JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Tantangan bagi Industri penyedia jasa semakin berat. Hal itu menyusul disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2019 tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten di Bidang Perdagangan Jasa. Berdasarkan PP tersebut, usaha yang bergerak di bidang jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompeten dengan memiliki kompetensi yang relevan dengan bidang jasa yang diperdagangkan. Baik melalui proses pendidikan, pelatihan, atau pengalaman dan dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga yang melakukan sertifikasi kompetensi.
Ketentuan tersebut berlaku untuk berbagai jenis jasa. Mulai dari jasa bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, dan jasa keuangan. Kemudian juga jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa kesehatan dan sosial, jasa rekreasi, kebudayaan, dan olahraga, hingga jasa pariwisataasa transportasi.
Bagi yang tidak memenuhi, dalam PP tersebut juga telah diatur sanksi administratif yakni sanksi berjenjang, dimulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha pada masa tertentu.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, ketentuan tersebut baik untuk memastikan konsumen mendapat pelayanan jasa yang maksimal. Namun, dia meminta pemerintah melihat situasi di lapangan. Di mana masih banyak sektor jasa yang sumber daya manusianya belum memiliki sertifikasi.
Situasi itu terjadi baik karena keterbatasan lembaga sertifikasi kompetensi, maupun akses dari pekerja di sektor jasa itu sendiri. Di sektor jasa pariwisata misalnya, di daerah tujuan wisata masih ditemukan banyak pelaku bisnis pariwisata yang tidak memiliki sertifikasi.
"Mulai dari travel agent, pemandu wisata dan supir tidak memiliki jenjang pendidikan formal apalagi sertifikasi kompetensi," ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (15/12).
Oleh karenanya, jika pendekatan yang dilakukan pemerintah adalah pemberian sanksi bagi penyedia jasa yang tidak memenuhi, hal itu berbahaya bagi industri tersebut. "Jika semua harus punya sertifikasi, di daerah bakal banyak perusahaan yang gulung tikar," imbuhnya. Imbasnya bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, Bhima menyarankan agar pendekatannya bukan dengan sanksi. Namun pemerintah justru perlu memfasilitasi penyedia jasa untuk mengakses sertifikasi. Dengan demikian, upaya meningkatkan kualitas penyedia jasa tidak mengorbankan pelaku industri tersebut."Harusnya amanati pemerintah dan pemda untuk memfasilitasi kompetensi sertifikasi tersebut. Misalnya dengan membuat program pelatihan dan sertifikasi gratis," ujarnya.(far/das)
Laporan JPG, Jakarta