RIAUPOS.CO – Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kini menjelma sebagai platform pembayaran digital terbesar di Indonesia. Layanannya telah digunakan oleh lebih dari 58 juta konsumen dan 41 juta merchant, di mana 93,16 persen di antaranya merupakan pelaku UMKM.
Menurut data Bank Indonesia (BI) per Agustus 2025, pada semester I 2025 QRIS telah memproses 6,05 miliar transaksi dengan nilai mencapai Rp579 triliun. Penggunaannya pun tidak hanya domestik, tetapi juga mendukung pembayaran internasional di Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, Laos, Brunei, Jepang, dan Korea.
Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai peningkatan peran QRIS sebagai alat pembayaran digital menjadi indikator penting kemajuan pembangunan digital Indonesia dalam satu dekade terakhir. Digitalisasi dinilai semakin berpotensi menjadi motor baru perekonomian, tercermin dari intensifnya penggunaan QRIS dalam aktivitas transaksi masyarakat.
Gundy Cahyadi, Research Director Prasasti, menuturkan bahwa adopsi QRIS melonjak pesat dalam lima tahun terakhir dengan nilai transaksi hampir tiga kali lipat tiap tahun. Perkembangan ini, katanya, turut membantu UMKM mengelola keuangan secara lebih baik, meningkatkan keamanan, dan memberi kemudahan pembayaran nontunai bagi konsumen.
Prasasti juga menyebut keberhasilan QRIS sebagai bukti kuat peran digitalisasi dalam memperkuat pondasi ekonomi nasional. Riset mereka menunjukkan bahwa digitalisasi meningkatkan efektivitas investasi hampir dua kali lipat dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari ICOR sektor yang telah terdigitalisasi yang berada di level 4,3, lebih rendah dibandingkan ICOR nasional sebesar 6,6.
Lebih jauh, Prasasti menekankan bahwa digitalisasi bukan hanya soal e-commerce atau media sosial, tetapi pengungkit ekonomi lintas sektor yang harus merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah pun menempatkan digitalisasi UMKM sebagai prioritas karena besarnya kontribusi sektor tersebut. Namun, tingkat adopsi digital UMKM masih dinilai rendah sehingga menghambat daya saing dan produktivitas.
Prasasti turut menyoroti fenomena hollow middle, yakni minimnya jumlah usaha menengah di antara dominasi usaha mikro dan korporasi besar. Digitalisasi diyakini mampu mendorong UMKM naik kelas lewat akses teknologi, pembiayaan digital, dan perluasan pasar. “QRIS menjadi pintu masuk dalam proses ini,” jelas Gundy. Menurutnya, catatan transaksi QRIS bisa dimanfaatkan sebagai alternative credit scoring untuk memperluas akses pembiayaan UMKM yang selama ini sulit mengakses lembaga keuangan formal.
Ia menambahkan, pemerintah memiliki kesempatan menghubungkan data QRIS dengan sistem perpajakan digital untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak. Selain UMKM, sektor lain yang dinilai memiliki dampak besar namun tingkat digitalisasinya masih rendah adalah administrasi pemerintahan. Integrasi platform data dan digitalisasi layanan publik disebut dapat memangkas birokrasi, mempercepat pelayanan, dan memperbaiki posisi Indonesia dalam ease of doing business.
“Digitalisasi bukan sekadar peningkatan teknologi. Ini adalah fondasi penting yang mampu meningkatkan produktivitas, memperkuat daya saing UMKM, dan menjadi pilar transformasi ekonomi jangka panjang,” pungkas Gundy.



