PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – PEMULIHAN ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19 memerlukan kerja sama berbagai pihak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mendorong agar pemerintah daerah (pemda) bersungguh-sungguh untuk menggelontorkan belanjanya.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diharapkan bisa menjadi countercyclical di masa pandemi. "Belanja di daerah, penting sekali untuk dipastikan ada semacam countercyclical seperti (belanja) pemerintah pusat. Jangan sampai pemerintah pusat fokus counter, pemda justru terhambat realisasinya," ujarnya melalui video conference di Jakarta, kemarin (2/10).
Febrio menjelaskan, bukan perkara mudah bagi pusat untuk mengontrol belanja daerah. Beberapa upaya pun pernah dilakukan, salah satunya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil langsung para kepala daerah untuk mempercepat penyerapan anggaran belanja.
Alokasi belanja itu khususnya untuk dana yang berasal dari transfer pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan begitu, diharapkan terjadi keseimbangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar sama-sama agresif menggelontorkan anggaran belanjanya.
"Tapi ke depan harus semakin bisa melihat, bukan hanya dalam konteks komunikasi. Ini juga sedang dipikirkan bagaimana hubungan keuangan pusat dan daerah," imbuhnya.
Hingga akhir Agustus 2020, pendapatan APBD tercatat sebesar Rp661,84 triliun atau 62,74 persen terhadap total APBD. Sementara belanja APBD baru Rp533,73 triliun, tumbuh minus 7,62 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Belanja pusat dan daerah penting untuk diakselerasi. Hal itu diharapkan bisa memberikan dorongan pada pemulihan ekonomi.
Febrio melanjutkan, secara umum, kondisi krisis ekonomi yang disebabkan pandemi ini sangat berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Dampak pandemi kali ini disebutnya lebih dalam dari krisis yang pernah dialami seperti global financial crisis dan Asian financial crisis yang sebelumnya bisa diprediksi kapan waktu berakhirnya.
Meski saat ini ada kemungkinan untuk ditemukannya vaksin, namun bukan berarti ketidakpastian hilang. Meski begitu, dia mengakui bahwa saat ini sudah ada tanda-tanda perbaikan mobilitas masyarakat. Hal itu diharapkan menjadi sentimen positif bagi pemulihan ekonomi.
"Kita bisa lihat bagaimana Indonesia dan juga bagaimana seluruh dunia mulai bisa melakukan new normal. Tentunya new normal berhenti di suatu saat, sehingga benar-benar normal entah 2021 atau di 2022," urai Febrio.
Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan hal senada. Dia menyebut tak ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir.
"Kita tidak tahu pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Namun sebagai instrumen countercyclical, APBN 2021 telah disiapkan untuk menjadi instrumen utama penanganan pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi dan reformasi dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian ini," urai dia.
Dalam APBN 2021, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.743,6 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp2.750,0 triliun. Porsi belanja negara yang tinggi menunjukkan masih besarnya kebutuhan anggaran terutama untuk penanganan bidang kesehatan, serta memperkuat pemulihan sosial dan ekonomi.
Serapan di Riau Masih Rendah
Sementara itu di Riau serapan anggaran masih rendah. Anggota Komisi V DPRD Riau Ade Hartati menilai salah satunya karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau masih belum serius menangani penyebaran virus. Bahkan, penanganan yang sudah berjalan terlihat sebatas basa-basi.
"Makanya saya katakan penanganan Covid-19 di Riau baru sebatas basa-basi Gubernur. Hal tersebut dapat dilihat dari realisasi anggaran yang diperuntukkan bagi penanganan Covid-19. Dari Rp481 miliar yang diperuntukkan, baru direalisasikan sebesar Rp168 miliar saja. Kurang dari setengah. Dengan alasan sisanya dimasukkan dalam pos bantuan tidak terduga," ungkap Ade Hartati kepada Riau Pos, Kamis (1/10).
Dalam pada itu Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Riau Mimi Yuliani Nazir menyebut bahwa selama ini koordinasi terus dilakukan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dengan kabupaten/kota dalam hal pencegahan dan penanganan Covid-19. Koordinasi tersebut dilakukan baik secara langsung maupun secara virtual.
"Koordinasi terus kami lakukan, baik secara langsung maupun lewat webinar. Apa yang diperlukan kabupaten/kota seperti peralatan dan obat-obatan untuk penanganan Covid-19 terus kami support," kata Mimi menjawab pernyataan yang dikeluarkan anggota DPRD Riau terkait penanganan Covid-19 di Riau.
Lebih lanjut dikatakannya, terkait upaya pencegahan ke depan, pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan pihak dinas kesehatan kabupaten/kota di Riau. Baik dengan mengeluarkan peraturan gubernur yang bisa digunakan di kabupaten/kota, utamanya mengenai sanksi pelanggar protokol kesehatan, dan upaya percepatan pemeriksaan sampel swab.
"Kalau dari sisi kebijakan pencegahan, sudah ada peraturan gubernur. Bagi daerah yang belum memiliki aturan serupa, bisa menggunakan aturan tersebut. Tinggal bagaimana eksekusi di daerah lagi," sebutnya.
Sedangkan untuk percepatan pemeriksaan sampel swab, pihaknya saat ini sedang membantu memfasilitasi bantuan alat PCR dari BNPB untuk beberapa kabupaten/kota di Riau. Dengan alat PCR yang semakin banyak tersebut, diharapkan proses tracing pasien positif juga semakin cepat sehingga sebaran penularan tidak meluas.
"Upaya pencegahan dan penanganan terus dilakukan bersama dengan pemerintah kabupaten/kota. Tapi hal tersebut juga harus mendapatkan dukungan dari semua pihak. Terutama masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan," sebutnya.
Terkait penggunaan anggaran, menurut Mimi, saat ini pihaknya lebih selektif dalam menggunakan anggaran yang bersumber dari realokasi APBD Riau tersebut. Pasalnya, belum diketahui hingga kapan pandemi ini akan berakhir.
"Kalau penggunaan anggaran, jika ada yang perlu maka digunakan. Kalau tidak ada yang perlu tentunya tidak digunakan. Karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi Covid-19 ini," ujarnya.(dee/jpg/nda/sol/ted)
Laporan : Jakarta Dan Tim Riau Pos