Selasa, 2 Juli 2024

Haris Duga Konsesi Sepihak oleh Korporasi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Banyak pihak yang menyesalkan tindakan PT Arara Abadi yang dinilai arogan terhadap masyarakat kecil tempatan. Seperti yang dialami oleh masyarakat adat Bongku bin Jelodan, suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Bengkalis yang harus mendekam di penjara karena menanam ubi racun di sebidang tanah yang akhirnya diklaim berada lahan konsesi milik PT Arara Abadi. Tuntutan hukum Bongku tak tanggung-tanggung, ia dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai pemerintah sudah tidak lagi memikirkan nasib masyarakat kecil. Haris menilai, apa yang dialami oleh Bongku merupakan persoalan sistemik, di mana penegak hukum menjalankan pelaksanaan perundang-undangan hanya menguntungkan pihak perusahaan.

- Advertisement -

“Kalau saya boleh bilang ada persoalan yang sistemik ya. Yang sistemik itu dalam artian begini. Memang pelaksanaan peraturan perundang-undangan diskrimintaif. Kalau ada celah ntuk menguntungkan perusahaan mereka jalankan, tapi kalau untuk menguntungkan masyarakat tidak dijalankan,” kata Haris Azhar saat menerima kunjungan Aliansi Mahasiswa Riau Jakarta di Kantor Hukum dan HAM Lokataru di Jakarta, Selasa (9/6).

Baca Juga:  LLMB Riau-Kepri Komitmen Terus Berjuang untuk Masyarakat

Menurut mantan koordinator Kontras itu, jika penegak hukum mau mendalami secara mendalam perundang-undangan dalam menyikapi kasus tersebut, hal seperti ini tidak akan terjadi. “Kalau kasus Bongku ini sebetulnya mengikut peraturan perundang-undangan untuk membebaskan Bongku bisa. Cuma nggak pernah dipakai. Misalnya hak-hak asli setempat, itu juga kan irisan-irisan itu digunakan,” jelasnya.

Kata Haris, apa yang menimpa Bongku adalah imbas dari derasnya arus ekpansi bisnis yang masuk ke dalam wilayah masyarakat setempat. Sehingga akhirnya menutup ruang gerak masyarakat setempat untuk melangsungkan hidupnya.

- Advertisement -

“Nah di gambaran sistemik itu sebetulnya kandungan soal kasus kayak Bongku ini ditimbulkan karena ekpansi bisnis sudah benar-benar masuk ke wilayah warga. Jadi sesaklah warga. Orang kayak Bongku itu akhirnya mau nggak mau masuk ke wilayahnya perusahaan karena tidak ada lagi lahan,” tuturnya.

Aktivis HAM itu menduga konsesi itu dilakukan perusahaan secara sepihak. Soalnya kata dia, pada saat mengeluarkan izin hak guna usaha (HGU) tidak melakukan konsultasi ke masyarakat, dan izinnya tidak benar-benar melalui proses yang jelas.

Baca Juga:  Data Penerima BLT Belum Valid

“Seharusnya itu kan ada konsultasi-konsultasi lagi, tapi itu tidak dilakukan. Akhirnya cuma perwakilan-perwakilan sekadarnya aja yang dilakukan. Ini yang sering terjadi,” jelasnya.

Dalam kasus ini, lanjut Haris, Pemkab Bengkalis harus bertanggung jawab kalau ada masyarakat dipidanakan oleh perusahaan karena ada masyarakat masuk ke wilayah perusahaan.

“Kan di situ SK-nya bupati. Kalau dilihat dari struktur dan sistemnya, ya pemda bertanggung jawab. Dari bupati bertanggung jawab. Yang bertanggung jawab harus pejabat tertingginya. Mereka harus tampil. Ini kasus terjadi karena ada perusahaan. Pemda bisa menegaskan ke  perusahaan, emang pertama lu masuk nggak tahu ada suku Sakai di sini? Gitu,” bebernya.

Sementara itu Koordinator Aliansi Mahasiswa Jakarta, Rizky Beradat mengatakan akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas agar tidak ada lagi kasus serupa yang dialami masyarakat.

“Kami mahasiswa akan terus melakukan upaya-upaya perlawanan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat yang ditindas. Khususnya kasus Bongku ini. Kami akan menempuh berbagai cara nantinya,” ujarnya.(yus)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Banyak pihak yang menyesalkan tindakan PT Arara Abadi yang dinilai arogan terhadap masyarakat kecil tempatan. Seperti yang dialami oleh masyarakat adat Bongku bin Jelodan, suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Bengkalis yang harus mendekam di penjara karena menanam ubi racun di sebidang tanah yang akhirnya diklaim berada lahan konsesi milik PT Arara Abadi. Tuntutan hukum Bongku tak tanggung-tanggung, ia dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai pemerintah sudah tidak lagi memikirkan nasib masyarakat kecil. Haris menilai, apa yang dialami oleh Bongku merupakan persoalan sistemik, di mana penegak hukum menjalankan pelaksanaan perundang-undangan hanya menguntungkan pihak perusahaan.

“Kalau saya boleh bilang ada persoalan yang sistemik ya. Yang sistemik itu dalam artian begini. Memang pelaksanaan peraturan perundang-undangan diskrimintaif. Kalau ada celah ntuk menguntungkan perusahaan mereka jalankan, tapi kalau untuk menguntungkan masyarakat tidak dijalankan,” kata Haris Azhar saat menerima kunjungan Aliansi Mahasiswa Riau Jakarta di Kantor Hukum dan HAM Lokataru di Jakarta, Selasa (9/6).

Baca Juga:  FKPMR Bahas Blok Rokan Lewat Seminar Daring

Menurut mantan koordinator Kontras itu, jika penegak hukum mau mendalami secara mendalam perundang-undangan dalam menyikapi kasus tersebut, hal seperti ini tidak akan terjadi. “Kalau kasus Bongku ini sebetulnya mengikut peraturan perundang-undangan untuk membebaskan Bongku bisa. Cuma nggak pernah dipakai. Misalnya hak-hak asli setempat, itu juga kan irisan-irisan itu digunakan,” jelasnya.

Kata Haris, apa yang menimpa Bongku adalah imbas dari derasnya arus ekpansi bisnis yang masuk ke dalam wilayah masyarakat setempat. Sehingga akhirnya menutup ruang gerak masyarakat setempat untuk melangsungkan hidupnya.

“Nah di gambaran sistemik itu sebetulnya kandungan soal kasus kayak Bongku ini ditimbulkan karena ekpansi bisnis sudah benar-benar masuk ke wilayah warga. Jadi sesaklah warga. Orang kayak Bongku itu akhirnya mau nggak mau masuk ke wilayahnya perusahaan karena tidak ada lagi lahan,” tuturnya.

Aktivis HAM itu menduga konsesi itu dilakukan perusahaan secara sepihak. Soalnya kata dia, pada saat mengeluarkan izin hak guna usaha (HGU) tidak melakukan konsultasi ke masyarakat, dan izinnya tidak benar-benar melalui proses yang jelas.

Baca Juga:  Gubri Syamsuar Raih Penghargaan Manggala Karya Kencana 2022 dari BKKBN

“Seharusnya itu kan ada konsultasi-konsultasi lagi, tapi itu tidak dilakukan. Akhirnya cuma perwakilan-perwakilan sekadarnya aja yang dilakukan. Ini yang sering terjadi,” jelasnya.

Dalam kasus ini, lanjut Haris, Pemkab Bengkalis harus bertanggung jawab kalau ada masyarakat dipidanakan oleh perusahaan karena ada masyarakat masuk ke wilayah perusahaan.

“Kan di situ SK-nya bupati. Kalau dilihat dari struktur dan sistemnya, ya pemda bertanggung jawab. Dari bupati bertanggung jawab. Yang bertanggung jawab harus pejabat tertingginya. Mereka harus tampil. Ini kasus terjadi karena ada perusahaan. Pemda bisa menegaskan ke  perusahaan, emang pertama lu masuk nggak tahu ada suku Sakai di sini? Gitu,” bebernya.

Sementara itu Koordinator Aliansi Mahasiswa Jakarta, Rizky Beradat mengatakan akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas agar tidak ada lagi kasus serupa yang dialami masyarakat.

“Kami mahasiswa akan terus melakukan upaya-upaya perlawanan untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat yang ditindas. Khususnya kasus Bongku ini. Kami akan menempuh berbagai cara nantinya,” ujarnya.(yus)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari