PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang kasus dugaan investasi bodong dan pengumpulan dana dari masyarakat secara ilegal dengan terdakwa lima petinggi dan satu marketing Fikasa Group kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (1/3). Setelah dibuka Ketua Manjelis Hakim Dahlan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung membacakan tuntutan terhadap kepada enam terdakwa sekitar pukul 17.20 WIB sore kemarin.
JPU membaca bergantian tuntutan untuk terdakwa Maryani yang hadir langsung di persidangan. Marketing untuk seluruh anak usaha Fikasa Group itu terancam dihukum 12 tahun penjara. Maryani menawarkan promisory note untuk ratusan nasabah yang tertipu di Pekanbaru. Usai pembacaan tuntutan pertama ini, majelis hakim menskor sidang.
Ketika seluruh peserta sidang akan meninggalkan ruangan inilah terdakwa Maryani menangis. Sambil terisak, dia beberapa kali menyandarkan punggungnya ke dinding ruang sidang. Bahkan petugas dari kejaksaan terpaksa meminta dirinya segera turun dari lantai 2 gedung tersebut. Maryani baru bersedia turun setelah dirangkul terdakwa perempuan lainnya dalam perkara ini, Elly Salim.
Kesedihan Maryani ini mendapat tanggapan negatif dari salah seorang keluarga korban. Keluarga perempuan korban tersebut mengekspresikan keheranan terhadap tingkah terdakwa Maryani. "Dia yang kompas duit kita, dia pula yang nangis. Harusnya kalau dia punya otak, bayar itu duit kita," komentarnya sambil mengikuti terdakwa ke ruang tahanan PN Pekanbaru sekitar pukul 18.20 WIB tersebut.
Sementara JPU dalam tuntutannya menyebutkan, promisory note yang ditawarkan terdakwa tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai promisory note. Perjanjian investasi itu lebih mirip deposito berjangka tanpa syarat dengan tawaran jauh lebih tinggi dari bunga deposito rata bank di Indonesia. "Tidak memenuhi syarat sebagai promisory note. 99,9 persen sama dengan deposito berjangka, yang harusnya mendapat izin dari OJK," kata JPU.
Aktivitas Fikasa Group yang mengumpulkan uang mencapai Rp84,9 miliar dari sepuluh nasabah yang jadi korban dalam perkara ini adalah penghimpunan dana masyarakat.(end)
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang kasus dugaan investasi bodong dan pengumpulan dana dari masyarakat secara ilegal dengan terdakwa lima petinggi dan satu marketing Fikasa Group kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (1/3). Setelah dibuka Ketua Manjelis Hakim Dahlan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung membacakan tuntutan terhadap kepada enam terdakwa sekitar pukul 17.20 WIB sore kemarin.
JPU membaca bergantian tuntutan untuk terdakwa Maryani yang hadir langsung di persidangan. Marketing untuk seluruh anak usaha Fikasa Group itu terancam dihukum 12 tahun penjara. Maryani menawarkan promisory note untuk ratusan nasabah yang tertipu di Pekanbaru. Usai pembacaan tuntutan pertama ini, majelis hakim menskor sidang.
- Advertisement -
Ketika seluruh peserta sidang akan meninggalkan ruangan inilah terdakwa Maryani menangis. Sambil terisak, dia beberapa kali menyandarkan punggungnya ke dinding ruang sidang. Bahkan petugas dari kejaksaan terpaksa meminta dirinya segera turun dari lantai 2 gedung tersebut. Maryani baru bersedia turun setelah dirangkul terdakwa perempuan lainnya dalam perkara ini, Elly Salim.
Kesedihan Maryani ini mendapat tanggapan negatif dari salah seorang keluarga korban. Keluarga perempuan korban tersebut mengekspresikan keheranan terhadap tingkah terdakwa Maryani. "Dia yang kompas duit kita, dia pula yang nangis. Harusnya kalau dia punya otak, bayar itu duit kita," komentarnya sambil mengikuti terdakwa ke ruang tahanan PN Pekanbaru sekitar pukul 18.20 WIB tersebut.
- Advertisement -
Sementara JPU dalam tuntutannya menyebutkan, promisory note yang ditawarkan terdakwa tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai promisory note. Perjanjian investasi itu lebih mirip deposito berjangka tanpa syarat dengan tawaran jauh lebih tinggi dari bunga deposito rata bank di Indonesia. "Tidak memenuhi syarat sebagai promisory note. 99,9 persen sama dengan deposito berjangka, yang harusnya mendapat izin dari OJK," kata JPU.
Aktivitas Fikasa Group yang mengumpulkan uang mencapai Rp84,9 miliar dari sepuluh nasabah yang jadi korban dalam perkara ini adalah penghimpunan dana masyarakat.(end)