JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rencana penerapan biodiesel B30 oleh Presiden Joko Widodo pada 2020 mendapat berbagai tanggapan. Pemerintah diminta untuk terbuka mengenai data pengelolaan biodiesel B30 dari penanaman hingga digunakan. Di sisi lain, pengusaha otomotif siap menggunakan biodiesel B30.
Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Arkian Suryadarma kemarin (24/12) saat dihubungi JPG menyatakan bahwa ada kekhawatiran pembukaan lahan lebih luas untuk keperluan perkebunan sawit.
Biodiesel B30 merupakan solar dengan kandungan crude palm oil (CPO) 30 persen. Setelah Sumatera dan Kalimantan, Papua dilirik oleh pengusaha sawit. Dengan adanya biodiesel B30 permintaan CPO akan lebih banyak. Selama ini, sawit kelebihan suplay. ”Penyerapan domestik dan luar negeri kurang,” ujarnya.
Hal inilah yang menurutnya harus dihitung ulang oleh pemerintah. Apakah sisi emisi gas buang ini lebih sedikit dibandingkan dampak penggunakan biodiesel B30. Dalam hal ini, Arki menyoroti proses panjang CPO. Mulai pembukaan lahan hingga konservasi. ”Bagaimana dari sisi limbah. Kita juga masih mengimpor bahan untuk mengolah biodiesel B30,” katanya.
Dia pun tak yakin jika hal ini akan menghemat devisa hingga Rp60 triliun. Dia menyatakan bahwa sudah seharusnya pemerintah blak-blakan soal data pengelolaan biodiesel B30. Harus dilihat apakah hal ini berkelanjutan atau tidak. Arki semakin ragu ketika pemerintah tak terbuka masalah sawit. ”Pemerintah harus meyakinkan bahwa penanaman sawit tidak deforestasi. Malaysia saja berani buka-bukaan,” tuturnya.
Sementara itu, rencana penerapan bahan bakar Biodiesel B30 mendapat respon yang cukup positif dari produsen otomotif. Studi dan uji coba sudah dilakukan oleh beberapa merk. Dari hasil pengujian, agen pemegang merk (APM) mengaku produk dan teknologi yang mereka miliki sudah siap untuk menyambut era B30.
Salah satunya adalah PT Isuzu Astra Motors Indonesia (IAMI) sebagai salah satu merek yang gencar memproduksi mesin diesel. Isuzu mengaku sudah menyiapkan teknologi termasuk untuk mengatasi potensi kerak serta penyumbatan pada komponen-komponen mesin, sebagai efek samping penggunaan B30. “Untuk B30 kami sudah siap. Mesin-mesin Isuzu sudah siap,” ujar Division Head Technical dan Plant Isuzu Astra Motor Indonesia Rodko Purba, kemarin (24/12).
Rodko mengatakan bahwa kendala yang biasa muncul seperti kerak bisa diatasi dengan pergantian filter rutin. Misalnya setiap 10 ribu kimoter. Serta untuk produk dan mesin baru nantinya, Isuzu menegaskan bahwa Isuzu sudah bakal menggunakan double filter.
Menyampaikan hal serupa, Field Support & Training Customer Service Technical Operation PT Daimler Comercial Vehicle Indonesia Imam Nugroho menjelaskan bahwa untuk menjaga kondisi mesin saat menggunakan B30, perusahaan merekomendasikan interval maintenance yang disesuaikan dengan bahan bakar yang digunakan.
Terutama ketika menggunakan biosolar, salah satu yang harus diperhatikan adalah kondisi filter. “Biodiesel akan berpengaruh ke filter,dan setiap biodiesel berbeda, tergantung kapasitas sulfur yang berbeda,” ujar Imam.
Untuk penggunaan B20 contohnya, rata-rata maintenance interval 10 ribu kilo atau 200 jam untuk hour meter. Namun, interval itu juga dipengaruhi oleh penggunaan ketika digunakan untuk pekejaan berat seperti dipertambangan, akan semakin singkat menjadi di bawah 10 ribu kilometer atau kurang dari 200 jam harus dilakukan maintenance.
Di lain pihak, dikonfirmasi mengenai kesiapan distribusi solar B30, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan bahwa Pertamina juga sangat siap untuk implementasi B30.
Saat ini, lanjut dia, Pertamina adalah satu-satunya badan yang sudah implementasikan B30 dengan 8 titik blending di tahun 2019 dan 28 titik blending di 2020. ”Saat ini sudah lebih dari 1.200 SPBU yang sudah menyalurkan B30 kepada masyarakat. Ditahun 2020 nanti seluruh SPBU di Indonesia akan menyediakan B30,” ujarnya. (agf/lyn/jpg)