JAKARTA (RIAUPOS.CO) — MAHALNYA biaya mitigasi pandemi Covid-19 membuat jatah tunjangan hari raya (THR) bagi ASN tahun ini diisukan terhambat. Pemerintah membantah hal tersebut dengan memastikan THR bagi beberapa golongan ASN. Selebihnya, masih akan dibicarakan lebih lanjut dalam rapat kabinet untuk diputuskan.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat dikonfirmasi mengenai THR bagi ASN, Selasa (7/4). Pihaknya sudah mengusulkan kepada Presiden agar ada pembahasan soal THR ASN di rapat kabinet. Yang sudah bisa dipastikan adalah THR untuk ASN, TNI, dan Polri di tataran pelaksana. Yakni, golongan 1, 2, dan 3. "THR dalam hal ini sudah disediakan," terangnya.
Yang masih belum mendapat kepastian adalah kalangan pejabat. Dalam hal ini menteri dan setingkatnya, anggota DPR, hingga pejabat eselon 1 dan 2. Kalangan itulah yang THR-nya akan dibahas lebih lanjut di rapat kabinet terbatas. "Presiden masih memberikan instruksi, kalkulasinya difinalkan. Sehingga nanti bisa langsung diputuskan di rapat terbatas itu," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional, Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan agar penghilangan THR tidak diberlakukan merata. Pasalnya, kata dia, kesejahteraan PNS memiliki perbedaan. Di mana masih banyak PNS di level bawah yang ekonominya pas-pasan. Zudan menilai, sebaiknya THR tetap diberikan kepada para pensiunan, guru, serta pegawai golongan 1 dan golongan 2.
"Saya rasa mereka perlu sekali THR," ujar Zudan, Selasa (7/4).
Sementara, untuk para PNS di level pejabat, misalnya dari eselon I dan eselon 2, dia menilai penghapusan THR bisa dilakukan. Dia melihat hak keuangan yang diterima selama ini sudah dapat mencukupi kehidupannya secara layak.
"Apapun keputusan negara kami mendukung," kata Zudan menegaskan.
Sosok yang menjabat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri itu mengaku memahami jalan pikiran Presiden yang ingin mengevaluasi THR PNS. Mengingat kondisi keuangan negara saat ini tengah tertekan akibat memang pandemi Covid-19. Di sisi lain, Zudan juga menyadari, dalam kondisi saat ini, PNS termasuk dalam profesi yang aman ketimbang sektor lain. Seperti sektor swasta dan sektor informal yang saat ini sangat terhantam dampak corona.
Karena itu, ia menyerukan kepada para aparatur sipil negara (ASN) untuk melakukan aksi solidaritas nasional. Salah satunya berkenaan dengan THR mereka.
"Mengenai THR, dalam kondisi luar biasa ini, kita dituntut untuk berpikir dan bertindak luar biasa, termasuk ASN. Kalau bisa mari seluruh ASN sumbangkan kepada negara THR-nya untuk negara, agar negara bisa leluasa menggunakannya untuk keperluan lain," ungkapnya.
Sebelumnya Korpri juga sempat mengimbau PNS agar menyisihkan gajinya untuk membantu sesama di masa wabah ini. "Bila 4,2 juta ASN menyumbangkan masing-masing Rp50 ribu/bulan, maka akan terkumpul Rp210 miliar/bulan," ujarnya berpesan.
Selain sumbangan dana tersebut, dapat dalam bentuk sumbangan lain yang juga diperlukan oleh masyarakat seperti makanan, alat alat pelindung diri, masker, sabun, hand sanitizer dan lain-lain. Sebagai informasi, hingga Desember 2019, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat jumlah PNS sebanyak 2019 4.189.121 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41.653 PNS masuk Golongan I, 743.771 Golongan II, 2.383.358 Golongan III, dan 1.020.339 Golongan IV.
Sementara, untuk jenjang jabatan atau eselon terdiri dari 625 orang PNS menempati posisi Eselon I, 19.345 orang Eselon II, 100.755 Eselon III, dan Eselon IV sebanyak 331.103 orang. Terkait rencana penghapusan THR dan gaji 13 sendiri, Plt Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono tidak berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan, bahwa dalam hal ini posisi BKN nantinya hanya mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah.
Di sisi lain, wacana tersebut masih dibahas. Belum ada regulasi yang ditetapkan. "Itu baru rencana toh dari menkeu," ujarnya.
THR dan Gaji-13 sendiri memang sering kali diberikan berdekatan. Namun sejatinya, jadwalnya pencairannya tidak bersamaan. THR diberikan sebelum Idulfitri. Sementara, gaji 13 dikucurkan saat anak-anak masuk tahun ajaran baru. Sementara itu, bantuan PKH maupun kartu sembako mulai dicairkan. Berbeda dengan biasanya yang dicairkan per tiga bulan, kali ini pencairan dilakukan satu bulan sekali sampai akhir tahun ini. Di luar itu, pemerintah juga memberikan insentif bagi masyarakat terdampak yang tidak masuk skema kedua bansos tersebut. Skema bansos tambahan itu benrentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Mensos Juliari Batubara menjelaskan, pada prinsipnya penyaluran bansos sudah klir karena sejak awal penerimanya sudah jelas. Termasuk tambahan penerima kartu sembako. Yang terbaru adalah insentif bagi masyarakat kalangan bawah yang tidak terjangkau dua jenis bantuan tersebut. Di mana sebagian besar berada di area Jabodetabek.
"Kami akan memberikan bansos khusus berupa sembako, bansos khusus Presiden dengan durasi selama tiga bulan yang akan kami mulai dua minggu dari sekarang," terangnya usai ratas virtual bersama Presiden di Jakarta, Selasa (7/4) .
Bantuan sembako itu nilainya Rp600 ribu dan diberikan bertahap selama tiga bulan. Sementara, untuk warga di luar Jabodetabek, nilai bantuannya juga sama. Hanya saja, bentuknya uang tunai alias BLT. Datanya diambil dari data Kemensos yang dipadukan dengan data milik pemda. Sehingga, diharapkan tidak sampai salah sasaran. Mereka yang sudah masuk program bansos PKH dan kartu sembako tidak mendapatkan BLT. Khusus untuk Jakarta, dalam waktu dekat kemensos akan mendistribusikan 200 ribu paket sembako senilai Rp 200 ribu. "Paket sembako bansos khusus ini untuk menunggu kekosongan sampai dengan bansos yang dari presiden (turun)," lanjutnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, jumlah penerima manfaat bansos di luar PKH itu mencapai 4,1 juta jiwa di wilayah Jabodetabek. Penyalurannya per keluarga, sehingga bila ditotal ada 1,7 keluarga penerima manfaat. Sementara, di luar Jabodetabek, penerima manfaat BLT mencapai hampir 9 juta jiwa. "Kita terus memperbaiki database-nya sehingga seluruh program bansos dan bantuan UMKM betul-betul target bisa dipenuhi," terangnya.
Di sisi lain, pemerintah juga segera berkoordinasi lebih lanjut dengan seluruh pemda terkait realokasi APBD. Itu karena rata-rata program bansos di APBD saat ini masih mengacu pada anggaran awal. Belum ada perubahan.(byu/far/mia/ted)
Laporan: JPG (Jakarta)