Pandemi Kesehatan dan Cuan

HAMPIR dua tahun Indonesia bahkan dunia mengalami pandemi Covid-19. Penyebaran virus tersebut juga telah memporakporandakan tatanan kehidupan kita. Salah satunya kegiatan belajar mengajar (sekolah) harus dihentikan sementara. Yang berakibat menurunnya perfoma peserta didik dan bahkan dunia pendidikan secara keseluruhan akibat tidak adanya proses pembelajaran tatap muka.

 

- Advertisement -

Ekonomi menurun dikarenakan daya beli melemah yang diakibatkan banyaknya pekerja yang dirumahkan. Pegawai yang harus bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Yang barang tentu berimplikasi pada penurunan tunjangan kinerja, buruh harian yang sulit mendapatkan pekerjaannya karena ekonomi yang melemah tadi. Dan masih banyak lagi dampak yang dirasakan di bidang ekonomi.

Ranah sosial yang juga ikut terdampak dengan dibatasinya berbagai kegiatan menitikberatkan pada interaksi antarindividu, berakibat pada terciptanya komunitas-komunitas individual dimasyarakat, solidaritas yang solid akan sulit terbentuk. Belum lagi kalau kita bicara terkait mati suri banyak industri besar seperti pariwisata yang menjadi tumpuan bergeraknya ekonomi kecil menengah.

- Advertisement -

Pemerintah selama ini berusaha keras untuk menyeimbangkan seluruh sektor kehidupan untuk tidak semakin terpuruk. Hal tersebut terlihat dari lahirnya berbagai regulasi yang bersifat publik ataupun privat. Regulasi yang ditujukan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 ataupun regulasi yang ditujukan untuk mengantisipasi terjadinya dampak meluas dari pendemi.

Salah satu regulasi atau aturan yang dikeluarkan adalah diwajibkannya seluruh masyarakat untuk divaksinasi dan tetap diwajibkan untuk tetap melakukan protokol kesehatan. Selain hal di atas, setiap orang yang akan bepergian atau berkegiatan diwajibkan melakukan tes Covid-19. Seluruh rangkaian kewajiban yang dituang dalam bentuk aturan tersebut. Tentu saja diharapkan dapat menjadi sebuah solusi bagi pengendalian pandemi Covid-19.

Regulasi yang memuat aturan tersebut ternyata memiliki celah untuk bisa dimanfaatkan demi seteguk keuntungan di tengah bencana. Bisnis swab antigen hingga PCR menjamur di pinggir-pinggir jalan. Tidak hanya karena harganya yang mahal (dimulai dari harga Rp1,5 juta, kemudian turun menjadi Rp900 ribu dan turun lagi menjadi Rp500 ribu, hingga terakhir ini menjadi Rp275 ribu). Kebijakan itu dibuat setelah masyarakat berteriak dengan mahalnya biaya tes Covid-19.

Belum lagi kalau kita telisik posko-posko tes Covid-19 yang dibuka di pinggir jalan, yang kita tidak tahu apakah sumber daya manusia yang ditugaskan untuk melakukan pengambilan sampel telah berstandarisasi atau memiliki kompetensi di bidang tersebut?

Dan bagaimana kerja sama mereka dengan laboratorium yang telah berstandarisasi untuk menguji sampel? Siapa penanggung jawab layanan tersebut? Hal ini tentu tidak hanya menjadi pertanyaan kita, namun hal ini bisa menjadi salah satu sebab mahalnya tes Covid-19. Pemerintah tidak saja memiliki tanggung jawab dalam hal menyusun regulasi di saat bencana pandemi.

Lebih dari itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi agar seluruh regulasi yang dilahirkan tidak malah menguntungkan sekelompok pihak atas kerugian luas yang dihadapi masyarakat. Pandemi bukan untuk bicara bisnis dengan orientasi keuntungan. Keuntungan yang menari di atas penderitaan masyarakat.***

HAMPIR dua tahun Indonesia bahkan dunia mengalami pandemi Covid-19. Penyebaran virus tersebut juga telah memporakporandakan tatanan kehidupan kita. Salah satunya kegiatan belajar mengajar (sekolah) harus dihentikan sementara. Yang berakibat menurunnya perfoma peserta didik dan bahkan dunia pendidikan secara keseluruhan akibat tidak adanya proses pembelajaran tatap muka.

 

Ekonomi menurun dikarenakan daya beli melemah yang diakibatkan banyaknya pekerja yang dirumahkan. Pegawai yang harus bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Yang barang tentu berimplikasi pada penurunan tunjangan kinerja, buruh harian yang sulit mendapatkan pekerjaannya karena ekonomi yang melemah tadi. Dan masih banyak lagi dampak yang dirasakan di bidang ekonomi.

Ranah sosial yang juga ikut terdampak dengan dibatasinya berbagai kegiatan menitikberatkan pada interaksi antarindividu, berakibat pada terciptanya komunitas-komunitas individual dimasyarakat, solidaritas yang solid akan sulit terbentuk. Belum lagi kalau kita bicara terkait mati suri banyak industri besar seperti pariwisata yang menjadi tumpuan bergeraknya ekonomi kecil menengah.

Pemerintah selama ini berusaha keras untuk menyeimbangkan seluruh sektor kehidupan untuk tidak semakin terpuruk. Hal tersebut terlihat dari lahirnya berbagai regulasi yang bersifat publik ataupun privat. Regulasi yang ditujukan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 ataupun regulasi yang ditujukan untuk mengantisipasi terjadinya dampak meluas dari pendemi.

Salah satu regulasi atau aturan yang dikeluarkan adalah diwajibkannya seluruh masyarakat untuk divaksinasi dan tetap diwajibkan untuk tetap melakukan protokol kesehatan. Selain hal di atas, setiap orang yang akan bepergian atau berkegiatan diwajibkan melakukan tes Covid-19. Seluruh rangkaian kewajiban yang dituang dalam bentuk aturan tersebut. Tentu saja diharapkan dapat menjadi sebuah solusi bagi pengendalian pandemi Covid-19.

Regulasi yang memuat aturan tersebut ternyata memiliki celah untuk bisa dimanfaatkan demi seteguk keuntungan di tengah bencana. Bisnis swab antigen hingga PCR menjamur di pinggir-pinggir jalan. Tidak hanya karena harganya yang mahal (dimulai dari harga Rp1,5 juta, kemudian turun menjadi Rp900 ribu dan turun lagi menjadi Rp500 ribu, hingga terakhir ini menjadi Rp275 ribu). Kebijakan itu dibuat setelah masyarakat berteriak dengan mahalnya biaya tes Covid-19.

Belum lagi kalau kita telisik posko-posko tes Covid-19 yang dibuka di pinggir jalan, yang kita tidak tahu apakah sumber daya manusia yang ditugaskan untuk melakukan pengambilan sampel telah berstandarisasi atau memiliki kompetensi di bidang tersebut?

Dan bagaimana kerja sama mereka dengan laboratorium yang telah berstandarisasi untuk menguji sampel? Siapa penanggung jawab layanan tersebut? Hal ini tentu tidak hanya menjadi pertanyaan kita, namun hal ini bisa menjadi salah satu sebab mahalnya tes Covid-19. Pemerintah tidak saja memiliki tanggung jawab dalam hal menyusun regulasi di saat bencana pandemi.

Lebih dari itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi agar seluruh regulasi yang dilahirkan tidak malah menguntungkan sekelompok pihak atas kerugian luas yang dihadapi masyarakat. Pandemi bukan untuk bicara bisnis dengan orientasi keuntungan. Keuntungan yang menari di atas penderitaan masyarakat.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya