JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Samin Tan turun dari ruang pemeriksaan menuju ruang konferensi pers dengan tangan terborgol. Rompi oranye membalut kaus biru yang dipakainya. Selasa (6/4/2021), sehari setelah penangkapan, dia resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Samin Tan yang berstatus tersangka sejak 15 Februari 2019 diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
”Perkara (Samin Tan) merupakan pengembangan operasi tangkap tangan pada 13 Juli 2018 di Jakarta,” jelas Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto.
Hari itu, KPK menangkap Eni Maulani Saragih yang saat itu merupakan anggota Komisi VII DPR. Eni kini berstatus terpidana dalam kasus korupsi PLTU Riau 1.
”Yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” kata Karyoto.
Kasus yang menyeret Samin Tan diselidiki KPK ketika proses hukum terhadap Eni masih berlangsung. Berdasar data yang dimiliki KPK, kasus itu dimulai pada Oktober 2017.
Samin Tan sebagai pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) yang mengakuisisi PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) meminta bantuan kepada Eni. Permintaan itu diajukan lantaran PT AKT tengah bermasalah terkait dengan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang menjadi wewenang Kementerian ESDM.
”SMT (Samin Tan, Red) diduga meminta bantuan sejumlah pihak. Salah satunya, Eni Maulani Saragih,” ujarnya.
Permintaan itu disanggupi Eni. Karyoto menjelaskan, untuk memuluskan permohonan yang diminta Samin Tan, Eni melakukan sejumlah upaya demi memengaruhi beberapa pihak. Dia bahkan menggunakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM untuk membantu Samin Tan.
”Dalam proses tersebut, Eni Maulani Saragih diduga meminta sejumlah uang kepada tersangka SMT,” ungkap Karyoto.
Dia membeberkan, Eni meminta uang kepada Samin Tan. Salah satunya digunakan untuk memenuhi kebutuhan suaminya, M. Al Khadziq.
”Untuk keperluan pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung,” jelasnya.
Suap pun terjadi. Transaksi antara Samin Tan dan Eni dua kali dilakukan melalui anak buah masing-masing.
”Dengan total (suap) Rp5 miliar,” sambung Karyoto.
Untuk mengungkap kasus tersebut, KPK memeriksa 35 saksi. Namun, Samin Tan sebagai tersangka tidak pernah menggubris panggilan dari penyidik KPK. Namanya kemudian masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK pada Mei 2020. Dia diburu tim khusus yang diberi tugas mengejar buron-buron KPK.
”Senin, 5 April 2021, penyidik KPK menangkap tersangka SMT, pemilik perusahaan PT BLEM,” tutur dia.
Samin Tan yang pernah masuk Forbes sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia ditangkap saat ngopi bersama anak buahnya di kafe di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Dia langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK.
”Penahanan dilakukan kepada tersangka untuk 20 hari pertama terhitung sejak 6 April 2021 sampai 25 April 2021 di Rumah Tahanan KPK Gedung Merah Putih,” jelas Karyoto.
Sebelum masuk sel di Gedung Merah Putih, Samin Tan akan menjalani isolasi mandiri di Rumah Tahanan KPK Cabang Kavling C-1.
Karyoto menegaskan, KPK tidak akan menutup-nutupi bila harus meminta keterangan pihak-pihak lain dalam penyidikan kasus tersebut.
”Nanti kami gali. Kami akan perjelas dengan mencari dan mengumpulkan alat bukti yang lain,” terangnya.
”Seperti Pak (Melchias Markus) Mekeng, terus kemudian disebut juga (Ignasius) Jonan. Nanti kami lihat sampai seberapa jauh perannya,” tambahnya.
Yang pasti, kata Karyoto, pihaknya tidak akan berspekulasi. KPK akan meminta keterangan Samin Tan. Kemudian, keterangan itu dibandingkan dengan yang disampaikan saksi. Bila ada perbedaan atau hal-hal yang harus dilengkapi, pemanggilan saksi-saksi mungkin kembali dilakukan.
Karyoto menegaskan, penyidik pasti mencari tahu pihak-pihak yang selama ini terlibat dalam pelarian Samin Tan.
”Apakah ada pihak yang membantu. Artinya, dia menghalangi penyidikan. Tentu akan kami kembangkan. Kenapa sampai dia lari dan bagaimana dia larinya,” tandasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra