Potensi Wakaf di Riau

Geliat gerakan wakaf di bumi Lancang Kuning kian memberikan harapan baru. Mengawali tahun 2020, Gubernur Riau baru saja meresmikan Gerakan Riau Berwakaf melalui wakaf uang Rp1000 per hari (6/1). Hal ini pertanda gerakan wakaf di Riau akan berkembang melalui pengelolaan secara terbaik yang manfaatnya mampu dirasakan masyarakat Riau pada masa mendatang. Riau sebagai negeri Melayu seyogyanya menjadi pioner dan leader dalam implementasi gerakan wakaf di Indonesia. Kehidupan kaum Melayu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, wakaf seharusnya menjadi budaya dan teras utama bagi masyarakat Riau, karena wakaf merupakan identitas sosial dan ekonomi dalam sirah peradaban Islam.

Potensi Wakaf di Riau

- Advertisement -

Pertama, potensi penduduk muslim dan wakaf uang. Jumlah penduduk Provinsi Riau tercatat 6,8 Juta (BPS, 2018), dan 87,5 persennya (5.950.000 jiwa) adalah muslim. Jika 50 persen saja dari jumlah penduduk muslim Riau berwakaf uang sebesar Rp500 ribu per tahun, maka akan terhimpun dana wakaf uang Rp1,5 triliun per tahun. Selain itu, Riau juga mendapatkan bonus demografi melalui peningkatan usia produktif dari tahun ke tahun. Pada 2018 usia produktif penduduk Riau sebesar 4,5 juta jiwa. Jika 87 persen usia produktif tersebut adalah muslim lalu mereka berwakaf uang Rp2 juta per tahun, maka akan terhimpun komitmen dana wakaf uang sebesar Rp. 7,8 triliun per tahun, hal itu sama dengan 63 persen dari total keperluan dana APBD provinsi Riau 2020 (Rp12,379 triliun).

Wakaf uang yang terhimpun dikembangkan kepada program-program wakaf produktif yang menghasilkan profit, kemudian hasilnya (profit) tersebut disalurkan untuk membangun masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dll.

- Advertisement -

Kedua, potensi tanah wakaf Riau. Luas tanah wakaf Riau 2,093.71 Ha yang tersebar di 8.115 lokasi. Penggunaan terhadap lahan wakaf masih didominasi untuk tempat ibadah, pendidikan dan makam (85 persen) dan belum mengarah kepada pengelolaan wakaf produktif yang kebermanfaatan dan keberlanjutannya lebih luas dapat dirasakan oleh penerima manfaat wakaf (mauquf alaihi).

Ketiga, potensi budaya. Budaya melayu menjadi identitas di Provinsi Riau. Melayu dan Islam tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kaum Melayu. Islam menjadi teras utama dalam budaya Melayu. Oleh karena itu, segala potensi kekuatan ekonomi Islam, di antaranya wakaf, seyogyanya dapat diimplementasikan di bumi Melayu secara mudah. Implementasi wakaf ini pun seirama dengan visi dan misi pemerintah Provinsi Riau. Bahkan sejalan dengan semangat wakaf produktif yang telah dicanangkan negara pada 2018.  Maka ekosistem wakaf harus dibangun secara bergotong royong.

Selain itu, berdasarkan buku laporan CAF World Giving Index 2018, A Global View of Giving Trends, yang dipublikasikan pada Oktober 2018 lalu menunjukkan Indonesia menduduki posisi puncak sebagai negara paling dermawan seluruh dunia. Ternyata budaya suka menolong dan menderma dari rakyat Indonesia itu menjadi potensi positif untuk akselerasi penghimpunan dana wakaf di Indonesia maupun di provinsi Riau.  

Aksi Wakaf di Riau

Agar harapan dapat menjadi kenyataan, maka menurut hemat penulis sangat perlu melakukan beberapa aksi, yaitu:

Pertama, Pemerintah Daerah dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Riau bersama para stakeholder wakaf lainnya perlu mendesain road map (peta jalan) pengembangan wakaf di Provinsi Riau. Peta jalan ini akan menghasilkan kunci-kunci strategis pengembangan wakaf di Riau ke depannya, sebagai jalan dan petunjuk menuju kesuksesan. Dalam road map akan terlihat secara jelas tujuan, visi, misi, nilai, budaya organisasi, sumber daya, peran, positioning dan tahapan-tahapan aksi strategisnya.

Kedua, meningkatkan kuantitas dan kualitas para nazhir (pengelola wakaf) beserta asetnya secara sistematis. Nazhir yang diharapkan adalah amanah, cakap, kompeten, profesional dan independen. Aset yang diharapkan adalah besar dan bernilai. Inventarisasi aset wakaf menjadi perhatian utama di tengah sengketa aset wakaf yang sering terjadi di tengah masyarakat. Kita berdoa agar terhindar dari potensi nazhir yang rendah dan aset yang kecil.

Ketiga, pendidikan dan sosialisasi wakaf kepada masyarakat secara masif. Wakaf harus dipekenalkan kepada masyarakat sejak usia dini pada segala segmen masyarakat. Berbagai bentuk dan level organisasi yang ada berhak mendapatkan edukasi dan sosialisasi wakaf. Sehingga amalan wakaf dapat dilaksanakan secara lebih luas seperti di rumah, RT/RW, desa, lembaga pendidikan, instansi dan dinas, dan seterusnya, berwakaf di segala bentuk dan level organisasi yang ada.

Keempat, membentuk para duta wakaf andal di setiap kabupaten dan kota yang bekerja sebagai wakil dari nazhir wakaf. Mereka menyampaikan informasi yang berguna tentang wakaf, membina dan menyelenggarakan hubungan dengan berbagai pihak untuk syiar wakaf.  

Kelima, regulasi perundang-undangan daerah segera diwujudkan demi menjamin terlaksananya gerakan wakaf Riau dengan baik, seperti peraturan daerah tentang wakaf dan penyalurannya kepada pihak penerima manfaat wakaf terlaksana secara adil dan profesional. Peraturan perundang-undagan tentang wakaf di Indonesia sudah ada sejak tahun 2004, kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, dan Peraturan Badan Wakaf Indonesia. Namun, apabila wakaf ditindaklanjuti Pemerintah Daerah dengan terbitnya peraturan daerah tentang wakaf, maka implementasi wakaf akan semakin kokoh.

Keenam, semangat bergotong royong (berjamaah) antar sesama pihak yang memiliki kepentingan dalam pengembangan wakaf. Membangun jaringan nasional dan internasional dalam aspek pengembangan wakaf. Karena wakaf bersifat ‘alamiyyah (global) maka sangat terbuka untuk saling bekerja sama antar negara dan benua di seluruh dunia, hal tersebut seperti yang telah dilakukan oleh komunitas Global Waqf Conference (GWC) yang berkantor pusat di Kuala Lumpur Malaysia, mereka telah menyatukan para penggerak wakaf dari berbagai negara melalui program utama pelaksanaan Global Waqf Conference (GWC) setiap tahunnya.

Jika langkah-langkah tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan optimal, insya Allah bumi Lancang Kuning dapat menjadi pioner dan leader dalam implementasi wakaf di Indonesia bahkan dunia Internasional. Sistem perekonomian syariah yang rahmatan lil ‘alamin mampu menghantarkan Riau sebagai pusat perwakafan dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis. Merealisasikan wakaf berarti membangun msyarakat Riau.***

Geliat gerakan wakaf di bumi Lancang Kuning kian memberikan harapan baru. Mengawali tahun 2020, Gubernur Riau baru saja meresmikan Gerakan Riau Berwakaf melalui wakaf uang Rp1000 per hari (6/1). Hal ini pertanda gerakan wakaf di Riau akan berkembang melalui pengelolaan secara terbaik yang manfaatnya mampu dirasakan masyarakat Riau pada masa mendatang. Riau sebagai negeri Melayu seyogyanya menjadi pioner dan leader dalam implementasi gerakan wakaf di Indonesia. Kehidupan kaum Melayu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Oleh karena itu, wakaf seharusnya menjadi budaya dan teras utama bagi masyarakat Riau, karena wakaf merupakan identitas sosial dan ekonomi dalam sirah peradaban Islam.

Potensi Wakaf di Riau

Pertama, potensi penduduk muslim dan wakaf uang. Jumlah penduduk Provinsi Riau tercatat 6,8 Juta (BPS, 2018), dan 87,5 persennya (5.950.000 jiwa) adalah muslim. Jika 50 persen saja dari jumlah penduduk muslim Riau berwakaf uang sebesar Rp500 ribu per tahun, maka akan terhimpun dana wakaf uang Rp1,5 triliun per tahun. Selain itu, Riau juga mendapatkan bonus demografi melalui peningkatan usia produktif dari tahun ke tahun. Pada 2018 usia produktif penduduk Riau sebesar 4,5 juta jiwa. Jika 87 persen usia produktif tersebut adalah muslim lalu mereka berwakaf uang Rp2 juta per tahun, maka akan terhimpun komitmen dana wakaf uang sebesar Rp. 7,8 triliun per tahun, hal itu sama dengan 63 persen dari total keperluan dana APBD provinsi Riau 2020 (Rp12,379 triliun).

Wakaf uang yang terhimpun dikembangkan kepada program-program wakaf produktif yang menghasilkan profit, kemudian hasilnya (profit) tersebut disalurkan untuk membangun masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dll.

Kedua, potensi tanah wakaf Riau. Luas tanah wakaf Riau 2,093.71 Ha yang tersebar di 8.115 lokasi. Penggunaan terhadap lahan wakaf masih didominasi untuk tempat ibadah, pendidikan dan makam (85 persen) dan belum mengarah kepada pengelolaan wakaf produktif yang kebermanfaatan dan keberlanjutannya lebih luas dapat dirasakan oleh penerima manfaat wakaf (mauquf alaihi).

Ketiga, potensi budaya. Budaya melayu menjadi identitas di Provinsi Riau. Melayu dan Islam tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kaum Melayu. Islam menjadi teras utama dalam budaya Melayu. Oleh karena itu, segala potensi kekuatan ekonomi Islam, di antaranya wakaf, seyogyanya dapat diimplementasikan di bumi Melayu secara mudah. Implementasi wakaf ini pun seirama dengan visi dan misi pemerintah Provinsi Riau. Bahkan sejalan dengan semangat wakaf produktif yang telah dicanangkan negara pada 2018.  Maka ekosistem wakaf harus dibangun secara bergotong royong.

Selain itu, berdasarkan buku laporan CAF World Giving Index 2018, A Global View of Giving Trends, yang dipublikasikan pada Oktober 2018 lalu menunjukkan Indonesia menduduki posisi puncak sebagai negara paling dermawan seluruh dunia. Ternyata budaya suka menolong dan menderma dari rakyat Indonesia itu menjadi potensi positif untuk akselerasi penghimpunan dana wakaf di Indonesia maupun di provinsi Riau.  

Aksi Wakaf di Riau

Agar harapan dapat menjadi kenyataan, maka menurut hemat penulis sangat perlu melakukan beberapa aksi, yaitu:

Pertama, Pemerintah Daerah dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Riau bersama para stakeholder wakaf lainnya perlu mendesain road map (peta jalan) pengembangan wakaf di Provinsi Riau. Peta jalan ini akan menghasilkan kunci-kunci strategis pengembangan wakaf di Riau ke depannya, sebagai jalan dan petunjuk menuju kesuksesan. Dalam road map akan terlihat secara jelas tujuan, visi, misi, nilai, budaya organisasi, sumber daya, peran, positioning dan tahapan-tahapan aksi strategisnya.

Kedua, meningkatkan kuantitas dan kualitas para nazhir (pengelola wakaf) beserta asetnya secara sistematis. Nazhir yang diharapkan adalah amanah, cakap, kompeten, profesional dan independen. Aset yang diharapkan adalah besar dan bernilai. Inventarisasi aset wakaf menjadi perhatian utama di tengah sengketa aset wakaf yang sering terjadi di tengah masyarakat. Kita berdoa agar terhindar dari potensi nazhir yang rendah dan aset yang kecil.

Ketiga, pendidikan dan sosialisasi wakaf kepada masyarakat secara masif. Wakaf harus dipekenalkan kepada masyarakat sejak usia dini pada segala segmen masyarakat. Berbagai bentuk dan level organisasi yang ada berhak mendapatkan edukasi dan sosialisasi wakaf. Sehingga amalan wakaf dapat dilaksanakan secara lebih luas seperti di rumah, RT/RW, desa, lembaga pendidikan, instansi dan dinas, dan seterusnya, berwakaf di segala bentuk dan level organisasi yang ada.

Keempat, membentuk para duta wakaf andal di setiap kabupaten dan kota yang bekerja sebagai wakil dari nazhir wakaf. Mereka menyampaikan informasi yang berguna tentang wakaf, membina dan menyelenggarakan hubungan dengan berbagai pihak untuk syiar wakaf.  

Kelima, regulasi perundang-undangan daerah segera diwujudkan demi menjamin terlaksananya gerakan wakaf Riau dengan baik, seperti peraturan daerah tentang wakaf dan penyalurannya kepada pihak penerima manfaat wakaf terlaksana secara adil dan profesional. Peraturan perundang-undagan tentang wakaf di Indonesia sudah ada sejak tahun 2004, kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, dan Peraturan Badan Wakaf Indonesia. Namun, apabila wakaf ditindaklanjuti Pemerintah Daerah dengan terbitnya peraturan daerah tentang wakaf, maka implementasi wakaf akan semakin kokoh.

Keenam, semangat bergotong royong (berjamaah) antar sesama pihak yang memiliki kepentingan dalam pengembangan wakaf. Membangun jaringan nasional dan internasional dalam aspek pengembangan wakaf. Karena wakaf bersifat ‘alamiyyah (global) maka sangat terbuka untuk saling bekerja sama antar negara dan benua di seluruh dunia, hal tersebut seperti yang telah dilakukan oleh komunitas Global Waqf Conference (GWC) yang berkantor pusat di Kuala Lumpur Malaysia, mereka telah menyatukan para penggerak wakaf dari berbagai negara melalui program utama pelaksanaan Global Waqf Conference (GWC) setiap tahunnya.

Jika langkah-langkah tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan optimal, insya Allah bumi Lancang Kuning dapat menjadi pioner dan leader dalam implementasi wakaf di Indonesia bahkan dunia Internasional. Sistem perekonomian syariah yang rahmatan lil ‘alamin mampu menghantarkan Riau sebagai pusat perwakafan dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis. Merealisasikan wakaf berarti membangun msyarakat Riau.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya