Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Vaksin Aman, BPOM Keluarkan Izin Darurat Coronavac

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — SENIN (11/1), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan emergency use authorization (EUA). Disusul Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan fatwa halal Coronavac, vaksin Covid-19 dari Sinovac, secara utuh. Meski ini menjadi angin segar, hingga akhir Januari harus tetap waspada karena perkiraan permintaan tempat tidur pasien Covid-19 semakin banyak.

Kepala BPOM Penny K Lukito kemarin menyatakan bahwa Coronavac sudah mendapatkan EUA. Artinya sudah bisa digunakan untuk vaksinasi.

"Vaksinasi menjadi salah satu penentu penanganan Covid-19," tutur Penny.

Ada beberapa hal yeng membuat Coronavac mendapatkan EUA. Penny menuturkan dari hasil evaluasi uji klinis menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang. Contohnya nyeri, iritasi, kemerahan, dan pembengkakan.

"Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot, red), fatigue, dan demam," katanya.

Efek samping tersebut bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali. Selain itu, Vaksin CoronaVac menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas). Temuan itu dilihat sejak uji klinik fase 1 dan 2 di Cina dengan periode pemantauan sampai enam bulan. Lalu pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. "Sampai tiga bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen," ungkapnya.

Selanjutnya, hasil analisis terhadap efikasi vaksin Coronavac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Berdasarkan laporan dari otoritas setempat, efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen dan di Brazil sebesar 78 persen. Standar minimal efikasi yang disyaratkan WHO minimal 50 persen.

BPOM juga telah memiliki data mutu vaksin. Ini dilihat dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi. Untuk itu, lembaga tersebut akhir tahun lalu datang ke pabrik Sinovac di Cina. Tak hanya pada awal pembuatan, namun pengawasan dilakukan setiap batch vaksin.

Baca Juga:  Telur Barendo Khas Minangkabau

Pengawasan BPOM tak berhenti di sini. Dalam distribusi hingga pascapenyuntikan pun diawasi. Misalnya terkait kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI), masyarakat bisa lapor ke nakes atau faskes terdekat. Lalu catatan itu dilanjutkan nakes secara berjenjang.

"BPOM sebagai tempat monitoring efek obat. Kami akan mencatat dan dikaitkan dengan keamanan dan khasiat produk," katanya.

Efikasi vaksin akan berjalan terus meski vaksinasi dilakukan. Penny mengatakan bahwa BPOM memantau secara terus menerus. Ini akan terlihat catatan efikasi secara jangka panjang.

"Efektivitas vaksin terlihat ketika sudah dalam populasi," bebernya.

Vaksinasi belum akhir dari penyelesaian pandemi Covid-19. Apalagi vaksinasi dilakukan bertahap dan menunggu herdimunnity dengan divaksinnya minimal 70 persen populasi. "Pengukurannya dengan penyakit menurun. Sampai akhirnya mendekati nol," ucapnya. Walaupun sudah divaksin 3M dan 3 T harus dilakukan selama menunggu herdimunnity.

Perwakilan Komnas Penilai Obat BPOM Jarir Al Thobari mengungkapkan bahwa cara melihat pengaruh obat dengan vaksin ini berbeda. Kalau obat dilihat sembuh atau tidak sembuh.

"Kalau vaksinasi kita lihat dampaknya dalam populasi," ucapnya. Maka yang dilihat efektivitas vaksinasi adalah penurunan infeksi, kesakitan, dan kematian.

Dia juga menjelaskan alasan kenapa di Indonesia sefikasi Coronavac lebih rendah daripada Brazil dan Turki. Yakni, terjadi karena epidemologi Covid-19 di Indonesia, proses penularan virus, dan perilaku masyarakatnya. "Di Turki 20 persen nakes dan 80 persen. Di Brazil seluruhnya nakes, sementara di Bandung itu populasi uji klinis adalah umum," ujarnya.

Menyusul terbitnya izin penggunaan darurat atau EUA dari BPOM untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa untuk produk serupa. Dalam fatwa tersebut MUI menetapkan ada dua diktum atau keputusan.

Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan diktum pertama fatwa tersebut menyatakan bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma hukumnya sudi dan halal. "Diktum kedua, vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma boleh digunakan untuk umat Islam," katanya, Senin (11/1).

Baca Juga:  Perppu Dapat Digugat ke MK, Ini Alasannya

Selama terjamin keamanan menurutp para ahli yang kredibel dan kompeten. Asrorun menjelaskan dengan keluarga EUA oleh BPOM untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac, maka vaksin tersebut telah dinyatakan aman untuk digunakan. Dengan keluarnya EUA tersebut, maka MUI secara resmi menerbitkan fatwa vaksin itu.

Seperti diketahui pada Jumat (8/1) pekan lalu MUI telah menggelar sidang pleno untuk membahas dan menetapkan kehalalan vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Kajian tersebut dari aspek bahan atau kandungan yang digunakan. Hasil sidang pleno memutuskan bahwa vaksin Covid-19 buatan Sinovac dinyatakan halal dan suci.

Pada saat itu MUI tidak bisa langsung menerbitkan fatwa. Sebab mereka harus menunggu keputusan BPOM. Asrorun mengatakan MUI tidak memiliki otoritas untuk mengkaji keamanan, keampuhan, dan kualitas dari sebuah vaksin. Dia bersyukur akhirnya BPOM telah menerbitkan EUA. Dengan hasil kajian menyebutkan bahwa tingkat kemanjuran vaksin Covid-19 dari Sinovacmenvapai 65,3 persen. Angka tersebut berada di atas standar WHO yaitu 50 persen.

Juru Bicara Kemenkes terkait Vaksin Siti Nadia Tarmizi mengatakan hari ini (12/1) baru akan dilakukan pembahasan final vaksinasi untuk Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Presiden akan melakukan vaksinasi pada 13 Januari. Jokowi yang akan pertama divaksin sebelum yang lainnya.

Ada beberapa vaksin yang bakal dimiliki Indonesia. Selain Coronavac, pemerintah juga akan mendapatkan vaksin dari The Global Alliance for Vaccinesand Immunisation (GAVI), Pfizer, dan Novavax. Nadia menyatakan bahwa dalam vaksinasi nanti, masyarakat tidak bisa memilih vaksin apa yang akan digunakan.

"Tidak bisa milih. Sesuai tahapan dan sesuai kesetersediaan vaksin," katanya. Dalam kesempatan lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa saat ini pihaknya memerlukan kurang lebih 36 ribu tempat tidur perawatan sesuai dengan kondisi kasus aktif saat ini. Hal ini merupakan dampak dari libur panjang akhir tahun lalu. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan.(lyn/wan/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — SENIN (11/1), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan emergency use authorization (EUA). Disusul Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan fatwa halal Coronavac, vaksin Covid-19 dari Sinovac, secara utuh. Meski ini menjadi angin segar, hingga akhir Januari harus tetap waspada karena perkiraan permintaan tempat tidur pasien Covid-19 semakin banyak.

Kepala BPOM Penny K Lukito kemarin menyatakan bahwa Coronavac sudah mendapatkan EUA. Artinya sudah bisa digunakan untuk vaksinasi.

- Advertisement -

"Vaksinasi menjadi salah satu penentu penanganan Covid-19," tutur Penny.

Ada beberapa hal yeng membuat Coronavac mendapatkan EUA. Penny menuturkan dari hasil evaluasi uji klinis menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang. Contohnya nyeri, iritasi, kemerahan, dan pembengkakan.

- Advertisement -

"Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot, red), fatigue, dan demam," katanya.

Efek samping tersebut bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali. Selain itu, Vaksin CoronaVac menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas). Temuan itu dilihat sejak uji klinik fase 1 dan 2 di Cina dengan periode pemantauan sampai enam bulan. Lalu pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. "Sampai tiga bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen," ungkapnya.

Selanjutnya, hasil analisis terhadap efikasi vaksin Coronavac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Berdasarkan laporan dari otoritas setempat, efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen dan di Brazil sebesar 78 persen. Standar minimal efikasi yang disyaratkan WHO minimal 50 persen.

BPOM juga telah memiliki data mutu vaksin. Ini dilihat dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi. Untuk itu, lembaga tersebut akhir tahun lalu datang ke pabrik Sinovac di Cina. Tak hanya pada awal pembuatan, namun pengawasan dilakukan setiap batch vaksin.

Baca Juga:  Pemkab Rohul Siapkan 122 Ruang Isoman

Pengawasan BPOM tak berhenti di sini. Dalam distribusi hingga pascapenyuntikan pun diawasi. Misalnya terkait kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI), masyarakat bisa lapor ke nakes atau faskes terdekat. Lalu catatan itu dilanjutkan nakes secara berjenjang.

"BPOM sebagai tempat monitoring efek obat. Kami akan mencatat dan dikaitkan dengan keamanan dan khasiat produk," katanya.

Efikasi vaksin akan berjalan terus meski vaksinasi dilakukan. Penny mengatakan bahwa BPOM memantau secara terus menerus. Ini akan terlihat catatan efikasi secara jangka panjang.

"Efektivitas vaksin terlihat ketika sudah dalam populasi," bebernya.

Vaksinasi belum akhir dari penyelesaian pandemi Covid-19. Apalagi vaksinasi dilakukan bertahap dan menunggu herdimunnity dengan divaksinnya minimal 70 persen populasi. "Pengukurannya dengan penyakit menurun. Sampai akhirnya mendekati nol," ucapnya. Walaupun sudah divaksin 3M dan 3 T harus dilakukan selama menunggu herdimunnity.

Perwakilan Komnas Penilai Obat BPOM Jarir Al Thobari mengungkapkan bahwa cara melihat pengaruh obat dengan vaksin ini berbeda. Kalau obat dilihat sembuh atau tidak sembuh.

"Kalau vaksinasi kita lihat dampaknya dalam populasi," ucapnya. Maka yang dilihat efektivitas vaksinasi adalah penurunan infeksi, kesakitan, dan kematian.

Dia juga menjelaskan alasan kenapa di Indonesia sefikasi Coronavac lebih rendah daripada Brazil dan Turki. Yakni, terjadi karena epidemologi Covid-19 di Indonesia, proses penularan virus, dan perilaku masyarakatnya. "Di Turki 20 persen nakes dan 80 persen. Di Brazil seluruhnya nakes, sementara di Bandung itu populasi uji klinis adalah umum," ujarnya.

Menyusul terbitnya izin penggunaan darurat atau EUA dari BPOM untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa untuk produk serupa. Dalam fatwa tersebut MUI menetapkan ada dua diktum atau keputusan.

Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan diktum pertama fatwa tersebut menyatakan bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma hukumnya sudi dan halal. "Diktum kedua, vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma boleh digunakan untuk umat Islam," katanya, Senin (11/1).

Baca Juga:  Update Terkini, Virus Corona Telah Tewaskan 1.018 Orang, 4.026 Pasien Sembuh

Selama terjamin keamanan menurutp para ahli yang kredibel dan kompeten. Asrorun menjelaskan dengan keluarga EUA oleh BPOM untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac, maka vaksin tersebut telah dinyatakan aman untuk digunakan. Dengan keluarnya EUA tersebut, maka MUI secara resmi menerbitkan fatwa vaksin itu.

Seperti diketahui pada Jumat (8/1) pekan lalu MUI telah menggelar sidang pleno untuk membahas dan menetapkan kehalalan vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Kajian tersebut dari aspek bahan atau kandungan yang digunakan. Hasil sidang pleno memutuskan bahwa vaksin Covid-19 buatan Sinovac dinyatakan halal dan suci.

Pada saat itu MUI tidak bisa langsung menerbitkan fatwa. Sebab mereka harus menunggu keputusan BPOM. Asrorun mengatakan MUI tidak memiliki otoritas untuk mengkaji keamanan, keampuhan, dan kualitas dari sebuah vaksin. Dia bersyukur akhirnya BPOM telah menerbitkan EUA. Dengan hasil kajian menyebutkan bahwa tingkat kemanjuran vaksin Covid-19 dari Sinovacmenvapai 65,3 persen. Angka tersebut berada di atas standar WHO yaitu 50 persen.

Juru Bicara Kemenkes terkait Vaksin Siti Nadia Tarmizi mengatakan hari ini (12/1) baru akan dilakukan pembahasan final vaksinasi untuk Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Presiden akan melakukan vaksinasi pada 13 Januari. Jokowi yang akan pertama divaksin sebelum yang lainnya.

Ada beberapa vaksin yang bakal dimiliki Indonesia. Selain Coronavac, pemerintah juga akan mendapatkan vaksin dari The Global Alliance for Vaccinesand Immunisation (GAVI), Pfizer, dan Novavax. Nadia menyatakan bahwa dalam vaksinasi nanti, masyarakat tidak bisa memilih vaksin apa yang akan digunakan.

"Tidak bisa milih. Sesuai tahapan dan sesuai kesetersediaan vaksin," katanya. Dalam kesempatan lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa saat ini pihaknya memerlukan kurang lebih 36 ribu tempat tidur perawatan sesuai dengan kondisi kasus aktif saat ini. Hal ini merupakan dampak dari libur panjang akhir tahun lalu. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan.(lyn/wan/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari