gejala sendawa berkepanjangan atau gejala-gejala tidak nyaman lainnya. Perlu diingat bahwa vitamin C memiliki nama lain asam askorbat.
“Sesuai namanya, maka sifatnya asam dan pada orang tertentu bisa mempengaruhi kondisi asam lambung,” tutur dr. Iwan Dermawan.
2. Ketahui Pilihan Vitamin C yang Tepat
Pilihan mengonsumsi vitamin C dengan asupan suplemen untuk menjaga kesehatan secara umum setiap hari merupakan hal yang wajar dilakukan. Sebab tidak semua orang biasa atau suka makan sayur dan buah dalam jumlah yang cukup, atau kalaupun jumlahnya cukup, cara pengolahan atau kualitas makanan bisa mempengaruhi kandungan vitamin C di makanan tersebut.
Suplementasi vitamin C yang beredar juga berbeda-beda ikatannya. Ada yang bentuknya asam askorbat murni dan biasanya cenderung bereaksi meningkatkan produksi asam lambung.
Tetapi pada beberapa suplemen lain asam askorbat itu diikat dengan dengan mineral yang bersifat basa. Jadi, ketika sampai di lambung tidak membuat situasi sangat asam, karena sifat mineral itu membasakan, sehingga terjadi keseimbangan asam basa di dalam lambung. Hal ini dimungkinkan berkat kecanggihan teknologi di bidang farmasi. Salah satunya sodium askorbat yang sering disebut buffered vitamin C.
“Jadi, walaupun sifat vitamin C sesungguhnya memang asam, namun vitamin C yang dihasilkan lebih bisa diterima oleh orang-orang dengan gangguan asam lambung,” jelas dr. Rita Ramayulis.
3. Hindari Yang Bersoda dan Berpengawet
Selain kandungan pengikat asam askorbat ini, dr. Rita Ramayulis juga menganjurkan kita untuk mewaspadai kandungan soda di beberapa suplemen vitamin C dalam kemasan. Penggunaan soda di vitamin C soda itu terjadi karena beberapa alasan, misalnya agar ada sensasi rasa, serta mengawetkan kandungan vitamin C itu agar lebih stabil.
“Berbeda dengan sparkling water, menambahkan air soda artinya memang menambahkan pengawet di dalamnya. Zat yang biasa ditambahkan itu seperti sodium bicarbonate, sodium sitrat, atau disodium fosfat. Jika itu yang ditambahkan, memang bisa saja mengawetkan kandungan vitamin C, tetapi jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu oleh orang tertentu, beberapa jurnal kesehatan mengatakan dapat mempengaruhi kesehatan pencernaan. Biasanya muncul bermacam-macam gejala, mulai dari sembelit, perut tidak nyaman, bahkan diare. Dari perspektif keseimbangan gizi, ini jelas mengganggu, apabila pengikatnya disodium fosfat, maka fosfat berlebih akan mendorong kalsium keluar, dalam waktu tertentu ini berpengaruh pada kepadatan tulang, jadi perlu hati-hati mengonsumsinya,” jelas dr. Rita.
Mineral-mineral yang diikatkan ini seperti sodium bikarbonat, disodium fosfat, sodium sitrat, bahkan tambahan pengawet lain, seperti sodium benzoat dan potasium sorbat, dalam jumlah tertentu justru membuat pH lambung makin asam, artinya membuat vitamin C tersebut makin sensitif bagi orang yang memiliki gangguan asam lambung.
“Bahkan sebenarnya risiko ini tidak hanya untuk yang memiliki lambung sensitif tetapi semua orang. Memang mereka yang lambungnya sensitif akan lebih cepat terpicu dan merasakan keluhan. Secara publik, sebenarnya BPOM memang sudah menentukan dosis aman, tetapi kadang-kadang masyarakat mengonsumsi lebih dari keperluan, baik frekuensi maupun dosisnya,” jelasnya.
Padahal kandungan zat-zat tersebut juga kita dapat dari makanan lain. Intinya, konsumsi zat-zat seperti larutan soda dan pengawet tadi dalam waktu tertentu akan mempengaruhi kesehatan pencernaan dengan manifestasi klinis seperti disebutkan tadi. Tak heran ada yang sampai mengalami keluhan seperti orang keracunan, setelah konsumsi merasa mual, pusing, bisa ada yang sampai muntah, nafsu makan berkurang, hingga iritasi pada kerongkongan.
“Jadi tidak hanya di lambung,” papar dr. Rita Ramayulis.
Selanjutnya bahwa makin sedikit campuran zat pengawet ataupun zat-zat pengikat lain tentu makin baik.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman