JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Satu tersangka kasus dugaan suap komisioner KPU, yakni Caleg Harun Masiku, masih bebas. Namun, KPK masih menutup rapat kemungkinan caleg dapil Sumsel I itu dilekatkan status daftar pencarian orang (DPO) atau buron.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan bahwa sejauh ini lembaga antirasuah itu hanya mengeluarkan imbauan agar Harun menyerahkan diri. Belum ada peningkatan status menjadi buron sejak dia ditetapkan tersangka pada Kamis lalu (9/1). “Sampai hari ini (kemarin, red) KPK masih terus mencari tersangka HAR. Kami meminta yang bersangkutan segera menyerahkan diri,” jelas Ali, kemarin (11/1).
Ali melanjutkan, KPK meminta baik Harun maupun pihak-pihak lain yang terlibat kasus ini bersikap kooperatif. “Bersikap kooperatif tidak hanya akan membantu penyidik menyelesaikan perkara lebih cepat, tapi juga memberikan kesempatan yang bersangkutan menjelaskan terkait perkara tersebut,” imbuhnya.
JPG mencoba melakukan penelusuran ke alamat rumah Harun Masiku kemarin yaitu di Jalan Limo, Kompleks Aneka Tambang IV Nomor 8, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Alamat tersebut tertulis dalam form daftar riwayat hidup ketika Harun maju dalam pencalegan di pemilu 2014. Saat itu dia tercatat sebagai caleg DPR RI dapil Sulawesi Selatan III melalui Partai Demokrat.
Ternyata areal tersebut adalah bekas perumahan karyawan PT Aneka Tambang ( PT Antam). Saat ini kompleks itu sudah tidak dihuni lagi. Termasuk blok yang menjadi alamat rumah Harun. “Sudah lima tahun kosong,” kata satpam perumahan Heri Radian, kemarin.
Anehnya, Heri mengaku tidak tahu-menahu tentang penghuni bernama Harun Masiku. Dia bilang, selama bertugas menjadi sekuriti sejak 1985, dirinya tidak pernah menemuka penghuni bernama Harun Masiku. Padahal mudah sekali menghafal identitas penghuni perumahan karena kompleks itu hanya terdiri dari 10 unit rumah. “Semua yang pernah tinggal di sini saya hafal. Tapi nggak ada nama Harun,” tutur pria 56 tahun itu.
Pantauan JPG, rumah bercat putih itu berada di deretan belakang menghadap sisi utara. Kondisinya tampak tidak terawat. Bagian bangunan banyak yang telah rusak. Plafon teras dan ruang tamu terlihat jebol hingga berserakan di lantai. Kaca jendela bagian depan juga pecah berantakan.
Terdapat mobil Innova di garasinya. Belakangan diketahui, kendaraan tersebut adalah milik warga sekitar yang sengaja diinapkan. “Ini mobil orang kampung semua. Dititip di sini karena rumahnya kosong,” tutur Suryadi, 38, salah seorang pemilik mobil.
Harun Masiku yang tidak diketahui keberadaannya, tentunya membutuhkan kerjasama antara penegak hukum untuk bisa menemukannya. Polri merupakan salah satu penegak hukum yang memiliki riwayat panjang dalam mencari buronan.
Salah satu penangkapan buronan terbesar adalah terdakwa kasus Bank Century Hartawan Aluwi. Yang sudah belasan tahun menjadi buronan. Tentu seharusnya lebih mudah untuk mencari Harun Masiku, yang baru raib beberapa hari saja.
Menanggapi itu, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Argo Yuwono mengakui bahwa kemampuan Polri mencari buronan tidak perlu dipertanyakan. ”Sudah sering dilakukan Polri,” terangnya mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya itu kemarin.
Namun begitu, tentunya Polri membutuhkan seujumlah persyarata. Salah satunya, buronan tersebut telah masuk dalam DPO. ”Selama DPO itu telah dikirim ke Polri, kai pasti mencarinya,” ujarnya.
Kemungkinan Praperadilan
Dua kasus besar yang diungkap KPK awal tahun ini cukup mengejutkan publik dan dianggap sebagai gebrakan. Namun, pakar hukum menilai bahwa ada kemungkinan lain yang harus siap dihadapi lembaga antirasuah itu. Yakni permohonan praperadilan dari para tersangka.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan pakar hukum tata negara Prof Juanda menjelaskan bahwa praperadilan sangat mungkin dilakukan tersangka, karena mereka punya hak secara hukum. Namun, kemungkinan tersebut jangan sampai membuat KPK justru ciut dan stagnan dalam proses penyidikan hingga penuntutan nantinya.
Yang jelas, Juanda menegaskan, KPK punya dokumen yang lengkap seperti surat perintah terkait penggeledahan dan penangkapan tersebut. Hal ini yang rawan karena dalam UU KPK baru telah diatur bahwa penindakan harus seizin dewan pengawas, sementara kemarin dewas sempat tidak tahu terkait penindakan itu sendiri. (deb/mar/idr/jpg)