JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Polemik pembagian komisi ojek online (ojol) kembali memanas. Ribuan pengemudi turun ke jalan beberapa hari terakhir, menuntut keadilan soal besaran komisi yang dipotong aplikator.
Ekonom Syarkawi Rauf menilai pemerintah sebaiknya mempertahankan skema komisi 20 persen yang berlaku saat ini. Menurutnya, angka tersebut sudah memberi keseimbangan antara kepentingan aplikator, pengemudi, dan konsumen.
“Komisi 20 persen memberi ruang cukup bagi aplikator untuk meningkatkan mutu layanan sekaligus menjaga kesejahteraan driver,” ujar Syarkawi, Kamis (18/9).
Ia memperingatkan, jika komisi dipangkas menjadi 10 persen, risikonya justru berbahaya. Selain kualitas layanan bisa turun, ada kemungkinan muncul praktik predatory pricing atau banting harga demi menguasai pasar.
“Predatory pricing memang bikin konsumen senang karena harga murah. Tapi jangka panjangnya berbahaya, pasar bisa jadi oligopoli yang dikuasai segelintir pemain besar, sementara driver dan pesaing justru dirugikan,” jelasnya.
Syarkawi menegaskan, regulasi transportasi online seharusnya tidak hanya fokus pada besaran komisi, tetapi juga bagaimana memastikan persaingan tetap sehat. Pemerintah diminta memperketat pengawasan agar perusahaan bermodal besar tidak memakai strategi “bakar uang” yang pada akhirnya merugikan mitra pengemudi.(jpg)