PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pleno rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu 2024 tingkat provinsi mulai digelar di Aryaduta Hotel Pekanbaru, Kamis (7/3). Hasilnya, rekapitulasi 5 kabupaten tuntas, satu di antaranya yakni Indragiri Hilir (Inhil) selesai dengan catatan.
Pleno rekapitulasi hari pertama kemarin sempat diwarnai protes calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, terutama petahana, Edwin Pratama Putra yang menilai ada temuan pelanggaran di Inhil. Ketua KPU Riau Rusidi Rusdan pun menskor pleno menjelang pukul 23.00 WIB.
‘’Secara umum rekapitulasi ini lancar. Alhamdulillah lima kabupaten selesai, walaupun tadi (kemarin, red) kita mulai agak siang, sekitar pukul 11.00 WIB. Yang sudah selesai adalah Pelalawan, Meranti, Kuansing, Siak, dan Inhil juga sudah tapi dengan catatan,’’ ujarnya. Beberapa kali Edwin Pratama Putra bersama calon DPD RI lainnya Alpasirin dan Chaidir membeberkan sejumlah temuan. Edwin mengemukakan adanya tandatangan saksi yang dipalsukan di wilayah Inhil.
‘’Kami temukan ada permasalahan di 18 kecamatam di Kabupaten Inhil. Tanda tangan dipalsukan. Kami ada bukti dua kontainer dan catatan semua kecamatan yang kami temukan pelanggaran,’’ kata Edwin dalam pleno, kemarin.
Dirinya juga membeberkan soal adanya perbedaan C1 hasil dengan D1. Edwin berkali-kali berbicara sambil memegang satu sampel di tangannya. ‘’Contoh, ada pemalsuan tanda tangan. Ada juga satu saksi tanda tangan tiga blanko berbeda, blanko C salinan. Ini terjadi di 18 kecamatan di Inhil,’’ kata Edwin.
Edwin meminta pimpinan sidang pleno agar data C1 KPU Inhil dibandingkan dengan data yang dipegangnya. Soal dugaan temuan pemalsuan tanda tangan ini juga mendapat tanggapan dari calon DPD RI Alpasirin dan Chaidir.
‘’Ini ada pemalsuan tanda tangan yang masif di beberapa kabupaten. Kalau saya dipalsukan, saya tidak percaya hasilnya. Ini merugikan kami semua, maka saya minta buka kotak suara,’’ kata Alpasirin.
Sementara itu, Chaidir mengaku terima tidak terpilih, tapi tidak dengan kecurangan. ‘’Saya kalah tidak masalah, selama data itu benar adanya. Kalian yang mencurangi itu akan merasakan akibatnya, yakinlah,’’ tegas Chaidir.
Terkait interupsi dari para calon DPD RI ini, Ketua KPU Riau Rusidi menyebutkan, pihaknya telah mengambil langkah sesuai aturan yang berlaku, terutama soal temuan dari Edwin Pratama Putra.
‘’Itu tergantung kajian Bawaslu, apakah cukup disandingkan data atau dibuka kotak suara. Berdasarkan peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024, bila terdapat keberatan saksi, maka KPU meminta rekomendasi Bawaslu provinsi,’’ ujarnya.
Dipaparkan Rusidi, jika nanti Bawaslu tidak mengeluarkan rekomendasi, maka sesuai dengan disampaikan saat pleno, maka KPU akan menggunakan Pasal 5 dalam peraturan itu. Yaitu pihaknya akan menulis hal tersebut di form keberatan.
Namun terkait temuan dugaan tanda tangan palsu, dirinya menolak berkomentar. ‘’Yang itu (dugaan pemalsuan tanda tangan, red) itu ranah Bawaslu,’’ ungkapnya.
Sementara itu Ketua Bawaslu Riau Alnofrizal menyebutkan, soal temuan itu baru hanya dugaan. Pihaknya sudah menemukan titik masalahnya. ‘’Akan kita telaah, nanti akan kita sampaikan ke yang bersangkutan dan sama KPU kita juga akan koordinasi, kita cari jalan keluarnya. Mudah-mudahan clear,’’ kata Alnofrizal.
Diagram Sirekap Ditiadakan hingga Penetapan Hasil Tuntas
Kritik yang disampaikan sejumlah kalangan terhadap kebijakan peniadaan tampilan diagram pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) belum mengubah sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka menegaskan masih akan menerapkan kebijakan tersebut.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, informasi yang menampilkan hasil akan dilakukan setelah tuntas. “Nanti pasca KPU RI menetapkan hasil, KPU RI akan menampilkan perolehan suara di tingkat nasional baik dalam maupun luar negeri,” ujarnya, Kamis (7/3).
Idham menepis tudingan yang menyebut kebijakan itu mengurangi transparansi. Dia menegaskan, hasil rekapitulasi yang sekarang berjalan tetap bisa disaksikan masyarakat. Sebab, semua rapat pleno disiapkan siaran langsung yang dapat disaksikan masyarakat.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah memerintahkan untuk mempublikasi hasil rekapitulasi di setiap tingkatan. “Apabila rekapitulator telah selesai melakukan rekapitulasi dan menetapkan hasilnya, maka wajib diumumkan masyarakat luas,” terangnya.
Idham mengatakan, saat ini proses rekapitulasi di daerah juga terus berlangsung. Bahkan, dalam waktu dekat, akan ada provinsi yang menuntaskan sehingga sudah bisa dinaikkan ke level nasional.
Sementara itu Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan sederet masalah sistem elektronik KPU, khususnya yang terkait dengan rekapitulasi suara, menyebabkan adanya distrust masyarakat terhadap sistem tersebut. Bahkan, distrust itu juga dialamatkan pada lembaga KPU secara keseluruhan.
Septiaji menyebutkan, meningkatnya distrust itu membuat berita bohong terkait KPU turut meningkat. Terutama di media sosial (medsos). Menurutnya, KPU perlu memperbaiki pola komunikasi dua arah agar masyarakat mendapatkan informasi yang lebih baik.
”Kalau tidak, maka risikonya adalah ketidakpercayaan publik semakin meningkat, apalagi dengan adanya penutupan diagram itu,” kata Septiaji kepada Jawa Pos (JPG), kemarin.
Sistem elektronik Sirekap KPU, lanjutnya, sejatinya bagian dari pencegahan disinformasi. ”Karena dengan disajikannya C hasil kemudian ditampilkan ke publik itu adalah jembatan membangun kepercayaan,” ujarnya.
Ketua Cyberity Arif Kurniawan menambahkan, langkah KPU menyembunyikan tampilan diagram perolehan suara sejatinya tidak masalah. Namun, tampilan UI/UX dalam bentuk diagram itu umumnya tertuang di kesepakatan awal antara KPU dengan developer yang mengerjakan arsitektur sistem elektronik. ”Jadi gak bisa diubah seenaknya,” terangnya.
Maka dari itu, Arif mempertanyakan apakah KPU sudah mengubah kesepakatan dengan developer terkait dengan tampilan tersebut. Jika sudah, KPU mestinya menjelaskan kepada masyarakat terkait kesepakatan yang dimaksud. ”Ibaratnya kalau mau ngecat tembok balai desa tidak bisa seenak pilihan kepala desa, harus dibicarakan dengan masyarakat desa,” ujarnya.
Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin merespons pertanyaan wartawan soal polemik aplikasi Sirekap milik KPU. Dia menegaskan bahwa data yang ditampilkan di Sirekap itu bukan menunjukkan hasil yang resmi dan digunakan sebagai acuan negara.
Dia menegaskan bahwa data yang resmi adalah rekapitulasi manual yang berjenjang dan nanti akan diumumkan secara tersendiri oleh KPU. ’’Hasilnya itu nanti pengumuman resmi kalau sudah ada (pengumuman) KPU,’’ katanya di sela kunjungan kerja di Tangerang, kemarin.
Ketika nanti hasil rekapitulasi berjenjang secara resmi disampaikan, pihak-pihak terkait punya hak untuk meresponsnya, apakah menerima atau tidak. Ketika ada pihak yang tidak menerima, Ma’ruf menekankan sudah ada saluran resminya. Di antaranya adalah lewat pengaduan di Bawaslu. Atau juga bisa melalui gugatan di Mahkaman Konstitusi (MK). Cara-cara resmi itu bisa digunakan untuk merespons pengumuman resmi KPU terkait hasil Pemilu 2024.
Dalam kesempatan itu Ma’ruf juga merespons polemik hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024. Dia menegaskan bahwa hak angket itu adalah kewenangan dari Parlemen atau DPR. Ma’ruf mengatakan pemerintah tidak ikut-ikutan atau melibatkan diri soal hak angket tersebut.
’’Karena sepenuhnya kewenangan DPR, saya tidak tahu tujuannya apa,’’ katanya. Ketika ditanya apakah hak angket itu bertujuan untuk menggulingkan Presiden Jokowi, dia mengatakan tidak berharap seperti itu. Dia berharap proses pergantian kepemimpinan nasional nanti berjalan dengan baik.(far/tyo/wan/das)
Laporan HENDRAWAN KARIMAN dan JPG, Pekanbaru dan Jakarta